IBA (II)

19.7K 576 7
                                    

Prama POV

Pertemuan ku dengan cinta masa lalu ku tanpa sengaja di sebuah konter handphone buatan China berbuah manis. Bunga Winanta, kekasih ku semasa SMA, cinta pertama dan terakhir ku membuatku seolah menjadi remaja yang dimabuk asmara.

Tak mudah memang kembali mendekati wanita yang dulu sempat terluka karena ulahku yang tiba-tiba menikah dengan Sharon, teman kecil ku. Ada hal yang memang tidak mungkin aku ungkap mengapa tapi aku sekuat tenaga kembali mendekatinya.

Jangankan sudah memiliki luka lama karena ku, dulu aku pun sangat sulit menaklukkan Bunga muda saat masih sekolah. Tapi aku kembali berpikir, jika dulu aku bisa menaklukkan Bunga, mengapa sekarang tidak bisa?

Perbedaannya di dalam diri Bunga terdapat luka yang mungkin tak akan pernah sembuh, tapi aku percaya bisa mendapatkan maaf dan mungkin juga cinta Bunga ku kembali.

And see...
Bunga ku yang cantik kini kembali ke pelukan ku. Tak ku katakan bagaimana aku bisa kembali mendapatkan cinta Bunga ku, yang pasti jika ku lihat ke belakang lagi perjuangan ku tak sia-sia.

Menginjak bulan kedua kami menjalin hubungan, aku segera mengutarakan keinginan ku sedari dulu kepadanya. Bunga sempat terkejut saat tahu aku ingin menikahinya.

Ia sempat ragu karena aku baru saja bercerai sepuluh bulan lalu dengan Sharon, lalu masa perkenalan kami yang singkat hanya dua bulan menurutnya terlalu singkat. Tapi lagi-lagi aku bisa memantapkan hatinya untuk menerima pinangan ku.

Meski belum melamarnya secara resmi, aku sudah datang ke rumahnya, bertemu dengan kedua orang tuanya. Mereka menyambutku yang datang dengan niat baik dan tak sabar untuk segera menikahkan Bunga.

Dan kini masalah terbesar saat ini bukan kemantapan Bunga untuk menjadi isteri ku lagi, tapi bagaimana meyakinkan Anneth putri tunggal ku untuk bisa menerima pernikahan ku dan Bunga.

Dari sikapnya kemarin, Bunga belum siap menerima wanita lain di rumah dan kehidupannya. Aku sangat paham karena mengapa Anneth begitu emosi saat aku mengajak Bunga ke rumah kemarin.

Anneth masih belum bisa menerima rencana ku untuk berumah tangga lagi. Obrolan kami pagi ini masih membuatnya kesal.

"Apa wanita itu penyebab Papa dan Mama bercerai?" tanyanya membuat ku memeluknya.

"Ngga sayang. Bukan tante Bunga penyebab Papa dan Mama berpisah, nak."

"Bohong!! Papa dan Mama selama ini terlihat baik-baik aja. Kalian harmonis bahkan aku ngga pernah denger atau melihat kalian bertengkar. Tapi kenapa tiba-tiba memutuskan untuk bercerai. Kalau bukan adanya orang ketiga apalagi!"

"Ya Tuhan, nak. Sungguh. Bukan itu penyebab kami bercerai. Lagi pula Papa dan tante Bunga bertemu beberapa bulan lalu, itu juga setelah Papa menjadi duda."

"Terus apa? Apa alasan Papa dan Mama bercerai? Jangan bilang lagi kalau belum saatnya aku tahu!"

Aku mengelus wajah cantik putriku. Hatiku sakit tiap kali ia meminta penjelasan mengapa kami bercerai. Aku memang tidak bisa mengatakannya, Sharon berjanji akan mengatakannya kepada Anneth.

"Papa belum bisa mengatakannya sayang. Mama mu yang mengatakannya nanti. Papa dan Mama harap, kamu tidak terpukul dengan penjelasan kami nanti."

Aku memeluk putri cantikku yang kembali menangis. Pagi itu pagi yang sendu bagi aku dan Anneth. Ku harap Sharon segera memberi tahu Anneth agar rasa sakitnya tidak berkepanjangan.

***

"Jadi, kapan kamu mau memberi tahu yang sebenarnya sama Anneth? Dia terus mendesak aku untuk ngomong."

Saat ini aku sedang menunggu Bunga di mobil. Aku sudah berjanji akan menjemputnya sepulang kerja nanti. Sudah satu jam aku menunggunya tutup toko di dalam mobil.

"Iya... aku tahu. Pokoknya kamu harus datang ke Bandung untuk menjelaskan semuanya. Kasihan Anneth kalau dibiarkan seperti ini."

Aku meremas rambutku karena Sharon selalu mengatakan banyak alasan padahal Anneth adalah putrinya. Karena kesal aku pun memutus sambungan telepon dan memukul setir mobil.

Saat ku lihat ke sebelah kiri, ternyata Bunga cantik ku berdiri disamping mobil sambil tersenyum. Dengan sigap aku keluar dari mobil dan membukakan pintu untuknya.

"Dari kapan kamu berdiri diluar, yank? Kok ngga ngetuk kaca sih kalo udah datang," ucap ku sembari menyalakan mesin mobil.

"Aku udah ngetuk pintu kaca mobil, tapi Mas yang terlalu asik teleponan."

"Yang bener? Ya ampun maaf ya, yank." Seulas senyum terbit di wajahnya, membuat ku gemas. Ku tarik tengkuknya dan segera ku lumat bibir manis yang menjadi canduku.

Bunga membuka mulutnya dan aku pun bersorak. Kami berpagutan mesra. Tanpa sadar tangan nakal ku meremas gundukan miliknya cukup kencang hingga ia memekik kesakitan.

"Sa...sayang sorry. Terlalu kuat ya."

Bunga mengangguk. Tanganku seakan tak mau lepas dari sana. Ku elus lembut gundukan itu tapi lengannya menahan gerakan ku.

"Jangan mulai, Mas," ucapnya melarangku.

"Kenapa? Bukankah kita sudah pernah melakukannya?"

"Kita tidak benar-benar melakukannya, hanya bergesekan saja. Lagian aku lagi berhalangan. Jangan salahin aku kalo Masnya kepengen," ucapnya sambil tertawa.

Ck... tamu bulanan yang menyebalkan.

"Ayo pulang. Sebelum pulang beli dulu pecel ayam ya Mas. Aku mau makan pecel ayam Pak Dharmo," ucapnya.

"Anything for you, my wife." Ku colek dagunya, ia hanya tertawa. Aku segera mengantarnya pulang ke rumah.

***

• TO BE CONTINUE •

Discovery Of Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang