04

21 10 3
                                    

Malam ini bulan terlihat penuh dan menerangi jalanan yang gelap. Cuaca hari ini cukup mendukung tidak seperti tadi siang. Mendung kini hilang entah kemana. Ravi padahal sudah mengeluarkan mobilnya supaya tidak kehujanan tapi malah cuaca berkebalikan dari apa yang ia pikirkan.

Ravi datang ke rumah sakit untuk menjemput Grace. Ia melangkah ringan menuju ruangan dimana Alam tengah dirawat. Tangan kanannya menggenggam paper bag berwarna coklat sedangkan tangan kirinya memegang kunci mobil. Sepanjang lorong senyumannya tak mau pudar ketika memandangi barang bawaannya itu.

Namun ketika ia telah sampai pada ruangan Alam, yang ia lihat hanyalah Aksa, Andy, dan Alam. Tiga orang itu tengah terduduk di sofa dan sibuk menangis tersedu-sedu di depan laptop. Setelah bertanya pada Alam akhirnya ia hanya bisa melangkah gontai menuju parkiran.

Alam hanya memberitahu Ravi kalau Grace tadi berangkat ke kampus. Dan Ravi sama sekali tidak melihat Grace ada di kampus. Ravi juga sudah pergi ke rumah gadis itu, namun rumahnya sepi. Akhirnya ia hanya bisa menunggu Grace menghubunginya. Karena gadis itu tidak membalas pesannya dan tidak mengangkat telpon darinya sampai sekarang. Perasaannya berkecamuk. Ia khawatir sesuatu terjadi pada Grace.

Ravi membuka pintu mobilnya. Namun belum sempat ia masuk, ia menatap langit yang sangat gelap tanpa ada satupun bintang dan tidak ada bulan. Rintikan hujan turun malam itu. Tangannya terulur mengadah untuk merasakan rintikan hujan itu. Ia tersenyum sumir kemudian masuk ke dalam mobilnya.

Tidak sia-sia dia membawa mobil. Cuaca memang selalu mendukung suasana hatinya.

Mobil Ravi melaju membelah jalanan Kota Bandung. Ia berhenti ketika lampu merah mulai menyala dan menatap ke samping kanannya dimana ada mobil berwarna silver berhenti di samping mobilnya. Bisa terlihat dari jendela mobil Ravi kalau di dalamnya ada sepasang kekasih yang mana perempuan itu tengah bergelayut manja di lengan pasangannya yang tengah fokus pada jalan. Ravi hanya bisa menertawakan dirinya yang bahkan tidak pernah sekalipun mendapatkan perlakuan manja dari Grace. Hanya dia yang selalu manja pada Grace.

Ravi akhirnya melacak keberadaan Grace melalui ponsel. Hanya itu yang bisa ia andalkan untuk saat ini. Mobilnya kembali melaju setelah lampu hijau menyala. Setelah mengikuti arah yang ditunjukkan oleh ponselnya, sekarang mobilnya berhenti tepat di depan gerbang rumah Jagat. Ravi mengernyit.

"Ngapain dia disini? " gumamnya. Akhirnya Ravi berusaha meyakinkan dirinya dan berpositif thinking. Ia menekan bel di depan gerbang rumah Jagat.

"Sebentar! " suara melengking itu berhasil membuat Ravi mematung. Dan saat ini gerbang terbuka, wajah pucat Grace terlihat jelas di depannya sekarang. Ia semakin dibuat terheran dengan penampilan Grace yang sedikit acak-acakan.

"Siapa? " suara berat itu menyahut dari pintu rumah. Langkah kaki terdengar semakin mendekat. Dan serasa ditusuk oleh pedang dadanya terasa sakit ketika melihat Jagat yang berdiri di belakang Grace dengan penampilan jauh lebih berantakan.

"Kamu ngapain disini? " tanya Ravi yang mulai habis kesabarannya.

"Main ke rumah dia, apa salahnya? " Grace bingung dengan ekspresi Ravi yang mulai terlihat menahan amarahnya.

"Main? Ini udah malem, Grace. Are you kidding me? " Ravi tertawa, entah apa yang ia tertawakan.

"Masuk dulu elah gaenak ngobrol di depan rumah dilihatin tetangga. " ujar Jagat yang berusaha mencairkan suasana.

Mereka akhirnya masuk dan duduk di sofa ruang tamu. Ravi menatap sekeliling ruangan yang terlihat rapi dan bersih. Ia akhirnya bangun dari sofa dan memilih ikut ke dapur bersama Grace yang tengah menyiapkan teh hangat. Seketika pandangannya teralihkan pada Jagat yang tengah membawa pakaian Grace turun dan membawanya ke kamar mandi. Ia mengernyit.

Rain in December | Mark LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang