🐌23 •|Pergi dan ...

28 2 8
                                    

•||•

- mungkin ... |•

Dinda mengerjap, matanya melihat jam weker di atas nakas. Sudah jam tujuh pagi.

Dia mengalihkan pandangan, dan menatap wajah tampan suaminya itu. Dengan perlahan, tangan nakalnya kembali menelusuri wajah tampan sang suami.

Bryan terlihat kelelahan, karena semalam mereka kembali bercinta di rumah. Bahkan mereka melupakan makan malam akibat kelelahan.

Dinda tersenyum kecut, mungkin ini adalah bangun pagi terakhir dengan pemandangan wajah tenang Bryan. Mungkin.

>\<

"Aku gak kerja ajalah, di rumah aja sama kamu." Bryan merengek saat Dinda menyiapkan kemeja untuknya. Mereka baru saja selesai mandi, jangan lupakan mereka mandi bersama lagi, tak tak ada lagi adegan itu di kamar mandi, mungkin karena kelelahan.

"Kalau kamu gini terus, anak kita makan apa dong?" Dinda berpura-pura sedih, sambil mengangkat dasi hitam Bryan.

"Huft, aku mau kerja di rumah aja kalau gitu." Bryan terlihat keras kepala, tubuhnya hanya tertutupi kimono abu-abu, enggan untuk memakai pakaian yang sudah di siapkan Dinda.

"Gak boleh, pokoknya kamu harus kerja." Dinda melotot, dia akan gagal kabut kalau begitu.

"Iya deh iya." Dengan berat hati, Bryan memakai bajunya. Hatinya merasakan cemas yang berlebihan sejak bangun tidur tadi.

>\<

Dinda akhirnya dapat bernafas lega, dengan telaten tangannya menuliskan surat terakhir untuk sang suami.

Tas berisi keperluannya juga sudah dia siapkan. Hanya sebentar merapikan barang-barangnya, karena memang tidak banyak yang dia butuhkan.

Dinda pergi ke depan dan menatap dapur yang sudah rapi dan bersih. Dinda tinggal menyuruh pembantu pulang dan dia akan pergi.

"Mbok udah bisa pulang ya, yang belum siap biar Dinda aja yang beresin." Dinda menatap wanita paruh baya yang sedang berdiri di dekat kulkas itu.

"Saya belum nyiram halaman Nyah, soalnya banyak debu karena matahari terik banget dua hari ini."

"Udah, mbok. Biar Dinda aja yang siram, kayaknya mbok udah capek." Ucap Dinda dengan nada lembut. Untung saja wanita paruh baya itu langsung mengiyakan.

Dinda merasa lega, rasanya terlalu mudah jalannya untuk melarikan diri. Setelah mengangkat tas dan keperluan lainnya, Dinda menarik pintu dan hendak menguncinya.

"Mau kemana?" Dinda terkejut bukan main.  Memutar tubuh dan bertemu tatap dengan wajah Bryan yang terlihat memerah.

"Em... I-itu... Bu-buang baju bekas kok, iya baju bekas." Dinda mengangkat-angkat tas di genggamannya.

"Din... Jawab yang jujur!! Kamu mau melarikan diri dari aku? Hah?" Bryan maju dan mencengkeram pipi wanita itu.

"Kamu gak tahu di untung ya, setelah aku beri semuanya sama kamu... Kamu malah berniat pergi gitu aja? Iya?" Mata Bryan berkaca-kaca, tangannya semakin erat mencengkeram rahang wanita itu.

"Ng-nggak Bry, a-aku gak mu kabur." Bryan menarik paksa tas dari tangan Dinda. Membukanya dan menemukan pakaian yang sering Dinda kenakan saat di rumah. Ada juga satu foto pernikahan mereka.

"Jadi?? Ini apa?" Bryan melemparkan foto itu hingga bingkainya pecah. Bryan langsung menarik tangan dengan kasar.

Mereka telah sampai di dalam kamar. Bryan langsung mendorong tubuh Dinda dengan kasar. Wajahnya memerah karena marah.

WITH YOU ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang