🐌 TGTHL '7'

69 5 2
                                    

*
*
*
HAPPY READING
*
*
*

Dinda memandang wajahnya yang terpoles make up, dan tubuhnya yang sudah terbalut gaun pengantin. Dia belum juga sadar akan semua hal yang terjadi dalam seminggu ini. Dinda bagaikan patung berjalan, mengikuti semua hal yang terjadi tanpa berpikir banyak hal ke depannya.

Hari ini, dia akan menjadi seorang istri. Yang akan selalu mengikuti suaminya kemanapun dia pergi.

Tok...tok...tok

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya.
"Dek, Abang boleh masuk?" Itu suara Daniel

"Masuk aja bang" Dinda dengan cepat memperbaiki raut wajahnya.

"Kenapa belum turun dek?, bentar lagi kita berangkat" Daniel dengan tuxedo hitamnya berkata. Wajah tampan Daniel seketika membuat hati Dinda yang gundah menjadi tenang. Terlihat Daniel seakan mengatakan semuanya pasti baik-baik saja.

"Iya bang, ini Dinda mau turun" Dinda membalas senyum Daniel menutupi raut bersalahnya. Seharusnya Dinda tak mengecewakan Daniel, seharusnya Daniel menikah lebih dulu darinya. Dan masih banyak lagi seharusnya yang ingin Dinda ucapkan, tapi tak bisa ia lakukan.

Dengan segera keduanya keluar dari kamar Dinda. Mendekati pintu utama yang sudah terbuka. Di sana berdiri seorang supir -yang Dinda yakini adalah suruhan Bryan- sedang menunggu mereka untuk segera berangkat.

"Sudah siap pak, kita harus berangkat acaranya berlangsung satu jam lagi" supir yang bernama Ios itu menyahut saat keduanya sampai tepat di depan pintu.

"Iya pak, ayo" Daniel menjawab dan segera menuntut Dinda memasuki mobil berwarna hitam itu.

*
*

Dinda mengerjap, sekarang dia sudah berdiri di atas altar. Matanya memandang laki-laki tampan yang terbalut tuxedo putih di sampingnya. Pernikahan mereka akan dilaksanakan sebentar lagi.

Dinda hanya bisa diam terpaku, dan berbicara saat hanya diperlukan, terutama saat mengucapkan janji pernikahan mereka.

Pernikahan ini hanya disaksikan oleh Daniel, dan beberapa saksi lainnya, terutama pastor yang membawakan missa. Meskipun ada sedikit kendala tadi, saat pastor menanyakan tentang keluarga yang datang.

Mata Dinda tak lepas dari wajah tampan Bryan, wajah yang selalu terhiasi senyum sedari tadi. Bryan juga sesekali tersenyum kepadanya. Rasanya ini semua seperti mimpi.

Dinda merasakan jantungnya berpacu saat melihat senyum menenangkan itu. Entah pemberitahuan dari mana, mulai hari ini dia seperti menaruh rasa pada pria di sampingnya. Pria yang selalu bersikap manis padanya akhir-akhir ini, terutama seminggu belakangan ini.

Seketika Dinda lupa, akan dirinya yang ingin bertanya tentang 'mengapa pernikahan ini seperti tertutup, dan dimana keluarga Bryan?'

Dinda bahkan tak sadar, saat acara missa selesai dan mereka kembali ke rumah Bryan untuk melanjutkan acara selanjutnya.

*
*

"Dek, Abang pulang dulu ya, kamu baik-baik sama Bryan, sekarang dia suami kamu, meskipun dia terlihat aneh, dan tak mempublikasikan pernikahan kalian ini, tapi Abang yakin, Bryan adalah orang yang baik" Daniel mengusap lembut kepala Dinda.

Dinda hanya tersenyum dan mencium pipi kakak laki-lakinya itu.

"Makasih bang, dan maaf Dinda belum bisa banggain abang" Dinda menangis pelan, dan memeluk erat kakaknya itu.

"Udah jangan cengeng, udah nikah juga" Bryan terkekeh kecil, meski ada yang mengganjal di hatinya.

"Makasih bang" Dinda melepas pelukannya dan mulai melambaikan tangan, melihat Daniel yang menjauh dengan mobil hitam milik Bryan.

WITH YOU ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang