19.35 WIB
Suara berisik masih mengisi ruang tengah sejak sore tadi hingga sekarang. Ravi, Aksa, Andy, dan yang lainnya sedang berkumpul entah dalam rangka apa. Andy dan Aksa masih sibuk dengan game play station nya. Sedangkan Alam sibuk dengan makanannya dan Ravi dengan Dimas tengah mengobrol entah apa yang mereka bicarakan, sesekali mereka nampak tertawa dan tersenyum dengan apa yang mereka katakan.
"Rav, ada makanan lain gak? Masih laper gue. " tanya Alam yang masih memegang beberapa cemilan di tangannya.
"Lo kesini mau main atau mau numpang makan? " sahut Dimas.
"Y-ya d-dua-duanya... " Alam langsung memasang wajah memelasnya yang hanya dibalas kekehan oleh Ravi.
"ANJING!! "
"EH ANJING KAMPRET BANGSAT!! GOSAH NGAGETIN JANCUK! " Alam terlonjak, makanan yang sebelumnya masih penuh separuhnya kini tumpah jatuh ke lantai yang bersih tanpa debu sedikitpun.
"Arghhh ko bisa kalah sih! " Aksa membanting remote control PS5 nya. Andy di sampingnya hanya mengangkat kedua bahunya dan memasang wajah songong nya.
"Etdah kalah game doang juga. " celetuk Alam.
"Kalah game nya gue gamasalah, yang masalah gue tuh taruhan sama nih bocah satu! " Aksa langsung berbalik badan--pundung.
"Yeuuu pundungan sia! Hahahah" Alam tertawa renyah kemudian yang lain ikut tertawa kecuali Andy dan Aksa.
"Ishh diem lo pada! Gak liat tuh hidung dia kembang kempis saking bahagianya? " Aksa menunjuk Andy yang tengah tersenyum puas.
"Udah-udah makan wae ayok. Adek gue dah masakin buat lu pada. " Ravi langsung menengahi.
"Kuyla!!! " kali ini Alam sangat bersemangat. Kalau ia menjadi tokoh komik mungkin akan banyak bunga di sekitarnya dan matanya berbinar. Sepertinya hari ini berjalan dengan sangat baik.
• • •
"Aku gamau! Mama apa-apaan sih?! "Suara Grace malam ini menggelegar di seluruh rumah. Ia tak habis pikir dengan mamanya yang selalu saja menyuruhnya untuk berkenalan dengan laki-laki barunya--sepertinya akan menikah. Grace benci saat seperti ini, mamanya selalu saja bilang laki-laki yang ia bawa itu setia baik dan mapan tapi berakhir mamanya dikhianati dan ditipu. Grace frustrasi ia tak butuh sosok ayah baru dan ibunya juga cukup mapan gajinya cukup untuk sehari-hari. Lalu apa yang ibunya cari dari laki-laki tak guna yang selalu ia bawa ke rumah?
Ia menyisir rabutnya ke belakang dengan jemarinya dan meremasnya. Ia benar-benar gemas dan kesal. Kesabarannya hampir habis kali ini. Ia langsung masuk ke dalam kamar mengambil tas dan ponselnya kemudian bergegas keluar rumah dengan perasaan kesal.
"Grace... Sayang... " panggilnya dengan penuh rasa bersalah. Ia menggenggam tangan anaknya dan langsung dihempas kuat oleh Grace.
"Apalagi sih ma?! Aku tuh gamau punya papa baru! Mama bisa ngerti gak sih?! " mata Grace memerah, air matanya terbendung ia berusaha keras untuk tidak terisak. Bibirnya benar-benar bergetar. Ingin sekali ia menangis saat ini, tapi tak guna. Ibunya akan selalu memintanya untuk mengijinkannya menikah.
"Nak, ini demi keb--"
"Kebaikan apalagi? Emang aku kenapa?? Hah?! Kuliahku lancar keuangan kita juga baik-baik aja, I'm fine there's nothing to worry about!" nafas Grace memburu ia menatap netra mamanya yang masih penuh harap. Grace memalingkan pandangannya, ia langsung berbalik dan meninggalkan mamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain in December | Mark Lee
FanficTepat saat hujan di bulan Desember, Aku menyadari bahwa ternyata Aku mencintaimu. "Happy anniversary sayang... I love you. "