🐌 25 •|Adryan|•

30 2 14
                                    

\•/_\•/

Hari ini Dinda sudah bisa pulang. Dari tadi dia sudah menunggu kedatangan Bryan yang masih belum kelihatan batang hidungnya.

Tok...tok...tok...

"Saya mengantar bayinya bu." Seorang perawat datang dengan bayi mungil di gendongannya.

"Wah, sini sus." Dinda menyambut dengan wajah cerah sang putra. Kata dokter putranya itu sangat kuat, meski terlahir prematur tetapi tubuhnya sudah lumayan kuat, bahkan tangannya sudah bergerak dengan lincah.

Jadi Dinda sempat kepikiran jika dia salah menghitung umur anaknya semasa di kandungan, tapi entahlah jangan pedulikan itu karena yang terpenting putranya selamat.

"Halo putra mama, apa kabar hari ini." Bayi kecil yang belum di beri nama itu hanya mengerjap sambil menggerak-gerakkan tangan kecilnya. 

"Sepertinya asi ibu sudah mulai lancar, jadi nanti dedek bayinya sudah bisa di beri minum ya bu. Caranya seperti kemarin yang telah kami arahkan." Perawat itu sibuk berceloteh, dan Dinda mendengarkan dengan seksama.

Setelah selesai dengan urusan rumah sakit. Dinda memilih pulang ke rumah tanpa Bryan. Dengan memesan taksi online dia dan bayi kecilnya akhirnya sampai di depan gerbang rumahnya.

Dinda menaikkan alis saat turun dan melihat gerbang rumah terbuka. Dimana penjaga, apakah ada tamu yang baru datang?

Setelah membayar ongkos, Dinda berjalan dan matanya terbelalak melihat Bryan yang  berciuman dengan seorang wanita.

Entah kenapa hati Dinda terasa sedikit nyeri, seperti ada yang meremasnya. Dinda memalingkan wajah dan bertemu tatap dengan wajah bayinya yang terlihat ingin menangis.

Dinda mengurungkan niat untuk masuk ke rumah. Dengan cepat dia berbalik dan memilih duduk di depan gerbang yang tak terlihat dari halaman depan rumah.

Dinda bersembunyi dengan bayinya di balik kain dan mulai menyusui sang bayi. Matanya sudah meneteskan air mata, namun tak deras sederas menstruasi di hari pertama.

"Rasanya mama jadi merasa bersalah sama kamu nak, soalnya muka kamu mirip banget sama papa mu, mama jadi kesal." Dinda mengusap air matanya dan menatap sang anak yang dengan rakus menyusu.

Dinda keluar dari balik kain setelah menyeka air matanya.

"Kenapa duduk disini?" Dinda terkejut saat mendapati Bryan yang sudah berdiri di depannya.

"Mengagetkan saja." Dinda mengelus dadanya, dan menatap ke segala arah.

Bryan yang melihat Dinda salah tingkah dengan wajah sembabnya terkekeh lucu.

"Ayo ke dalam, disini panas nanti Ryan kepanasan." Bryan berucap dengan nada lembut penuh perhatian.

Kain yg tersingkap itu menunjukkan wajah anaknya yang mulai mengantuk setelah menyusu.

"Siapa Ryan?" Tanya Dinda bingung. Sebenarnya dia berniat diam saja tadi, tapi dia penasaran dengan ucapan suaminya.

"Adryan Aiden, nama anak kita." Jawab Bryan sambil tersenyum tipis. "Apakah kamu menyukainya?"

Tanpa menjawab, Dinda langsung berdiri dan memasuki rumah. Bryan hanya bisa diam sembari mengekori sang istri. Sebenarnya Bryan sudah bisa menebak jika Dinda sedikit aneh, mungkin karena melihatnya tadi.

Ingin rasanya dia menjelaskan, tapi melihat sikap acuh Dinda membuatnya mengurungkan niat. Dia pikir Dinda tak peduli dengan yang terjadi tadi.

|°|_|°|

"Dedek Ryan mau main?" Dinda sedang memainkan tangan Ryan dengan pelan. Saat ini mereka sedang ada di atas kasur kamar utama.

Setelah dia mandi tadi, anaknya sudah bangun. Akhirnya Dinda memandikan sang anak, kemudian memberi susu sehabis mandi, dan anaknya tak kunjung mau tidur.

"Dinda." Tiba-tiba Bryan memanggil dengan kepala yang tersembul di balik pintu.

Dinda tak menjawab dan masih memainkan tangan kecil anaknya.

"Aku mau bicara." Akhirnya Bryan mendekat dan ikut duduk di samping Dinda. Matanya menatap anaknya yang juga menatap balik dirinya.

"Ya-yang tadi itu... Bukan seperti yang kau bayangkan." Bryan mulai berbicara dengan gugup.

"A-aku tidak menciumnya."

Dinda diam saja tak berniat menjawab sama sekali.

"Apa kau mendengar ku? Tolonglah respon, aku seperti radio disini." Bryan mulai menaikkan nada suaranya.

"Huft." Dinda menghela nafas dan mulai memandang wajah Bryan yang mulai terlihat kesal.

"Aku tidak peduli. Walaupun kau berciuman dengan kekasih mu itu, bahkan bercinta pun aku tidak peduli. Dimana pun kapan pun, aku tidak peduli dengan kalian. Lagian aku sadar, kau dengannya sama-sama saling memiliki rasa yang sama. Tidak seperti kita. Jadi jalani lah seperti yang kau mau, aku hanya akan mengikutinya saja." Akhirnya kalimat panjang lebar itu keluar  dari mulut Dinda.

"Apa?" Bryan tercengang. Entah kenapa sudut hatinya terasa sakit. Seperti sakit saat melihat tubuh kaku kembarannya dulu.

"Kau tidak peduli? Katakan sekali lagi!!" Bryan berteriak marah. Tak memperdulikan sekitar. Tangannya sudah mencengkeram kedua bahu Dinda. Bryan sebenarnya ingin mengatakan kalau dia juga memiliki rasa pada Dinda.

Suara bentakan Bryan membuat anaknya tersentak kaget dan mulai menangis.

Dinda mencoba melepaskan pegangan Bryan dari bahunya. Dinda memilih menenangkan sang anak daripada berdebat dengan sang suami.

"Katakan Dinda, jangan diam saja." Bryan semakin emosi saja rasanya. Tadinya dia berharap Dinda cemburu.

Entah kenapa akhir-akhir ini dia berulah hanya untuk mendapatkan perhatian dari Dinda. Bahkan tadi dia mencium Yunia karena melihat Dinda turun dari mobil. Dia sengaja melakukannya. Itu terjadi bukan karena dia menginginkannya, tapi dia hanya ingin Dinda marah dan merajuk. Tapi malah ini yang dia dapatkan.

"Terserah, jangan gampang emosi karena hal yang tidak perlu. Anak ku jadi menangis." Ucapan Dinda seakan membangkitkan jiwa pemberontak Bryan. Laki-laki yang gampang emosi itu berdiri dan keluar dari kamar.

Dinda hanya bisa menggelengkan kepalanya. Tak habis pikir dengan tingkat tempramen suaminya.

|•|_|•|

Bryan memilih club' terdekat, dan memesan beberapa botol minuman. Setelahnya dia menghampiri kumpulan para wanita berpakaian seksi disana.

"Hei, siapa yang kosong? Aku mau menyewa sampai pagi." Ucapan Bryan membuat para wanita itu mengalihkan pandangan dan langsung berebutan untuk di pilih Bryan.

"Kau saja, ayo ikut aku." Bryan menarik wanita berpakaian ungu. Ini yang paling seksi dan montok diantara yang lainnya.

"Kau bawakan minuman ini ke mobil, aku sudah membayarnya." Bryan menyuruh wanita itu untuk mengikutinya.

Setelah perjalanan tujuh menit. Bryan dan wanita itu memasuki rumah, di ruang tengah dia sudah melihat Dinda yang sedang merapikan beberapa barang dan membersihkan lantai dengan penyedot debu.

"Bawakan ke kamar itu." Bryan menunjuk pintu ruangan di pojok lantai dua. Wanita itu dengan cepat berjalan ke lantai dua dan memasuki ruangan yang Bryan maksud.

"Kita lihat apa kau masih tidak peduli."

Dinda terdiam kaku saat Bryan mengucapkan hal itu. Saat Bryan hendak naik ke atas, ucapan Dinda membuatnya terhenti di undakan tangga.

"Kelakuan mu yang seperti ini membuatku semakin ilfeel, aku heran sebenarnya apa isi otakmu. Apakah hanya selangkangan? Apakah hanya selingkuh? Memang bajingan akan selalu menjadi bajingan. Kau tak akan pernah mengerti apa sebenarnya keinginan orang di sekitar mu." Sebenarnya Dinda takut mengucapkan hal itu. Tapi kelakuan Bryan memang semakin membuatnya muak. Mungkin, lain kali dia harus membuat rencana yang lebih matang untuk kabur lagi.

(•)_(•)

🥂

WITH YOU ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang