Another Life [Part 20]

970 46 10
                                    

2 hari ini, Akiko masih berbaring di rumah sakit dengan berbagai macam alat di sana. Selang oksigen, yang selalu menempel pada Akiko, membuat Glen semakin kesal. Kenapa? padahal Glen sudah berusaha sebaik mungkin agar Akiko bisa sembuh. Tapi....Vian bilang tubuh Akiko tidak merespon apapun. Seolah sudah menyerah begitu saja.

Benar saja dengan apa yang Akiko katakan. Kalau dia tidak akan bisa bicara lagi. Sekarang, Akiko hanya diam sambil melihat ke arah jendela. Sesekali menatap Glen, yang gusar dan sangat khawatir. Vian bilang, kalau Akiko tidak sampai harus ke stadium 4 untuk titik paling parah. Sekarang saja, Akiko sudah tidak bisa bergerak banyak.

Ah iya, Keinara juga sudah mengetahui semua tentang Akiko. Tentu saja dia sangat marah. Kenapa harus Vian yang mengatakan semuanya? kenapa Akiko tidak langsung bicara dengannya?. Bodoh, pikir Keinara.

Sedangkan Glen hanya acuh dengan kehadiran Keinara. Dia hanya fokus, mengamati seluruh gerak gerik Akiko. Tak jarang pula, Glen memeriksa apakah Akiko masih bernafas, atau tidak. Saking takutnya. "Ayo bangun, dan biacaralah padaku..." lirih Glen.

"Kau, tidak memperlakukan Adikku dengan benar, kan?" tanya Keinara yang geram menahan emosi.

Sedangkan Glen, langsung mengalihkan pandangannya pada Keinara. "Kau, juga."

"Benar, apa yang Akiko katakan. Dia membutuhkan orang yang bisa melindungi dia, dari dirinya sendiri. Dan kita tidak pernah bisa," papar Keinara pelan. Takut menganggu Akiko yang baru saja tidur.

"Papa-ku, sampai tidak mau menemui Akiko saking takutnya. Padahal aku sudah bilang. Dia adalah orang yang akan paling menyesal, jika Akiko pergi." Keinara menghela nafasnya.

"Aku adalah orang yang paling menyesal," gumam Glen. "Dan aku, akan menerima hukuman yang sangat pantas."

"Apa?" heran Keinara.

"Mati," jelas Glen.

"Polisi tidak akan memberi hukuman mati, hanya karena kau memukul Adikku." Cetus Keinara.

"Bukan. Aku telah melakukan banyak hal buruk. Bahkan jika kau tahu, aku ini seperti iblis," jelas Glen.

"Jangan khawatir, ada satu cara lagi agar Akiko bisa sembuh." Mendengar ucapan dari Vian. Glen dan Keinara, sontak mengalihkan perhatian mereka kaget.

"Apa itu?" tanya Keinara.

"Transplantasi sumsum tulang," jawab Vian. "Tapi aku belum menemukan, pendonor untuk Akiko. Dan juga—"

"Biar aku saja," ujar Keinara dengan yakin.

"Tidak bisa.... Akiko sangat menyayangimu. Apa yang akan dia lakukan, jika tau kalau kau yang melakukannya. Operasi ini memiliki efek juga untukmu. Memang benar, kalau pendonor lebih baik saudara kandung, tapi... kau tidak bisa."

"Kalau begitu, aku saja," sahut Glen memotong ucapan Vian.

Vian menghela nafasnya gusar. "Bukan masalah siapa yang akan mendonorkan, asal cocok dan memenuhi syarat. Tapi, Transplantasi ini memiliki resiko yang sangat besar."

"Akiko, tidak mungkin bisa menerima. Kondisinya sudah sangat buruk. Andai saja, ada secuil semangat dari Akiko untuk melawan penyakitnya, pasti dia bisa sembuh." Lanjut Vian.

"Jadi... apa yang bisa aku lakukan untuk menyembuhka  Adikku?" tanya Keinara dengan air mata yang tertahan disana.

"Akiko bodoh! bangun! apa-apaan ini..... ayo bangun," geram Keinara sambil menangkup wajah pucat Akiko. Sedangkan Akiko hanya menatap kosong, sambil tersenyum tipis.

"So....rry..." lirih Akiko. kemudian, Akiko mengalihkan pandangannya pada Glen dan Vian. Bersamaan dengan itu, mesin EKG di samping Akiko perlahan berubah. Membuat Vian dan yang lain, panik dan langung memanggil bantuan.

Gadis Milik Tuan MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang