Bab 2

2.6K 186 1
                                        

"Bukunya sudah semua?"

"Udah Bu." Terdengar dua warna suara menjawab pertanyaan itu.

"ya udah, ayo kita sarapan dulu."

Danila menghidangkan menu makanan yang sudah ia siapkan sebelumnya.

Anak-anaknya akan pergi ke sekolah, beberapa menit lagi mungkin Haris akan datang menjemput mereka.

Laki-laki itu sungguh sangat memaksakan diri untuk mengantar sekolah Dini dan Dewa setiap pagi sebelum berangkat kerja. Padahal, puskesmas tempatnya bertugas butuh waktu berjam-jam untuk ditempuh.

Sejak Danila memutuskan kembali ke rumah Bunda Siska, Haris juga memutuskan untuk kembali tinggal di rumah orang tuanya, dia ingin bisa bertemu dengan anak-anaknya setiap hari, mengantarkan mereka sekolah setiap pagi.

Mariana, Ibu Haris, sangat mengkhawatirkannya, dan tentu juga Danila meski ia tidak pernah mengatakan apapun. Ia hanya bisa berdoa.

Setiap kali Haris datang menjemput anak-anak Danila selalu berdoa dalam hati, semoga ayah dari anak-anaknya itu selalu dalam lindungan Allah SWT, tidak sakit karena kelelahan, selalu dimudahkan urusannya dan sebagainya.

Tin! Tin!

"Ayah sudah datang, ayo berangkat sekolah!"

Dua buah tas berisi buku-buku dan bekal makan dibawa Danila, Dini berteriak girang karena mendengar suara ayahnya dari beranda rumah. Sedangkan Dewa hanya menutup mulutnya dan tampak berekspresi jengah.

"Baik-baik sama Ayah ya, Sayang."

Dewa mengangguk malas mendengar pesan ibunya. Begitulah, setiap pagi, setiap hari.

"Hati-hati ya, Mas!" kata Danila pada mantan suaminya, dibalas anggukan oleh laki-laki itu.

Sejurus kemudian, mobil Haris melaju meninggalkan Danila yang tak henti melambai-lambaikan tangan.

"Ya Allah, jagalah anak-anakku di manapun mereka berada, jagalah juga Haris ayah mereka, mudahkan segala urusannya dan selamatkan ia dari segala marabahaya." Begitu doa Danila dalam hati.

Setelah mobil Haris menghilang dari pandangannya, Danila masuk ke dalam rumah. Dia berjalan menuju dapur, hendak membereskan sisa-sisa sarapan anak-anaknya. Dan membuat menu sarapan untuk sepupu dan juga bibinya .

Satu jam kemudian, wanita itu terlihat menaiki tangga menuju lantai dua. Sebuah pintu nampak dalam penglihatannya, itu kamar Bunda Siska.

Danila membuka pintu itu, di sana terlihat Davina sedang memakaikan baju ibu tirinya.

"Bunda sudah mandi?" tanya Danila pada sepupunya.

"Sudah," jawab Davina.

"Aku sudah buatin sarapan. Anak-anak juga udah berangkat ke sekolah."

Davina mengangguk, dia hampir selesai memasang kancing di kemeja yang dikenakan Bunda Siska.

"Sudah selesai."

Bunda tersenyum senang karena akifitas memakai bajunya berjalan sempurna.

"Bunda makan dulu ya,"

Danila dan Davina bekerja sama memapah Bunda Siska untuk menuruni tangga. Beberapa bulan ini, Bunda memang meminta untuk dapat makan di ruang makan, tidak lagi di kamar. Kakinya sudah bisa memijak lantai, tangannya juga sudah bisa memegang sendok, meskipun jalannya masih tertatih-tatih.

"Bunda mau disuapin?" tanya Danila.

"Enggak, mau makan sendiri," jawab Bunda Siska dengan suara terbata.

Panggil Aku AyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang