48. Membaik

245K 23.8K 4.8K
                                    

"Mantan itu barang bekas. Istri gue jauh lebih berkelas."

— Raga Aditama

°
°
°

[BAGIAN EMPAT DELAPAN]


Netra mata Raga menatap perempuan yang baru saja turun dari tangga.

Raga berdiri hendak menghampirinya, namun suara bariton Mahendra membuat Raga kembali pada posisinya.

"Mau ngapain, sih? Liat tuh Aira juga lagi jalan ke sini."

Raga menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sedetik kemudian senyumnya mengembang ketika Aira sudah berada di hadapannya.

Aira mencium punggung tangan Raga, "udah lama, Ga?"

Raga tak bisa mengalihkan pandangannya dari wajah cantik Aira, barang hanya sedikitpun.

Sania mencubit paha Raga. "Ditanya bukannya jawab kok malah cengo gitu, Bang?"

Mahendra tertawa, "papa udah ngizinin kamu bawa Aira balik, Ga. Masa hukuman kamu udah habis, ya meskipun harusnya papa tambah karena waktu itu kamu nekat ke sini."

Raga mengucapkan syukur dalam hati, karena mamanya belum memberitahukan papanya bahwa pada malam itu Raga juga sempat menginap di sini.

"Papa pesan sama kamu ya, kalau ada masalah selesaikan dengan kepala dingin. Jangan sesekali kamu bawa-bawa kata cerai. Sehebat apapun papa marah sama mamamu. Papa gak pernah main tangan sama istri, apalagi sampai mengancam cerai, Ga. Untungnya waktu itu kamu hanya mengancam, bukan menjatuhkan talak pada Aira."

Raga meringis mengingat kejadian waktu itu. Betapa bodohnya Raga ketika menampar Aira sewaktu ia cemburu pada Keenan. Betapa bodohnya Raga ketika ia menuduh Aira selingkuh dengan sahabatnya. Betapa bodohnya Raga ketika ia mengancam Aira dengan sebuah perceraian. Dan karena semua kebodohannya, Raga harus kehilangan janin yang berada dalam kandungan Aira.

"Iya, Pa. Abang nyesel, maaf."

"Setelah kejadian ini papa nggak mau dengar penyesalan kamu lagi, Bang. Jangan diulangin."

"Maklum, Pa. Raga itu bucinnya Aira, kena senggol dikit sifat setannya langsung muncul."

Raga berdeham. "Jadi abang udah boleh nih bawa Aira pulang sekarang?"

"Iya, bawa aja sana. Langsung kamu kekepin aja nanti, Ga."

"Aira pengen ngomong sesuatu. Mumpung kita berempat lagi ngumpul di sini," ucap Aira setelah lama tak bersuara.

"Setelah pulang dari sini, Aira pengen tinggal di rumah bunda. Itupun kalau Raga ngizinin. Apa mama sama papa keberatan?" Suaranya terdengar lirih, namun cukup membuat Raga, Mahendra, dan Sania terkesiap.

Mereka bertiga saling melempar tatap. "Papa sama mama udah pasti ngizinin, Sayang. Segala keputusan yang sudah kamu buat pasti sudah kamu pikirkan matang-matang sebelumnya."

Mahendra menepuk pundak Raga "Papa ke atas dulu ya. Kalian bicarakan berdua saja, papa rasa untuk masalah ini kami berdua nggak berhak ikut campur."

"Ayok, Ma." Sania dan Mahendra meninggalkan ruang keluarga.

Hening. Suasana itulah yang kini menyelimuti keduanya. Aira memilin ujung kerudungnya. Ia takut Raga akan memarahinya.

RAGA: BADBOY IS A GOOD HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang