"Ji"
"Ji"
"JIEUNN....."
"Eoh... maaf"
"Kenapa? Lagi fikirin apa?"
"Entah"
"Entah?"
"Yeon... aku lapar"
"Lapar?"
"Eoh"
"Kita belum lama makan jie... kamu kenapa sih? Apa Eun Woo terlalu banyak memberikan pekerjaan?"
"Tidak, bayarannya setimpal. Tidak masalah,"
"Aku akan minta Eun Woo mengurangi pekerjaanmu. Kamu terlalu banyak bekerja. Aku mulai khawatir"
"Kenapa khawatir?"
"Karena kau menjadi bodoh, seperti sekarang,"
Ji Eun mencoba menyibukkan diri dengan setumpuk pekerjaan. Hingga ia tak menyadari ada seorang yang masuk.
"Berhenti bekerja"
Tuk...Tuk...tuk..tuk (meja diketuk)
"Berhenti bekerja, lanjutkan besok,"
"Kenapa?"
"Hasilnya akan jelek (Ji Eun tak terima), pikiranmu entah lagi di mana. Berhenti. Istirahat kalau itu yang kamu perlukan, atau selesaikan hal yang menganggu pikiranmu"
"Apakah terlihat sekali,"
"Heum,"
"Oh ya... aku harus keluar kota selama satu minggu. Ada urusan. Semua janji yang kupunya seminggu kedepan harus dibatalkan. Ku percayakan urusan kantor denganmu yaa.. thank you Ji. Telponku masih available."
😔😔😔😔😔😔😔😔😔😔😔😔😔😔😔😔
"Noona,"
"Kau lapar Tae?"
"Tidak,"
"Kenapa kakakku murung? Apakah ada yang mengganggu pikiranmu?"
"Tae... noona keluar dulu yaa,"
Ji Eun menyambar tas dan handphone nya. Ia mencoba mendial sebuah nomor
"Halo noona"
"Di mana alamat apartemenmu?"
"Wae?"
"Tidak boleh berkunjung"
"Boleh boleh... aku kirimkan maps-nya yaa. Apa noona sudah makan?"
"Makan?"
"Belum sepertinya. Baiklah. Hati-hati noona, ku tunggu,"
Saat mendapatkan alamat, Ji Eun tak berlama-lama lagi. Ia langsung menuju tempat laki-laki yang mengganggu pikirannya seharian ini.