Bab 16

1.8K 140 1
                                    

"Mas, aku mau kerja nih!"

Ini hari Jum'at, hampir pukul delapan. Danila sedang memakai baju, dia hendak berangkat kerja. Tapi sejak tadi dua tangan Haris melingkar di pinggangnya. Laki-laki itu mengikutinya ke manapun ia pergi.

Bahkan Dini dan Dewa harus diantar kakek neneknya ke sekolah, karena ayah mereka sibuk mengekori Danila, istrinya.

"Gak usah kerja deh. Masa baru nikah udah kerja aja." Haris mengeratkan pelukan, dia meletakkan dagunya di pundak kiri sang istri.

"Masa gak usah kerja sih Mas. Ini kan bukan akhir pekan. Lagian, kita juga nikahnya mendadak banget."

Ya, mereka memang sudah menikah, dua hari lalu di Kantor Urusan Agama. Bagaimana bisa? Oh tentu bisa.

Kilas Balik.

Waktu itu Haris merasa sangat senang karena Danila menerima lamarannya. Dia menceritakan semuanya pada Mariana, ibunya.

"Serius?!"

"Iya, Ma."

"Bagus! Kalau gitu kita mulai persiapan pernikahan besok."

"Hah?! Besok? Gak kecepetan, Ma?"

"Enggak! Memangnya kamu enggak mau cepat-cepat nikah sama Danila?"

"Mau sih, tapi---"

"Udah, kamu tenang aja. Biar Mama yang urus semuanya. Kamu tinggal ngucapin ijab Kabul nanti."

"Tapi, Ma. Aku masih nganggur, Danila bilang, aku harus punya pekerjaan dulu," kata Haris.

Mariana tertegun beberapa detik. "Ah, gampang itu mah." Dia menjentikkan tangannya.

"Maksudnya gampang?"

"Nanti Mama suruh Papa jadiin kamu staf di kantornya."

"Tapi 'kan aku dokter, Ma. Mau kerja apa di kantor Papa?"

"Apa aja bisa. Cuma jadi asisten Papa juga boleh. Kan yang penting kamu punya kerjaan, iya kan?!"

"Iya ... sih." Haris ragu, tapi mungkin perkataan sang ibu ada benarnya.

Mariana bekerja sangat cepat, secepat jadwal kereta api di stasiun. Dia mengurus Surat Pengantar Nikah (dari kelurahan/desa), Surat Persetujuan Mempelai dan berbagai persyaratan administratif lainnya dengan tangannya sendiri dibantu oleh Davina.

Karena calon mempelai pria dan wanita tinggal di daerah yang sama, itu mempermudah prosesnya.

"Kalau nikah di KUA bisanya kapan, Pak?" tanya Mariana pada petugas KUA setelah dua pekan berjalan.

"Bisa kapan aja, Bu. Asal bukan hari libur."

"Berarti besok bisa, Pak?"

"Bisa, asal semua syaratnya sudah terpenuhi."

Dan benar saja, keesokan harinya, Danila ditarik ke gedung itu.

"Kita mau ngapain di sini, Mas?" Danila bertanya pada Haris, ia yang sedianya akan berangkat kerja kebingungan, karena tiba-tiba terdampar di tempat yang tak biasa ia kunjungi.

"Mau nikah," jawab Haris.

"Siapa yang mau nikah?"

"Kita lah, memang siapa lagi?" Haris tersenyum.

"Mas, jangan becanda deh! Aku mau berangkat kerja nih, udah kesiangan."

"Aku udah mintain izin sama bos kamu. Dia izinin kok." Haris mengambil telepon selularnya dan membuka aplikasi chat. Dia memperlihatkan percakapannya dengan Rania. Sahabat, sekaligus atasan Danila. "Mau liat chat aku sama Rania? Nih!"

Panggil Aku AyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang