Kabar tentang hubungan Ravi dan Grace masih belum reda, bahkan banyak yang sering melempar kalimat-kalimat pedas di grup whatsapp, Grace yang dibenci oleh semua orang hanya bisa menghela nafas dan menutup ponselnya, ia bahkan tak berani untuk membuka ponselnya, berangkat ke kampus pun harus dengan Andy atau Zoya. Tak mungkin Grace meminta tolong Ravi, yang ada ia akan semakin dibenci.
Ravi kemarin sempat menjelaskan di grup kalau semua yang mereka dengar salah, namun tak ada yang percaya. Hey! Siapa yang akan percaya pada seseorang yang sudah bucin tingkat akut? Bisa saja saking cintanya Ravi akan selalu membela Grace apapun yang Grace lakukan. Dan ya terbukti dari Ravi yang mengatakan kalau berita itu bohong padahal dirinya sendiri yang bohong.
Semakin Grace mengelak semakin tak ada yang memercayai nya. Itulah dunia, terlalu kejam. Baru kali ini Grace merasakannya. Selalu banyak yang meliriknya dengan tatapan benci, lokernya penuh dengan note-note penuh kebencian, bahkan ada yang menyiramnya ketika ia berada di bilik kamar mandi, entah siapa karena Grace tak melihat wajahnya dan mereka sama sekali tak bersuara, hanya terdengar suara tawa puas dari luar bilik, hahah benar-benar hari yang melelahkan.
Hari ini sialnya benar-benar lebih parah daripada kemarin. Ia tersandung kaki seseorang di kantin hingga makanannya berceceran di lantai, minumannya tumpah, kemudian saat berjalan melalui koridor ia sengaja ditabrak minuman hingga pakaiannya basah--ah sebenarnya Grace tak masalah dengan pakaiannya tapi bagaimana dengan tugasnya yang basah? Tulisannya luntur hingga tak bisa dibaca. Grace benci itu dia benar-benar sudah lelah.
"Masih gamau udahin hubungan kalian? " suara berat menyeruak membuyarkan lamunannya di rooftop. "Gue gabisa bantu kayanya.. " laki-laki dengan jaket hitam itu duduk di samping Grace sembari menatap pemandangan kota yang mungkin sudah bosan untuk mereka tatap terus menerus, ia menghela nafas berat.
Grace yang mendengar penuturan laki-laki itu hanya tersenyum tipis sembari menikmati angin yang berhembus menerbangkan surai hitamnya, matanya menatap langit yang mulai berubah warna menjadi oranye. Andy yang tak mendengar jawaban apapun menatap gadis disampingnya, ia bergeming menatap Grace yang masih terlihat tenang di saat keadaannya tengah terpuruk.
"Jangan lakuin apapun... " Grace mulai bersuara. "Gue yakin tuhan punya rencana tersendiri untuk gue.. Entah apa itu yang pasti kejutan. " lanjutnya, tatapannya masih tak lepas pada langit sore, senyumannya masih terpampang jelas di bibirnya.
Andy dibuat speechless, ia tak menyangka kalau gadis yang terlihat rapuh itu akan sangat kuat meski diterpa banyak masalah, bagaikan rumput liar yang berjuang bertahan hidup di tengah badai, banjir, dan panasnya kemarau, bahkan meski diinjak berkali-kali ia akan tetap hidup dan berusaha berdiri tegak. Tanpa ia sadari ia tersenyum samar.
"Di, Apa menurut lo kalau gue akhiri hubungan gue sama Ravi apa masalah akan berakhir? " tanyanya, netranya beralih menatap Andy yang sibuk memandanginya. "Menurut gue yang benci akan selalu benci dan yang ada kalau gue akhiri gue sama Ravi yang nggak bahagia... Mereka yang hanya bisa ngejudge akan semakin senang karena permainan akan mereka berjalan sesuai keinginan mereka... " jelasnya, ia kemudian tersenyum tipis.
Angin semakin bertiup kencang dari atas sana, rambut Grace dibuat berantakan olehnya, pandangannya turun ke arah kakinya yang berayun menggantung karena ia duduk di atas meja. Grace tak menyangka hubungannya yang dulu sangat sederhana akan menjadi serumit ini, entah kenapa banyak yang menyuruhnya untuk mengakhiri hubungan sepihak ini, tak hanya orang-orang tapi juga teman-teman bahkan kakaknya sendiri--kecuali Zoya. Entah kenapa tapi Zoya sangat mendukung hubungannya dan Ravi.
Grace turun dari meja, sontak Andy langsung menatapnya. Grace hanya tersenyum kemudian menepuk bokong rok pendeknya, tangannya terulur mengambil tas dan beberapa buku yang ia bawa tadi.
"Gue pulang dulu ya! " pamitnya dengan senyuman yang masih terpampang jelas di bibirnya hingga menampakkan gigi kelincinya.
"Gue anter? " tawar Andy.
"Gak usah, gue naik bus aja. " ujarnya kemudian berjalan meninggalkan Andy yang masih menatapnya dengan ekspresi yang sulit di artikan.
Ia hanya bergeming menatap punggung mungil Grace yang semakin menjauh dan menghilang di balik pintu.
• • •
"Bang! " Ravi berteriak dari ruang tengah, ia yakin kakaknya pasti masih tidur di kamarnya. "Eh dek! " Ravi langsung menoleh ke belakang sofa ketika mendapati adiknya tengah berjalan menuju dapur.
"Apa? " jawabnya santai.
"Panggilin abang di atas dong. " pintanya.
"Huft.. " Juvia hanya bisa menghela nafas pasrah dan beranjak pergi ke lantai atas. Ravi hanya tersenyum tipis melihat punggung adiknya yang semakin menjauh.
Tak perlu menunggu lama, selang beberapa menit akhirnya kakaknya keluar dari kamarnya.
"Ada apaan sampe nyuruh Juwi bangunin gue? " tanya Johnny sembari mengucek matanya. "Padahal lagi mimpi ketemu member Red Velvet... " gerutunya. Ravi hanya menggelengkan kepalanya kemudian menepuk sofa.
"Sini duduk. "
Yang ditawari hanya menurut dan duduk di sampingnya dengan nyawa yang masih belum sepenuhnya terkumpul.
"Bang, bantuin gue. " pinta Ravi sembari memutar badannya ke arah kakaknya, tangannya merangkul punggung sofa.
"Grace? " tanyanya, Johnny tau adiknya tak akan meminta tolong hal lain selain tentang Grace atau untuk Grace, Ravi hanya mengangguk sembari tersenyum.
"Mau apa? "
"Bilangin ke mama sama papa suruh pulang dan minta pertunangan gue sama Grace dipercepat, kalau bisa minggu ini. " mata Johnny yang sebelumnya terasa berat untuk ia buka akhirnya langsung terbuka lebar ketika mendengar penuturan Ravi.
"Lo waras?! " tanya kakaknya setengah berbisik.
"Waras lah! Kalo kaga mana mungkin gue minta tunangan dipercepat. "
"Lo gila? Perasaan lo aja belum kebales sama Grace, dan lo minta tunangan? "
"Iya, biar rumor di kampus ilang bang. " jelasnya.
"Rumor apaan emang? "
"Rumor kalo gue dicintai sepihak doang sama Grace. " Ravi terdengar lesu ketika menjelaskan.
"Lahh itu kan fakta! Kaga rumor kaga fitnah kaga gosip maemunahh " Johnny gemas dengan perkataan adiknya. "Toh juga meskipun kalian tunangan belum tentu itu rumor bakal ilang. " lanjutnya.
"Ya intinya usaha dulu! "
"Udahlah usaha lo bakal sia-sia, tinggalin aja dia. Lo gak akan rugi kok, dia yang bakal rugi. " ujar kakaknya kelewat santai, tangannya terulur mengambil toples berisi keripik kentang, jari-jarinya masuk dan mengambil dua buah keripik dan memasukannya ke dalam mulutnya. Air muka Ravi berubah drastis, ia menatap kakaknya dengan tatapan tak suka.
"Bang, lo kok jadi jahat gini? What did she do to make you hate her so much? "
"Mark, you're too blind to love, and I hate it when you're just a toy! "
"Up to you! " Mark langsung beranjak pergi meninggalkan kakaknya yang menatapnya dengan penuh amarah, ia tak memedulikan kakaknya yang meneriaki namanya beberapa kali.
.
.
.
.
.
. To be ContinuedAaa mian lagi gak lancar idenya :")
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain in December | Mark Lee
FanfictionTepat saat hujan di bulan Desember, Aku menyadari bahwa ternyata Aku mencintaimu. "Happy anniversary sayang... I love you. "