"Selamat pagi ma..pa.."
Evelyn mengecup pipi Fahmi dan Karina dan lanjut mendekati Randi yang masih mengolesi rotinya dengan selai kacang favoritnya.
"Selamat pagi kak"
Cupp
Randi menghentikan gerakkannya yang masih sibuk menari-nari diatas roti tawarnya. Benda kenyal itu mendarat dengan sempurna dipipi kanan Randi. Jantungnya terpacu sangat kencang seakan-akan ingin keluar dari tempatnya.
Randi mencoba menormalkan detak jantungnya yang kembali melompat. Evelyn selalu menyambut keluarganya dengan kecupan singkat di pipi orang tuanya dan kakaknya. Dan ini untuk pertama kalinya setelah enam tahun ini Randi selalu tidak ikut sarapan jadi Evelyn tidak pernah mengecup pipi Randi lagi. Entah Randi sarapan terlebih dahulu atau sarapan diluar yang menbuatnya tidak bisa bergabung dimeja makan saat sarapan pagi.
"Sayang hari ini jadwal kuliahmu padat ya??"Karina menatap Evelyn yang sedang meminum susunya
"Seperti biasa ma. Memang mama mau ditemani kemana??"
"Sebenarnya mama ingin kamu ikut mama bertemu dengan teman mama. Tapi ya sudah kalau hari ini kamu sibuk"
"Maaf ya ma, Eve tidak bisa pergi bersama mama" ujar Evw yang diangguki oleh Karina
"Ran, bagaimana meeting dengan kolagen dari Hongkong kemarin??" Fahmi bertanya pada Randi
"Lancar pa. Randi berangkat dulu.."
"Ran..sarapan kamu belum habis sayang"teriak Karina pada Randi yang sudah keluar dari rumah
Evelyn hanya melihat kepergian Randi yang terkesan terburu-buru apalagi saat ia mengingat tatapan Randi saat ia mendaratkan kecupan sebagai salam selamat pagi yang selalu ia ritualkan.
Randi seakan tidak suka dengan apa yang sudah dilakukannya. Ia pun menyelesaikan sarapannya dengan cepat saat ia melihat jam ditangannya sudah menunjukkan waktu yang terus berjalan mengikis waktu yang ia miliki untuk digunakan bersantai beberapa menit sebelum ia masuk ke dalam kelas.
Seperti biasa Evelyn pergi menggunakan jasa angkutan umum. Dan sang ojek langganan pun sudah bertengger di depan rumahnya. Hanya dalam waktu sepuluh menit ia sudah berada di depan kampusnya yang cukup ternama dikota kelahirannya.
Jam pertama hari itu membuat Evelyn mempercepat langkahnya karena ia tidak ingin masuk terlambat di materi salah satu dosen yang sangat terkenal dengan sikap kilernya tersebut.
"Aku kira kau tidak masuk" Indira yang sudah duduk ditempat biasa menyapa Evelyn
"Itu tidak akan terjadi, In.."
Evelyn mengeluarkan buku tentang materi yang akan diberikan oleh dosennya. Indira masih menatap Evelyn yang tengah sibuk dengan buku cetaknya. Ia tahu jika sahabatanya kini tengah ada masalah dan ia tahu apa akar masalahnya.
"Kenapa?? Kak Randi lagi??"tebak Indira yang hanya diangguki Evelyn
Evelyn selalu bercerita dengan Indira tentang kerenggangan hubungannya dengan Randi. Indira jugalah yang selalu ada disaat Evelyn merasa sedih, bukankah sahabat selalu ada saat sahabatnya sedang mengalami kesusahan? Dan Indira adalah sahabat yang baik.
Selama ini hanya dirinya lah yang mengetahui semua isi hati Evelyn. Bahkan Indira juga tahu jika Evelyn memiliki perasaan yang lebih dengan kakaknya. Randi.
"Untuk pertama kalinya kak Randi tadi pagi ikut sarapan setelah enam tahun ini ia selalu menghindari sarapan bersama mama dan papa" ucapnya menggantung diudara
"Jangan bilang kau melakukan kebiasaan di pagi hari sama kak Randi??"
Indira sudah bisa menebak jika Evelyn menyambut Randi seperti yang selama ini dilakukan Evelyn kepada orang tuanya, ritual paginya.
Kediaman Evelyn sudah menjawab pertanyaan Indira. Indira tidak menyalahkan jika Evelyn melakukan ritual paginya tapi apa jadinya jika Randi yang mendapatkannya. Bisa dibayangkan pasti Randi menatap Evelyn dengan tatapan dinginnya. Mungkin jika tatapan Randi memancarkan lahar panas saat ini Evelyn sudah melebur dengan tanah.
"Ya sudah Eve, sekarang yang harus kamu cari titik terangnya adalah bagaimana caranya kau dengan kakakmu bisa hangat seperti dulu"saran Indira
Evelyn menatap Indira dengan tatapan sedikit ragu. Bahkan untuk menyapa Randi nyalinya sudah menciut apalagi saat melihat tatapan matanya yang dingin itu. Wajah kakunya membuat Evelyn bergidik ngeri, ia takut jika Randi semakin marah kepadanya jika ia mencoba mencari tahu apa titik masalahnya yang membuat hubungan mereka seperti saat ini.
Evelyn sebenarnya ingin sekali mencari cara untuk mendekatkan dirinya kepada Randi, namun ia bingung dengan cara apa. Semua sikap baiknya saat ini hanya ditanggapi dengan wajah kaku dan datar oleh sang kakak. Evelyn tidak tahu harus berbuat apa untuk mencairkan kebekuan hati Randi.
Evelyn masih memikirkan perkataan Indira tadi pagi sampai ia sekarang sudah duduk ditempat istirahatnya yang selalu ia gunakan saat beristirahat dibutik. Simon yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya menghampiri Evelyn yang tengah melamun disudut ruangan.
"Ada masalah Eve??"
Evelyn mendongakkan kepalanya dan menatap kedatangan Simon. Simon mengambil duduk didepannya dan tersenyum hangat. Kedekatannya demgan Evelyn seolah membuat Simon menjadi kakak kedua setelah Randi. Dulu mereka bertiga sering bermain bersama. Ya.. Simon adalah sahabat Randi, dan semasa kecil mereka selalu bermain bertiga.
Jika Randi sedang ada urusan, Simonlah yang bertugas menjaga Evelyn. Dulu Evelyn seakan menjadi seorang tuan putri yang memiliki dua pengawal tampan, bahkan semua teman-temannya merasa iri dengan perlakuan Randi dan Simon yang selalu mengawal kemana saja Evelyn pergi.
Bahkan setelah lulus Sekolah Menengah Pertama pun Randi dan Simon masih sering mengantar jemput Evelyn yang saat itu masih duduk dikelas delapan.
"Apa kabar Randi. Apa kalian masih perang dingin??"tanyanya lagi yang digelengi oleh Evelyn
"Tidak kak. Kak Randi tidak pernah bersikap seperti itu-"
"Tapi hanya menghindarimu kan??" sela Simon
Wkwkwkwk... Bang Randi langsung grogi dapat ciuman selama pagi Evelyn🤭🤭🤭
Kasian Eve, yang ngak tahu apa2 jadi didiamin sama kakaknya sendiri😪😪😪
Kira2 sampai kapan nih, Randi memendam perasaannya ya🙄🙄🙄
KAMU SEDANG MEMBACA
Evelyn Abriana (ketika cinta harus saling menyakiti) On Going
RomanceEvelyn, tidak pernah menyangka jika kehidupannya akan berubah menjadi penuh tangis dan derita. Masa kecil sampai ia beranjak dewasa membuatnya lupa apa itu kesedihan, karena rasa sayang yang diberikan oleh orang tuanya begitu melimpah. Meskipun ia h...