Bag. 5

943 171 9
                                    

Wanita berambut indigo itu enggan memejamkan kedua kelopak matanya. Padahal, malam sudah kian larut. Ia tampak gelisah. Tidur dengan gaya miring, salah. Gaya telentang pun salah juga. Ia benar-benar dilanda galau berat. Galau karena memikirkan ucapan wanita paruh baya berambut merah yang ia temui siang tadi.

"Kuharap kau mau menerima tawaran kerja sama kami, Hinata," Kushina meletakkan sendok dan garpunya. Ia mengunyah pelan katsu karee buatan chef handal di restorannya. Begitupula dengan Hinata dan Hanabi, mereka berdua mendadak susah untuk menelan pasta yang sedang mereka kunyah. Mereka beradu pandang sesaat dan menunduk.

Kushina menawarkan, agar mereka berjualan di restoran Nazu Family Resto saja. Tidak usah mangkal lagi. Pihak resto akan menyediakan dapur khusus untuk mereka. Kushina juga akan mempromosikan takoyaki buatan Hinata sebagai ikon untuk cemilan di Restonya. Karena minggu depan, ia akan mengeluarkan menu maincourse yang baru. Biar sekalian saja promosinya, itu pikiran Kushina.

"Mm..begini, Nyonya.."Hinata tampak gemetar saat ingin  menjelaskan keinginannya. Wajahnya tertunduk. Ia menghentikan laju suapan ke mulutnya.

Mendengar Hinata yang kembali memanggil dengan sebutan Nyonya. Membuat Kushina memutar bola matanya. Ia melipat tangan di atas meja dan menatap penuh ke sosok gadis di hadapannya itu. Wanita itu berujar,"Ibu, Hinata..Ibu..apa kau lupa heh ?" ralat wanita berambut merah sepunggung itu. Ia membetulkan sebutan dirinya yang tak sengaja terlontar dari bibir Hinata.

Hinata menggeleng lambat, lidahnya terasa berat untuk memanggilnya dengan sebutan yang dititahkan Kushina padanya,"Ma-maaf, sa-saya tak bisa, Nyonya," ujarnya pelan, masih dengan menundukkan wajah.

Kushina merasa senang saat melihat Hinata yang tampak malu-malu bahkan canggung di depannya. Sikap sopannya mampu membuat Kushina  jatuh hati pada gadis penjual takoyaki itu,"Kalau begitu, bibi saja ya," tukasnya mutlak, Kushina berusaha untuk tidak membuat mereka memilih. Wanita paruh baya itu mendesah napas pelan. Rasanya, ia tak ingin membuang waktu hanya untuk sekedar meluruskan masalah sebutan saja.

Hinata kembali mengadu netra rembulannya dengan Hanabi. Seolah mengerti bahasa mata sang kakak yang meminta persetujuan darinya, Hanabi membalasnya dengan anggukan paksa,"Ba-baiklah, bi-bibi," ucap Hinata, masih dengan tergagap karena lidahnya masih belum terbiasa.

"Kami akan memikirkan tawaran dari nyonya..Upps bibi Kushina." kali ini, Hanabi menyela. Ia cukup geram dengan sang kakak yang tampak bertele-tele berbicara. Padahal hanya sekedar untuk memberi keputusan saja 'kan ?

Perlahan lengkungan senyum terbit di wajah Kushina,"Iya, boleh. Tapi jangan lama-lama ya, lusa kembalilah kemari. Tapi, besok pagi, aku mengundang kalian untuk ke rumahku. Aku ingin mengajak kalian minum teh bersama," tutur Kushina merendah, dengan nada sedikit memaksa.

Hanabi mengunyah pastanya tanpa sisa dengan begitu lahap. Sedangkan Hinata makan perlahan, tapi pikirannya melayang entah kemana. Di detik berikutnya, gadis cantik itu berseloroh,"Maaf nyonya eehh bibi. Saya tak bisa ikut pergi karena besok saya harus bersekolah." ujar Hanabi lancar, ucapannya sedikit keserimpet saat ia memanggil Kushina dengan embel-embel Nyonya, sebutan yang tak disukai Kushina.

Sebenarnya mereka masih canggung untuk memanggil Kushina, ibu atau bibi. Tak ada dalam pikiran mereka bahwa perkenalan singkat saat itu akan membekas di hati Kushina. Bahkan saat wanita paruh baya itu bilang kalau ia sudah jatuh cinta dengan rasa takoyakinya yang berbeda dengan takoyaki kebanyakan yang dijual orang-orang.

Kushina tersenyum lembut ke arah Hanabi. Ia juga senang melihat gadis berusia 15 tahun itu menghabiskan pastanya. Terlihat dari piringnya yang sudah kosong,"Tak apa, Hanabi. Kau bersekolahlah yang rajin. Dan sebarkan info di grup medsosmu kalau takoyaki kakakmu pindah ke Restoran kami,"

Takoyaki Girl (End) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang