Bukan hanya melupakan, terkadang mencoba mengingat sesuatu yang kita lupa juga sangat menyiksa.
Happy Reading 🐾
"Lo butuh teman!" seorang gadis menyodorkan sapu tangan kepada Abrisam, dan mengulurkan tangannya untuk menyikap rambut tebalnya yang menutupi sebagian dahi.
Abrisam terdiam, masih enggan untuk menoleh ke arah mana pun karena darah yang mengalir dari hidungnya masih deras. Gadis itu dengan telaten memijat pangkal hidung Abrisam. "Pergi!" titahnya.
"Gue mau bantu lo." Si gadis masih tetap melakukan, tidak mempedulikan telapak tangannya sendiri yang kini penuh darah Abrisan.
"Lo nggak jijik?" tanya Abrisam masih menunduk di wastafel.
Gadis itu terdengar menghela nafas, mencuci tangannya ketika darah Abrisam perlahan berhenti mengalir. "Lo aneh, buat apa gue jijik sama darah lo? Lo sendiri bukan orang kotor, ataupun orang jahat 'kan?"
Abrisam membasuh muka ketika darah sudah benar-benar berhenti keluar, lalu mengeringkannya dengan sapu tangan gadis tadi. "Lo tau apa tentang masa lalu gue? Coba bantu gue buat mengingat semuanya!"
Gadis dengan rambut dikuncir kuda itu menepuk pelan pundak Abrisam. "Dulu kita ber empat sahabatan. Lo, gue, Tinica, dan Nasim!"
Abrisam menautkan alisnya, apa yang membuat dirinya lupa dengan semua itu? Kenapa bisa A tidak mengenali masa kecilnya?
Anggita memahami raut kebingungan Abrisam, tapi dia memilih diam dan fokus membersihkan sisa darah pada baju cowok di sampingnya. "Kenapa lo diam?"
"Nggak baik lama-lama di toilet cowok, kita cuma berdua. Takut khilaf." ucapnya sambil terkekeh, kemudian pergi keluar toilet.
"Anggita, kasih gue penjelasan!" kejar Abrisam.
Anggita terus berlari hingga taman belakang sekolah, dia duduk di salah satu bangku usang disana.
"Apa dulu kita dekat? Siapa Nasim? Apa yang membuat gue lupa sama semua ini?" Abrisam duduk bersebelahan dengan Anggita. Kepalanya kembali pusing saat mencoba mengingat sesuatu.
"Dulu kita dekat banget, kita selalu bermain bersama. Setiap saat!" ucap Anggita.
"Tapi kenapa lo bersikap seolah-olah nggak pernah kenal sama gue?"
"Karena semenjak kita masuk kelas satu SD, dan waktu itu Tinica udah pindah ke Amerika, gue nggak pernah ketemu sama lo ataupun Nasim." Anggita menunduk, mengingat satu hal yang membuat hatinya hancur saat itu.
Jangan! Jangan pergi! Aku mau terus sama kamu ....
DIAM KAU ANAK KECIL!
Hiks, ke-kenapa Tante jahat?!
Tata ....
A ....
Tanpa sadar butiran bening itu telah jatuh membasahi pipi tirus Anggita. "Seingat gue waktu itu lo pergi jauh. Gue udah coba kejar, tapi lo tetap nggak mau berhenti, sampai ahirnya kita nggak pernah ketemu lagi. Saat kita masuk SMA ini, gue tau bahwa lo adalah Abrisam yang gue cari ...."
KAMU SEDANG MEMBACA
I'am Not ALONE || TERBIT ✅
JugendliteraturAbrisam Abdar Aabid, remaja laki-laki tangguh sebagai pasien termuda di rumah sakit yang menderita penyakit tersebut. Hidupnya berada di ambang kematian, dan hanya obat-obatan yang selalu menemani. Tentu bukan hal yang mudah bagi dia melawan kangker...