🐌 TGTHL '5'

79 6 1
                                    

*
*
*
HAPPY READING
*
*
*

Mata kuliah siang ini berakhir dengan cepat. Dosen pengajar mereka memiliki urusan mendadak, hingga kelas selesai dengan cepat. Dinda memutuskan mencari pekerjaan sambilan, mengingat dia harus memenuhi kebutuhan hidup untuk ke depannya.

Meski masih memiliki uang sisa, Dinda masih harus mengikuti alur yang dibuatnya. Yaitu, membantu Daniel membayar utang kepada teman Dinda. Meski hanya bohongan.

Dengan bantuan Geby, Dinda bisa membohongi Daniel. Geby menjadi orang yang memberi pinjaman dan langsung dipercayai Daniel tanpa pikir panjang.

Dinda memandang rumah mewah di depannya. Awalnya, Dinda ingin melamar kerja ke perusahaan-perusahaan tetapi mengingat dia masih kuliah, dia pasti tidak diterima kerja, karena perusahaan membutuhkan karyawan lulusan sarjana. Dan Dinda juga sudah melamar kerja di cafe dan restoran, tapi ditolak karena mereka membutuhkan karyawan tetap. Sedangkan Dinda masih harus kuliah.

Akhirnya, disinilah Dinda di depan sebuah rumah mewah ingin mencoba menjadi asisten rumah tangga.

"Maaf Bu, disini tidak menerima pembantu?" Dinda bertanya kepada salah satu pekerja yang sedang menyirami bunga di samping rumah.

"Maaf neng, saya gak tau, soalnya saya cuma ngurusin taman" perempuan paruh baya itu menggeleng.

"Tanya aja sama kepala pelayannya neng, dia kerja di ruang tamu" lanjut wanita paruh baya itu.

"Emang bisa Bu masuk ke dalam?" Dinda bertanya sambil mengeratkan genggaman tangannya.

"Heh... ngapain jadi ngegosip, cepat kerjakan" suara lantang itu menghentikan percakapan keduanya.

"Maaf Bu, ini ada orang mau kerja jadi pembantu" sahut wanita paruh baya itu dengan lembut.

"Gak ada lowongan, sana pergi" setelah mengucapkan hal itu, wanita yang ditebak Dinda adalah kepala pelayan itu pergi.

"Aduh, maaf ya neng, ternyata disini gak nyari pembantu lagi" wanita paruh baya itu memandang Dinda dengan rasa bersalah.

"Ah, tidak apa-apa Bu, kalau begitu saya permisi dulu" Dinda segera pergi, menuju rumah-rumah elit lainnya.

Begitulah hingga 5 rumah, jika tidak di usir secara kasar, kadang di jawab lembut tapi menusuk dari kata-katanya.

Seperti tadi, saat Dinda mendatangi rumah keempat.
"Gak ada, masih sekolah sok-sokan nyari kerjaan, bisa apa kamu?, nanti juga tuan saya rugi ngasih gaji buta" dan Dinda hanya menanggapinya dengan helaan nafas.

*
*

"Jadi?" seorang laki-laki yang tengah berkutat dengan laptopnya bertanya.

"Saya mengikutinya tadi pak, dan yang saya lihat, dia mendatangi banyak rumah. Dan yang lebih aneh, dia mendatangi perumahan elit" salah satu pria berpakaian serba hitam menjawab.

'untuk apa dia mendatangi perumahan elit?, apakah dia ingin menjual diri lagi?' batinnya.

"Cepat temui dia, dan bawa ke depan ku tanpa lecet sedikit pun" suaranya yang penuh penekanan membuat bulu kuduk pria itu berdiri.

"Baik tuan, kalau begitu saya permisi" pria itu segera pergi, meninggalkan singa yang baru terbangun dari tidurnya itu.

"Berani-beraninya kau menjual tubuh mu, apapun akan kulakukan kali ini. Aku tidak mau lengah, dan kembali kehilangan mu lagi, demi perasaan ku dan sakit itu" tangannya terkepal kuat, matanya mengeluarkan sorot tajam.

*
*

Dinda memukul-mukul lengan seseorang yang membekap mulutnya. Suaranya tertahan karena bekapan itu. Matanya mengabur dan perlahan gelap.

*
*

Mengerjapkan matanya perlahan, samar-samar dia mendengar suara teriakan seorang laki-laki.

"Kenapa harus dengan membuatnya pingsan?, apakah kau tidak ingin melihat dunia lagi? hah?" suara yang terasa familiar itu membangunkan Dinda.

Tangannya tergerak, meraba tempatnya terbaring, empuk dan nyaman. Perlahan dia membuka mata, menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam netra coklatnya.

Memilih diam, dia melihat pintu berwarna coklat di seberang. Kenop pintu bergerak, pertanda ada orang yang ingin masuk. Dan Dinda memilih menutup mata, dengan posisi tidur seperti semula.

Dinda merasakan ada seseorang yang mendekatinya, perlahan duduk di kursi dekat dengan kasur.

"Aish katanya dia akan sadar, tapi kenapa dia masih belum membuka mata. Awas saja kau Han, kalau sampai dia tidak bangun juga, kubunuh kau" suara itu, Dinda menebak-nebak dimana dia pernah mendengar suara bariton yang khas di telinganya.

Dinda tersentak kaget, saat benda kenyal dan hangat mendarat di dahinya. Terdiam selama 20 detik disana, dan segera menjauh. Dinda tak merasakan pergerakan lagi. Telinganya hanya mendengar suara derap langkah, dan pintu terbuka dan tertutup.

Memberanikan diri membuka mata, Dinda melihat ruangan itu kosong. Dinda menghela nafas pelan.

"Huft, dimana aku" Dinda mencoba mendudukkan tubuhnya.

"Di rumahku" suara itu, Dinda memutar kepala menatap siluet laki-laki yang terduduk nyaman dan santai di atas kasur di sampingnya.

Jantung Dinda terpacu, mulutnya terbuka pertanda terkejut. Tubuhnya kaku dan tak bergerak.

"Ternyata bener, aku pikir tadi kamu belum sadar, eh setelah dikasih kecupan sama pangeran malah sadar, tau gitu mulai dari tadi aku kasih kecupannya... ck... ck..." Laki-laki itu geleng-geleng kepala, seakan tak terjadi masalah saat itu.

Dinda tambah shock, makhluk tampan di depannya sedang melawak kah, pikirannya. Dinda segera memutar tubuh, hendak turun dari atas kasur. Tapi belum sempat dia berdiri, tangannya sudah berhasil ditarik ke belakang.

Hingga Dinda kembali terbaring, matanya melotot saat laki-laki tampan di depannya menindih tubuhnya.

"Mau kemana?" suara laki-laki itu menghipnotis Dinda.

"Kamu belum ngucapin makasih sudah diselamatkan pangeran" laki-laki itu menyeringai.

"Ma-mak-kasih tuan Bryan" Dinda berujar dengan gagap.

"Aku gak butuh ucapan baby, yang aku butuh servis dari kamu" Bryan semakin menyeringai.

"Ta-tap-i ma-maaf, saya udah berhenti dari pekerjaan itu" Dinda ketakutan saat tangan kokoh Bryan masuk ke dalam kemeja biru tua'nya.

"Ini beda, ini sebagai ungkapan rasa terimakasih kamu" Bryan berucap tepat di depan telinga Dinda.

"Mau ya?" Bryan tersenyum nakal, matanya terus memandang mata Dinda.

Dinda ingin menolak, tapi cengkraman di lengan kirinya membuatnya takut.

"Ma-maaf tuan, say-ya gak bisa" Dinda menutup mata dan kembali menghindari ciuman Bryan, hingga tidak tepat sasaran, dan hanya pipi Dinda 'lah yang mendapat kecupan itu.

'Apa semua orang yang mengucapkan terima kasih kepadanya selalu ditarik ke ranjang' Dinda mengutuk sosok di depannya, yang sialnya ketampanannya membuat Dinda mabuk.

"Harus mau, gak boleh gak mau. Dan jangan panggil aku tuan, panggil nama ku saja baby" Bryan tersenyum dan sejurus kemudian dia telah mengikat tangan Dinda dengan dasi kantornya.

"Dan aku akan membuat mu mengingat ku" Bryan berbisik sambil terus menciumi wajah Dinda, turun ke leher jenjang itu, dan membuat beberapa tanda di sana.

"Bry-an jang-aa-nn" Dinda terus memberontak tapi tak mampu menghentikan iblis di depannya. Dan pada akhirnya Dinda hanya mampu mengeluarkan air mata.

"Cengeng banget sih, kamu gak berubah sama sekali"

"Diam..." serunya saat Dinda masih saja memberontak.

*
*
*
Vote, comment and share♡
*
*
*

~15 February 2021

WITH YOU ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang