20

13 4 2
                                    

Malam ini Grace sama sekali tak bisa tidur, entah kenapa Ravi malam ini benar-benar mengisi otaknya. Masih tersimpan di benaknya kala Ravi tersenyum manis padanya tadi siang. Bahkan membayangkannya saja sudah membuatnya salah tingkah sendiri. Grace sibuk berguling-guling di kasur dengan wajah yang memerah dan senyuman yang masih belum luntur.

"Asli gue kenapa sih?! " gumamnya ketika ia setengah sadar. Pipinya masih memerah, setelah mengucapkan beberapa kata itu ia kembali tersenyum terbayang akan manisnya senyuman Ravi. "Please!! Raveenska, you drive me crazy! " Grace berteriak di dalam kamarnya.

Tak lama, selang beberapa menit pintu kamar Grace terbuka menampakkan papanya yang berbalut piama warna pink bercorak kelinci kesayangannya. Grace yang terkejut setengah mati langsung terjungkal jatuh dari kasurnya bersamaan dengan selimut dan bantal yang ia pegangi sedari tadi.

"Papa ih! Kalau mau masuk itu ketok pintu dulu! Untung anaknya gapunya penyakit jantung " gerutu Grace sembari bangkit dan memunguti selimut dan bantal di lantai.

"Kamu berisik sayang, papa gabisa tidur karena kamu. Malem-malem jangan grusak-grusuk teriak-teriak gitu, nanti tetangga pada keganggu. " Joko berjalan menghampiri anaknya dan duduk di samping Grace yang tengah duduk di tepi kasur.

"Maaf, Grace gabisa tidur, pah. " Grace mempoutkan bibirnya.

"Kenapa hm? Ada yang ganggu pikiran kamu? " Joko yang khawatir langsung mengusap kepala putrinya. "Di kampus ada yang ganggu kamu? " tanyanya lagi.

"Enggak, di kampus baik-baik aja kok pah gak ada yang ganggu atau jahatin Grace. " Grace tersenyum menutupi segala fakta yang ada. "Cuma kepikiran Ravi jadi gabisa tidur " gerutunya sembari memainkan jemari Joko.

"Hahah anak papah udah mulai jatuh cinta ya? " Joko terkekeh. "Kamu akhirnya bisa bales perasaan Ravi " lanjutnya.

Grace membulatkan matanya tak menyangka. "Kok?? Papa tahu darimana kalo aku gak cinta sama Ravi? " Grace masih bingung dan kaget.

"Dari tatapan kamu ke Ravi. Papa juga pernah muda, sayang. " Joko menatap wajah putrinya yang terlihat sangat merasa bersalah. "Gapapa, perasaan gak bisa dipaksain. Kalau kamu gak cinta sama Ravi bukan salahmu. Jangan terlalu terbebani, cukup kamu lepasin dia secara perlahan. "

"Gak! Grace gak bisa kalau gak ada dia... Tapi Grace gak bisa bales perasaan dia. " suaranya melirih pada kalimat terakhir yang terlontar dari mulutnya.

"Kamu nggak boleh egois sayang, biarin dia bahagia dengan cara kamu gak ngebiarin dia berharap pada sesuatu yang kamu bahkan gak tahu kamu bisa kasih atau enggak. " Joko mengusap surai legam Grace yang panjang.

"Humm Grace gamau kehilangan dia, pah. "

"Kamu kayanya emang udah cinta sama dia wkwk " Joko terkekeh melihat putri kesayangannya terlihat sangat galau hanya karena ucapannya. "Gak perlu pisah kalau memang kamu udah cinta ke dia kaya gini. " Joko mengacak-acak rambut Grace hingga sedikit berantakan tapi justru membuatnya terlihat sangat menggemaskan.

"Apa ini bener cinta? " tanya Grace.

"Tanya sama hatimu sendiri, kalau udah dapet jawabannya kamu bisa ambil keputusan. " Joko bangkit dari kasur dan tersenyum hangat pada Grace. "Dah istirahat, besok pagi kamu sama abang harus antar papah ke bandara, papa mau ke London ada yang harus papa urus di sana. "

"Lagi? Bahkan aku aja baru lihat muka papa malem ini cuma berapa menit doang... " cicit Grace. Ia terlihat muram akan kepergian papanya.

"Papa kan kerja biar kalian bisa kuliah, bisa makan, bisa kasih yang kalian butuhin. " Joko berjongkok di hadapan anaknya yang menunduk muram. "Hey, tatap papa. " Joko menggenggam tangan Grace yang tengah meremat celana.

Rain in December | Mark LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang