A Promise Part III

10.1K 603 25
                                    

Ngurah Rai-Bali International Airport.

"Si mama ngapain pake ajak-ajak dia segala," ucap Wina Natalia anak tertua.

"Iya. Sebel banget deh. Tiap kali keluarga kita ngumpul dia mesti di bawa. Padahal kan dia cuma anak pungut." Dhias Winaya menantu kedua kelurga Pramudya. Ellan Pramudya adalah suaminya Dhias.

Ucapan demi ucapan sinis itu terdengar oleh telinga Gladis dan mereka memang sengaja mencibirnya. Wina dan Dhias tak berani mencibir terang-terangan jika ada Avant atau Dira di dekat Gladis. Ibu dan anak itu pasti akan lebih membela Gladis ketimbang Wina dan Dhias.

Gladis tidak ingin memusingkan ucapan-ucapan kedua kakaknya itu mengenai kehadirannya dalam acara liburan keluarga mereka. Ia memilih bungkam seribu bahasa di banding harus melawan ucapan mereka karena semua itu percuma.

Gladis terpaksa harus datang bersama keluarga Wina dan Dhias karena Avant, Dira, Bayu dan juga Mama Widi sudah lebih dulu berada di Bali karena urusan pekerjaan. Widi mengumpulkan anak, menantu serta cucu-cucu mereka di Bali dalam rangka peresmian usaha baru Widi di Bali dan juga liburan bersama karena Dira, Bayu dan Avant sudah kembali ke Indonesia.

"Eh... eh... mau kemana lo?" tanya Wina saat Gladis akan masuk ke dalam mobil yang sudah menunggu kedatangan mereka di Bali.

"Mau masuk Mba," jawab Gladis.

"Apa?! Enak aja. Ngga ada. Mending lo jauh-jauh dari kita. Mana sudi kita deket-deket anak pungut kayak lo," usir Wina sambil mendorong tubuh Gladis menjauh dari mobil.

"Tapi Mba..."

"Sana pergi! Lo ngga ngerti bahasa manusia ya, nj**g!!" Kata-kata Wina sudah semakin kasar. Gladis kembali merasakan sakit hati karena ucapan Wina. Ia berupaya menahan air matanya untuk tidak terjatuh di hadapan kedua kakaknya.

"Iy mending elo naik mobil itu aja tuh." Dhias menunjuk sebuah mobil bak terbuka yang mengangkut koper-koper bawaan mereka selama berlibur di Bali.

"Anak pungut kayak elo kebagusan naik mobil mewah kayak gini. Jangan harap status lo naek ya mentang-mentang dipungut sama Mama. Inget! Elo cuma anak pungut. Dah sana pergi. Dih amit-amit deh ketularan sial."

Gladis pun segera angkat kaki dan langsung duduk di kursi samping supir mobik bak tersebut. Pak Narto hanya bisa mengelus dada melihat Gladis yang selalu ditindas oleh anak dan menantu Nyonya besarnya.

Jika berurusan dengan Wina dan Dhias, lebih baik Pak Narto diam dan mengalah dari pada terkena serangan jantung oleh ucapan keduanya. Mereka pun pergi meninggalkan bandara dan menuju Villa pribadi kelurga Pramudya yang terletak di tepi pantai.

***

Avant menahan amarahnya saat melihat isteri tercintanya turun dari sebuah mobil bak terbuka yang mengangkut koper-koper kedua tantenya. Ia sangat ingin memaki tapi suasana sedang tidak mendukung.

Avant segera menyusul Gladis yang langsung masuk ke dalam kamarnya untuk beristirahat. Avant masuk ke kamar Gladis dengan mengendap-endap, dan tak lupa mengunci pintu kamar. Hatinya terluka saat melihat Gladis tergolek di atas ranjang. Ia segera menghampiri isteri tercintanya.

"Kenapa kamu ngga naik mobil bareng Tante Wina dan Tante Dhias, yank?" tanya Avant mencoba menahan amarahnya. Ia masih mengurai senyum sambil mengelus wajah isterinya yang sedikit memerah.

"Aku yang ngga mau, Mas. Tahu sendiri kan mereka sering ngomong kasar sama aku. Dari pada telinga aku sakit denger ocehan mereka lebih baik aku pindah mobil." Gladis membalas senyum Avant.

"Yang bener?" Gladis mengangguk. Ia merentangkan kedua tangannya. Avant memeluknya dengan erat. "Kangen Mas. Sehari ngga ketemu rasanya aneh," ucap Gladis penuh kerinduan.

Discovery Of Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang