•9•

61 23 12
                                    

Zeyya terlihat sangat murung ketika sudah sampai tiba di rumah, matanya memanas, dia jadi ingin menangis lagi ketika teringat akan kejadian-kejadian hari ini— hari awal masuk kembali ke sekolah. Harusnya tadi pagi dia berangkat bersama Reizo, sayangnya cowok itu berangkat bersama seorang cewek yang tidak dia ketahui asal-usulnya.

Perlu diketahui bahwa selama keduanya berpacaran, Reizo tidak pernah membiarkan Zeyya berangkat dan pulang sendiri. Reizo yang akan menjemput dan mengantar sang kekasih, tidak hanya saat sekolah, saat di luar rumah pun begitu. Menurut Zeyya, Reizo adalah cowok posesif dan protektif dan Zeyya menyukainya.

Tadi, Zeyya sudah mengirimkan Daren chat. Dia ingin menumpahkan segala keluh kesahnya pada cowok itu. Menurutnya, Daren adalah cowok yang paling pengertian setelah Reizo. Meskipun hubungan keduanya tidak sebaik dulu saat dia belum berpacaran dengan Reizo.

Zeyya menyingkap sedikit gorden jendela kamarnya, bertepatan dengan pak satpam rumahnya yang dengan sigap membukakan pagar besi rumahnya. Zeyya tersenyum tipis sebelum akhirnya turun ke bawah. Tentu saja untuk menemui Daren.

Zeyya membukakan pintu utama rumahnya, matanya tertuju pada cowok berperawakan tinggi berparas tampan yang tidak kalah jika dibandingkan dengan Reizo— kekasihnya sendiri. Cowok itu tersenyum ke arahnya, Zeyya lantas ikut tersenyum sebelum akhirnya menyuruh Daren masuk ke dalam rumahnya.

Daren terkekeh. "Tumben-tumbenan lo nyuruh gue dateng ke rumah lo, nggak kayak biasanya."

Zeyya cemberut. Seperti biasa, Daren suka meledek dirinya. "Gue pengen ngobrol berdua doang sama lo."

Ekspresi Daren menjadi datar ketika mendengar nada suara Zeyya yang terdengar begitu serius. "Pasti ini soal Rei?" Tebaknya, benar.

Zeyya mengangguk, terlihat sangat antusias. "Dia amnesia, Ren." Lirihnya, wajahnya berubah menjadi sendu ketika mengingat perubahan Reizo beberapa jam yang lalu. Dia masih belum siap jika harus melihat Reizo berduaan dengan cewek lain, selain dirinya sendiri.

Daren tersenyum kecut. Memangnya apa yang dia harapkan pada Zeyya yang menurutnya sudah cinta mati terhadap Reizo?

"Gue gagal jadi wakil ketua Omorfos, Zey, harusnya waktu itu gue dan anak-anak tetep ngotot untuk nggak biarin kalian berdua pulang sendiri—"

"Udah ini bukan salah lo sama anak-anak kok, ini salah gue, harusnya gue nggak datang ke area balapan seperti biasanya," Zeyya menyela perkataan Daren barusan, dia memegang tangan Daren untuk menetralisir perasaan cowok itu agar tidak terlalu merasa bersalah.

"No! Ini bukan salah lo juga." Daren membantah dengan memasang ekspresi datar—tanda tak suka. Dia tidak suka jika pujaan hatinya menyalahkan dirinya sendiri seperti barusan.

"Ini udah takdir, gue juga nggak nyangka kalau Rey amnesia dan bakal lupa sama gue dan anak-anak."

"Tapi di sini gue yang paling merasa tersakiti, Ren. Lo tau sendiri, gue itu pacarnya. Bayangin aja lo di lupain gitu aja sama pacar lo? Sakit nggak? Pasti sakit, kan?"

Daren tersenyum masam. Dia jadi teringat akan perkataan Dika beberapa waktu yang lalu.

Lo egois, Zey. Gue setiap hari juga udah ngerasain sakit karena lo lebih milih dia, dari pada gue.

Daren terpaksa diam agar tidak mengutarakan isi hatinya. Dia tidak ingin menambah luka pada cewek itu, lebih baik dia memendamnya saja. Daren memegang kedua bahu Zeyya dan menatap mata Zeyya dalam-dalam. "Gue bisa ngerasain apa yang lo rasain saat ini, gue tau rasanya emang sakit ketika ngelihat pujaan hati jalan sama orang lain dan orang lain itu bukan kita sendiri—"

"Gue nggak tega sebenarnya ngelihat lo kayak gini, tapi gue juga nggak bisa berbuat apa-apa."

Zeyya memilih diam tanpa berniat untuk menimpali, membiarkan Daren menyelesaikan perkataannya. Matanya memanas, sudah siap menumpahkan cairan bening yang sudah berada di pelupuk matanya.

"Jujur, diposisi ini, gue jadi ngerasa nggak berguna buat lo."

"Apa perlu gue datengin Rei, terus nonjok dia habis-habisan biar dia bisa inget lagi sama lo?"

Zeyya berdecak kesal, lalu dia menggeleng. "Itu bukan pilihan yang bagus, Ren."

Daren tidak bisa memandang pujaan hatinya yang sudah berkaca-kaca. Meskipun bukan dia yang menyakiti cewek itu, tetap saja dia tidak tega. Daren merengkuh tubuh Zeyya ke dalam pelukannya. Sedikit merasa bersalah kepada Reizo— karena memeluk pacar sahabatnya tanpa izin terlebih dahulu. Jika dia izin terlebih dahulu pada Reizo yang amnesia saat ini pasti cowok itu akan bodoamat, berbeda jika Reizo yang sebelum amnesia.

Menyentuh saja dia sudah kena pukul, apa lagi memeluk? Bisa babak belur dia.

"Ratunya para anak Omorfos nggak boleh nangis."

"Rei nggak akan selamanya amnesia, bakal ada waktunya dia ingat semuanya, termasuk ingat dengan kekasihnya yang sangat dia cintai."

"Tapi kapan, Ren? Gue nggak bisa jika harus terus menerus berdiam diri begini,"

"Udah jalanin aja, saran gue mending lo jangan gegabah buat deketin Rei duluan, bisa jadi dia malah benci sama lo—"

"Iya juga sih, kalau gue deketin dia mulu, pasti dia bakalan mikir kalau gue itu centil lah, gatel lah, padahal kan dia amnesia."

"Nah, gitu dong baru ratunya para anak Omorfos."

"Zey, gue mau jujur sama lo,"

Zeyya memundurkan tubuhnya, terpaksa melepaskan pelukannya agar bisa melihat ekspresi Daren saat ini. Cowok itu terlihat serius, perasaan Zeyya menjadi tidak keruan. Entah apa yang akan dibicarakan Daren, yang pasti dia merasa sangat penasaran.

"Jujur aja, gue lebih suka lo jujur dari pada lo berbohong,"

"Gue udah ngasih tiga bogeman di pipi buat pacar lo,"

"Really?" Zeyya membulatkan matanya, sedikit terkejut. Tidak benar-benar terkejut, mengingat bahwa Dika sudah memberitahunya bahwa Daren dan Reizo sempat berantem.

Apa jangan-jangan Bogeman Daren yang membuat Reizo menjadi pingsan?

"Em-hm... Waktu itu gue belum tau kalau pacar lo amnesia."

"Lo kok bisa semarah itu sama Rey, sampe-sampe lo ajak gelut gitu?"

"Ya gimana gue nggak marah coba? Dia datang ke kelas nggak sendirian, Zey. Tapi sama cewek baru, terus Miza bilang dia cewek barunya Rei, otomatis gue marah dong. Otak gue seketika langsung tertuju sama lo, gue nggak bisa bayangin betapa sakitnya Lo karena udah di selingkuhin secara terang-terangan. Gue nggak punya pilihan lain selain membuat Rei sadar kelakuannya, eh dia malah pingsan—"

"Gue percaya Rei itu setia, buktinya selama satu tahun ini dia nggak pernah merespon cewek lain selain gue, kan?" Zeyya bertanya lirih.

"Gue yakin Rei nggak ada niatan selingkuh, palingan juga tuh cewek memanfaatkan situasi, gue bakal ikutin permainan ini." Lanjutnya sembari tersenyum penuh arti.

"Lo emang beda dari cewek lain, Zey. Lo kuat, gue jadi salut. Tapi inget, walaupun Rei masih lupa sama lo. Lo itu masih punya gue dan anak-anak yang bakal senantiasa berusaha untuk selalu ada buat lo."

o0o

TBC!

EVANESCENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang