Danila gelisah, antara ingin pulang atau tetap di rumah itu. Malam sudah mulai larut, dia juga belum mandi.
Beberapa kali menelepon Mama Mariana, tapi sepertinya wanita itu sedang sibuk, entah apa yang sedang beliau lakukan.
Sedangkan di kamarnya, Haris sudah selesai menyantap hidangan makan malam. Meski masih sedikit pusing, dia memaksakan diri untuk bangun dan mencari keberadaan Danila.
"Kamu lagi ngapain di sini?" Dia mendapati wanita itu sedang duduk di ruang tamu.
"Aku mau pulang. Tapi kok Mama sama Papa belum pulang juga ya?" jawab Danila.
"Kamu mau pulang?"
"Iya, Mas."
"Ya udah. Aku anter kamu."
"Eh, gak usah. Mas 'kan masih sakit. Biar aku pulang sendiri aja."
"Ini sudah malam, Nila. Gak seharusnya kamu pulang sendiri."
"Gak apa-apa, Mas. Udah biasa kok."
"Apa?! Udah biasa? Kamu sering pulang malam begini?"
"Iya. Lagian ini juga belum malam banget, masih setengah Sembilan."
Haris tak percaya ini, selama ini Danila sering pulang malam sendiri?
"Mulai sekarang, kamu gak boleh pulang malam sendiri. Aku akan anter kamu. Selanjutnya juga begitu. Kalau kamu mau pergi ke mana-mana malam hari, harus dianter!"
Sebuah pandangan jengah menyerang Haris, Danila tak mengerti, kenapa mantan suaminya itu sampai harus mengatur jam malamnya?
Ah! Sudahlah. Dia harus pulang sekarang.
"Eh, Tunggu! Aku ambil kunci mobil dulu."
Haris bergegas berlari menuju dapur. Di sana kunci mobilnya disimpan, di gantung di dinding.
"Stop! Kubilang kan tunggu tadi."
Danila yang sudah di ambang pintu terhalangi karena langkahnya dijegal oleh Haris.
"Gak usah diantar, Mas. Kamu mending istirahat lagi," kata Danila.
"Gak! Aku mau nganter kamu. Kalau gak mau, kamu gak boleh pulang!" kata Haris. Dia mengunci pintu dan memasukkannya ke dalam kantong celana.
Apa?! Danila menganga. Semakin lama laki-laki itu semakin menyebalkan.
"Mas, buka pintunya!"
"Boleh, asal kamu mau diantar kamu pulang."
Danila mencebik. "Tapi kamu masih sakit," katanya.
"Enggak, aku udah sehat kok," kata Haris. Danila menghela nafas, sepertinya dia harus mengalah.
Beberapa menit kemudian, mereka sudah berada dalam mobil. Jika boleh jujur, sebenarnya Haris merasa sedikit pusing. Tapi dia tidak sudi membiarkan Danila pulang sendiri.
"Kamu gak apa-apa, Mas?"
Tiba-tiba mobil berhenti, Danila panik saat melihat Haris berdesis sambil memijit pelipisnya sendiri.
"Biar Nila yang nyetir aja."
Tanpa menunggu persetujuan, dia membuka pintu kemudi, lalu membimbing mantan suaminya pindah ke kursi penumpang belakang.
Sebenarnya dia sudah menawarkan diri untuk menyetir sejak awal, tapi laki-laki itu bersikeras dia yang harus menyetir. Danila menyentuh dahi Haris, panas.
Lihat kan bagaimana jadinya?! Keras kepala sih.
Ke mana dia akan mengemudikan mobil ini sekarang? Kembali ke rumah Haris? Tapi ini sudah dekat dengan rumah Bunda Siska.
KAMU SEDANG MEMBACA
Panggil Aku Ayah
RomansIni adalah sekuel dari Mengapa Dia Ayahku? Kehidupan Haris, Danila, dan kedua anak mereka juga Davina setelah semua yang disembunyikan selama bertahun-tahun terbongkar.