16

9 5 0
                                    

Pak Joko hari ini pulang mendadak karena Jagat mengabarinya tentang keadaan Grace yang sekarang. Jagat tak tahu harus meminta pada siapa lagi kalau bukan pada ayahnya? Ingin rasanya Jagat memberitahu Ravi, tapi ia rasa itu justru akan memperkeruh keadaan.

Ravi hampir setiap hari kemari hanya untuk menemui Grace dan meminta maaf, padahal Grace tak mau bertemu siapapun, ia bahkan mengunci dirinya di kamar Jagat dan terpaksa Jagat tidur di kamar tamu. Ravi dan Jagat sudah mati-matian membujuk Grace untuk makan, tapi sulit sekali.

"Rav, bujuk lagi gih. Kalo berhasil gue restuin hubungan kalian. " Jagat memberikan nampan berisi susu, air putih dan bubur.

"Dia kenapa sih bang? Kok sampe kaya gini? " tanya Ravi yang mulai frustrasi dan khawatir. Bagaimana tidak? Ia selalu overthinking dan berasumsi bahwa dirinya yang membuat Grace seperti ini.

"Ntar gue jelasin kalo dia udah mau keluar kamar. " Jagat mendorong tubuh Ravi, yang di dorong hanya pasrah.

Ia melangkahkan kakinya menaiki tangga dan berhenti tepat di depan pintu berwarna coklat mengkilap. Ravi bergeming, ia masih mengatur nafasnya dan jantungnya agar tidak terpacu kencang, ia menghela nafas kemudian memasang senyuman hangat di bibirnya. Tangannya terangkat mengetuk pintu kamar beberapa kali.

"Grace.. " suara berat Ravi terdengar jelas dari kamar Grace yang gelap.

"Gak! " tegas Grace dengan suara serak yang hampir habis. Ia duduk termenung di atas kasur dengan kantung mata yang sudah turun sangat parah, mata Grace bengkak dan menghitam. Tubuhnya masih gemetar, ia menggigil ketakutan.

"Grace, gue dah janji sama diri gue sendiri kalau gue gak akan ninggalin lo dalam keadaan apapun, apalagi saat keadaan lo kaya gini. " suara Ravi masih terdengar tenang.

Grace hanya melirik ke arah pintu kamarnya, ia benar-benar lelah untuk menangis, tapi air matanya masih belum saja habis. Cairan bening keluar dari mata Grace dan mengalir melewati pipinya yang pucat, bibirnya yang kering sudah tak sanggup berkata lagi.

Ia sudah lelah seminggu ini ia menjawabi papanya yang selalu keras kepala ingin bertemu dengannya, tapi Grace belum siap. Jika papanya melihat keadaannya pasti hatinya akan hancur, dan Grace tak suka itu. Ia sangat rindu ayahnya yang selalu menghiburnya dan menyayanginya sejak kecil.

"A-aku kangen papa... " ujar Grace tiba-tiba. Ravi tersenyum mendengar ucapan Grace barusan.

"Bentar aku panggilin, kamu tunggu sebentar ok! " Ravi langsung meletakkan nampan di atas meja di dekat kamar Jagat. Kakinya berlari menuruni tangga menuju kamar Pak Joko. Tangannya menggedor-gedor pintu kamar Pak Joko.

"Astaga, apaan sih? Apa? Ngajak tawuran?? " Pak Joko masih dengan piama berwarna biru lautnya dan gambar domba keluar dari kamar. Rambutnya masih berantakan dan melawan gravitasi bumi, tangannya sibuk menggaruk kepalanya yang terasa gatal.

Ravi terkejut bukan main. Jadi inilah sosok Pak Joko yang berkarisma dan berwibawa? Sepertinya luntur sudah pembayangannya kalau Pak Joko ini sangat tegas.

"Heh! Ditanyain kenapa juga, malah ngelamun! " Pak Joko mengusapkan telapak tangannya pada wajah Ravi.

"Grace mau ketemu sama papa. " ujar Ravi ketika ia tersadar akan Grace. Pak Joko yang mendengarnya langsung tergopoh-gopoh berlari menuju kamar lantai atas.

"Grace? " panggil papanya ketika sampai di depan pintu. Tak selang beberapa detik suara kunci pintu dibuka mulai terdengar, senyuman Pak Joko dan Ravi langsung mengembang, mereka bahagia bukan main.

Grace langsung berhambur memeluk papanya, ia menelusupkan wajahnya pada dada bidang papanya. Ia sangat rindu aroma ini, aroma yang selalu ia cium ketika ada di dekatnya, aroma khas dari tubuh ayahnya yang benar-benar membuat hatinya menghangat.

Rain in December | Mark LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang