☞ TUJUH ☜

432 65 4
                                    

Tidak semua hal yang kita lihat itu sama seperti ekspektasi kita. Jadi, berhentilah berburuk sangka!

Happy Reading 🐾

Seorang laki-laki yang memakai baju pilot berjalan santai sambil menyeret dua koper di kedua tangannya. Lelaki berbadan tinggi besar itu tersenyum tulus ketika ada seseorang menyapa. Matanya berbinar saat tidak jauh dari tempat dia berdiri ada seorang anak kecil melambaikan tangan.

"Papi!" seru anak laki-laki berusia sekitar 5 tahun itu.

"Sayang!" Pillot tersebut meninggalkan barang bawaannya kemudian menggendong tubuh mungil sang anak.

"Papa lama banget, A capek nunggunya." Anak kecil yang berada di gendongan sang ayah itu mengerucutkan bibirnya.

"Oh ya?" Lelaki tadi mencium gemas pipi cubby putranya.

"A pengen ikut terbang bareng Papi, biar kita ketemu bunda di surga!"

"Nggak boleh, besok aja kalau A udah besar, ya!" Kembali menyeret koper yang tadi dia tinggal, pilot muda itu berjalan keluar bandara untuk segera pulang ke rumah.

"Argh!" Abrisam menekan kepalanya dengan kedua tangan ketika ada serpihan kejadian muncul dalam ingatannya.

"A, kamu sudah bangun?" tanya Pak Soleh duduk di tepi ranjang tempat Abrisam terbaring.

Tadi, Pak Soleh tak sengaja datang ke rumah Abrisam untuk memastikan Dion tidak berbuat jahat kepada anaknya dengan keadaan yang masih terbilang stres akibat kematian sang istri. Karena tidak menemukan seorang pun dirumah, beliau semakin dibuat cemas hingga dengan lancang masuk ke dalam kamar A, untuk memastikan muridnya itu baik-baik saja.

Alangkah terkejutnya ustadz saat mendapati tubuh Abrisam berbaring tidak sadarkan diri dengan darah mengalir dari hidungnya. Maka, beliau memutuskan untuk membawa Abrisam ke rumahnya tanpa persetujuan dari Dion yang entah berada dimana saat itu.

"Pak, A sebenarnya siapa? Kenapa hidup A begitu membingungkan?" tanya Abrisam meminta penjelasan.

"Kenapa kamu bertanya seperti itu?"

"Kata Ayah, A bukan anaknya, kata Ustadzah juga sama. Terus, tadi waktu di sekolah ibuk nemuin A dan bilang kalau ... kalau A adalah penyebab kematian anak kandungnya. Siapa A? Kenapa A tidak bisa memahami diri A sendiri? Apa yang terjadi kepada Abrisam, Ustadz?" tanya cowok itu bertubi-tubi. Dia lelah menyembunyikan rasa penasaran yang setiap detik mengganggu pikirannya.

"Lambat laun kamu akan mengetahui jati diri kamu yang sebenarnya Nak, bersabarlah!" ucap Ustadz Soleh mengelus pundak Abrisam yang kini duduk bersila diatas ranjang.

"Kenapa Ustadz harus menyembunyikan kebenaran tentang A, ada apa sebenarnya?"

"Saya tidak bermaksud untuk menyembunyikan, A. Tetapi, memang kamu harus tahu diri kamu sendiri tanpa bantuan orang lain."

"Tapi kenapa harus begitu?"

"Kamu akan mendapatkan jawaban dari semua itu suatu saat nanti. Jika waktunya sudah tepat!" Ustadz Soleh tersenyum, kembali mengelus pundak Abrisam kemudian berucap, "sekarang sholat isya' dulu, ya. Setelah itu beristirahatlah!"

Abrisam mengangguk, turun dari ranjang kamar yang dulunya milik Ical, kemudian mengambil wudhu untuk melaksanakan kewajibannya.

"Assalamu'alaikum warahmatullah." Selesai melaksanakan sholat, Abrisam mengangkat tangannya.

Pertemukanlah hamba dengan orang yang hamba cari Ya Allah! Hamba-

"To-tolong!" suara seorang gadis dari arah jendela kamar Ical menghentikan do'a yang dipanjatkan oleh Abrisam.

I'am Not ALONE || TERBIT ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang