Bandung, 06 Oktober 2020
Keadaan seperti mendukung perasaan untuk turut berseteru dalam kalutnya pikiran. Hujan deras diluar mengguyur Kota Bandung, seolah sang hujan mengira jika Bandung tengah mengalami kekeringan fatal. Grace hanya diam termangu menatap satu persatu bulir hujan menghantam jendela kamarnya.
Kegamangannya seolah ikut terlepas bersama helaan napas yang keluar dari bibirnya. Grace tidak pernah menyukai hujan. Bukan seperti budak cinta lain yang akan merangkai berbagai sajak soal cinta dan kehidupan dikala hujan. Tentu Grace bukan perempuan yang seperti itu.
Tapi entah karena satu hal dan yang lain, hujan senantiasa membuat hatinya tenang.
Ponselnya berdering didalam saku jaket parka merahnya. Panggilan dari Ravi--kekasihnya, mengganggu lamunan Grace. Dia tanpa ragu menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan sang tambatan hati.
"kenapa?"
"Grace, aku jemput sekarang, ya?"
Grace tersenyum masam kemudian mengangguk. "iya.. If you don't mind, hujannya deras banget soalnya."
Suara kekehan dapat Grace dengar dari seberang sana. "Grace.. Kapan sih, aku pernah keberatan soal sesuatu kalo itu menyangkut kamu?"
Sudah biasa.
Ravi selalu bisa membuat bualan dari mulutnya, berharap untuk meluluhkan hati Grace. Sejauh ini Ravi tahu kalau, Grace tidak benar-benar mencintainya. Bahkan setelah 4 tahun menjalin hubungan.
Grace juga sadar, kalau Ravi pun mengetahui jika dia tidak sama sekali menaruh perasaan pada cowok Kanada itu. Entah alasan apa yang membuat keduanya memilih untuk tetap mempertahankan hubungan tanpa rasa ini.
Atau mungkin... Hanya Ravi yang menaruh perasaan pada Grace, tapi tidak sebaliknya.
"Aku tunggu di ruang tamu, Rav. "
"okay, i'm on my way. "
"Hmm.. "
Panggilan terputus. Grace kembali menerawang hujan yang seolah tengah mencacinya. Iya, Grace merasa tenang saat hujan, namun disaat yang sama, dia seperti sedang dicaci oleh sang hujan.
Kenapa?
Tanpa ditanya juga sudah pasti jawabannya adalah, kenapa dia menyia-nyiakan Ravi, dengan masih tetap mempertahankan hubungan ini. Ibarat sebuah benalu yang menjalar di pohon mangga, mungkin Grace patut dicap sebagai benalu itu.
Benalu akan selalu mengikis pohon mangga, bahkan jika bisa sampai pohon itu mati dalam keadaan mengenaskan. Tapi apakah pohon itu keberatan dan marah? Tentu tidak. Sama hal nya seperti Ravi, dia tidak keberatan meskipun perasaannya tak pernah dibalas dengan setimpal, bahkan setelah 4 tahun yang mereka habiskan.
Ravi tidak pernah keberatan atas perasaannya pada Grace. Dia tidak pernah marah walaupun tahu kalau Grace masih saja belum menyukainya hingga sekarang. Dan bedanya dia dengan pohon mangga yang dihinggapi benalu, Ravi tidak akan mati seperti si pohon.
Dia memilih bertahan, dan terus mencoba. Sampai Gracia-nya sudi untuk membukakan hati agar ia tinggali.
♡ ♡ ♡
Grace dan Ravi kini berjalan beriringan dari arah parkiran menuju gedung fakultas Grace. Jemari hangat Ravi mulai menggenggam tangannya. Grace tersenyum tipis kemudian menatap wajah Ravi dari samping. Laki-laki berkacamata itu berhasil membuatnya bahagia.
Bukankah lebih baik dicintai daripada mencintai? Itulah yang saat ini Grace rasakan. Ada rasa bahagia dalam dirinya ketika menemukan sosok Ravi yang benar-benar tulus mencintainya. Meskipun Grace belum bisa mencintainya, namun ia akan berusaha untuk menjadi yang terbaik untuknya. Grace akan berusaha membuat Ravi tersenyum, meski rasanya tak sebanding dengan semua kebahagiaan dan perhatian yang Grace dapatkan darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain in December | Mark Lee
FanfictionTepat saat hujan di bulan Desember, Aku menyadari bahwa ternyata Aku mencintaimu. "Happy anniversary sayang... I love you. "