🐌 1 •|Gara-gara Uang|•

187 8 2
                                    

*
*
*
HAPPY READING |°•°|
*
*
*

Sesaat mata seorang perempuan menerawang jauh. Menatap gedung-gedung tinggi di depannya. Matanya merekam semua bentuk gedung-gedung tinggi yang terlihat dari ruangan tempatnya duduk saat ini.

Setelah puas menatap keindahan tadi, matanya kembali menatap tubuh yang tertidur kaku di atas brankar rumah sakit. Mata perempuan itu memerah, bulir-bulir bening memenuhi matanya. Tak mampu menahan, tangis pun pecah, membuat suasana seakan mencekam. Dan perempuan itu memilih beranjak, menjauhi brankar dan keluar dari ruangan.

Perempuan itu menuju tempat administrasi. Setelah sampai, dia berbincang singkat untuk mengetahui hal yang harus dilakukannya.

"Iya mbak, soalnya kakak mbak sudah harus dioperasi. Jika ginjalnya tidak langsung diangkat, hal itu akan berakibat fatal nantinya. " Seorang perawat itu menjawab dan terus menatap prihatin wajah perempuan di depannya. Wajah kurus seperti tak dirawat.

"Ngomong-ngomong biaya operasinya harus dibayar sekarang mbak?" Perempuan itu bertanya sambil memilin jari-jarinya.

"Iya mbak, pembayaran harus dilakukan dulu baru bisa dilakukan operasinya." Jawab perawat itu.

"Ya sudah mbak, kalau begitu saya permisi dulu." Perempuan itu tersenyum tipis, dan pergi dari sana. Tujuannya tak lagi ke dalam ruangan rumah sakit. Kakinya membawa tubuhnya ke luar rumah sakit.

(•)_(•)

Sekarang dia sudah duduk di dalam sebuah angkot. Tujuannya tak tentu, sudah hampir seminggu dia mencari uang dan uang. Tapi tak pernah ketemu, awalnya dia meminjam uang kepada salah seorang temannya yang lumayan kaya. Tetapi, dia tak mau lagi menyusahkan dengan meminjam lagi, setelah meminjam uang 5 juta untuk perawatan awal kakak laki-lakinya itu.

Drttt...drttt...drttt...

Suara dering teleponnya membuyarkan lamunan perempuan itu. Melihat kontak bernama mbak Zahra disana. Dengan secepat kilat, perempuan itu mengangkat telepon karena Zahra adalah perawat yang mengurus biaya administrasi rumah sakit.

"Halo mbak." Perempuan itu menjawab dengan was-was.

"Halo, saya mau kasih kabar mbak, kalau kakak mbak harus segera di operasi. Soalnya jika tidak, kakak mbak tak bisa terselamatkan." Terdengar suara gaduh disana, seperti orang-orang yang sedang berlarian.

"Ya sudah mbak, lakukan yang terbaik, saya akan segera membawa uang operasinya." Perempuan itu menjawab dengan cepat tak berpikir bahwa sekarang dia tak memiliki uang.

"Baik mbak, secepatnya ya mbak, soalnya kakak mbak harus ditangani." Setelah itu terdengar bunyi tut, pertanda telepon dimatikan sepihak.

Perempuan itu menghela nafas, matanya menatap jalanan yang mulai ramai di pagi hari. Ya ini masih pagi, dia lebih sering menginap di rumah sakit dari pada di rumah mereka.

Tanpa pikir panjang dia memutuskan menemui temannya. Orang yang pernah juga meminjamkannya uang.

"Semoga Geby mau nolongin." Perempuan itu berharap lebih.

|•|

Sesampainya di sebuah tempat, sebuah apartemen mewah di salah satu pusat ibukota. Perempuan itu langsung masuk ke dalam.

Di depan pintu, dia menggigit kukunya takut dan malu. Bagaimana tidak, dia sudah pernah meminjam dan ingin meminjam lagi.

Tapi dengan nekat, untuk kesembuhan kakaknya dia harus melakukan apapun.

Ting nong...Ting nong...

Setelah menekan bel, ada suara teriakan dari dalam.
"Bentar..."

Pintu terbuka, menampilkan wajah kusut seorang perempuan.
"Wah ternyata elo Din, masuk dulu."

WITH YOU ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang