Past [Part 12]

499 49 8
                                    

"Kau masih terlihat buruk, seperti dulu," cibir Marlen pada Glen. Kakak beradik itu, tengah berada di atap gedung berlantai 3, yang menjadi tempat pesta bagi sang Ibu.

"Aku pernah membaca sebuah kalimat. Katakan padaku, Kakak. Bagaimana kau bisa membedakan mana yang buruk, dan mana yang baik. Sedangkan aku hanya menggunakan, apa yang tuhan berikan ke padaku," papar Glen tak mau kalah. Padahal, Glen sudah melenceng dari hal baik.

"Kau bisa ikut bersamaku, dan hentikan perusahaan bodoh itu. Apa kau kau? Perusahaanmu mendukung tindakan kriminal," ujar Marlen. Berusaha meyakinkan Glen, agar mau mendengarkan saran–nya. Namun, kepercayaan Glen pada Marlen telah lebur di masa lalu.

"Aku tau, banyak yang mati karena karya–ku, 'kan?" Glen menghela nafasnya panjang. "Apalagi, aku menyetujui bisnis gelap untuk bekerja sama denganku."

Marlen yang juga memiliki sifat tidak sabaran, langsung menarik kerah kemeja Glen. "Dengar, berhentilah bersikap seperti seorang Iblis. Atau kau akan mati, dengan cara yang teramat menyakitkan."

"Terserah aku, memang apa perduli—"

"Glen," suara Akiko, memotong ucapan Glen yang baru saja ingin melawan. Sedangkan Marlen, langsung melepaskan genggaman tangannya pada kerah kemeja Glen. Lalu, kedua pria itu mengalihkan pandangan mereka, pada Akiko yang masih terengah-engah.

"Aku lelah, ayo pulang," lirih Akiko takut Glen marah. Tapi, Harley mengatakan kalau Akiko harus memisahkan Glen dengan Marlen, atau mereka akan berkelahi dengan parah. Lalu, Akiko mendekati Glen yang langsung menarik Akiko, agar menjauh dari Marlen.

"Kau cantik. Tapi sayang, kau menyukai orang seperti dia," cibir Marlen pada Akiko, sambil melirik Glen sinis.

"Tentu. Tidak mungkin aku yang cantik ini menyukai orang sepertimu," sahut Akiko, tak mau kalah dari Marlen. Membuat Glen langsung tersenyum puas, bangga pada Akiko.

"Kurang ajar," geram Marlen sambil melihat Glen dan Akiko yang tengah melenggang pergi.

****

"Kau berani juga ternyata," ucap Glen, pada Akiko ketika baru saja sampai di apartment. Kemudian Glen melepaskan dasi, dan juga jas hitamnya karena gerah.

"Glen, apa kau masih marah pada Ibu–mu?" tanya Akiko, tanpa menjawab perkataan Glen sebelumnya.

"Bukan urusanmu," jawab Glen singkat, lalu mendekati Akiko yang baru saja melepas sepatunya. Ekspresi Glen yang sebelumnya tersenyum bangga. Kini berubah drastis.

"Bisakah kau memaafkan–nya? sebelum—"

Plaak!.

Akiko memejamkan matanya. Merasa kaget dan takut, karena Glen menamparnya tiba-tiba. Seketika itu juga, dada Akiko sangat sesak. Nafasnya tersegal-segal dan tubuhnya gemetaran hebat. Akiko terlalu kaget, hingga menyebabkan tekanan darahnya naik drastis.

"Sudah aku bilang, jangan bicara apapun di sana," geram Glen lalu menjambak rambut Akiko kasar. Membut pemiliknya semakin memejamkan mata, lalu menggigit bibirnya sendiri menahan sakit.

"Maaf...." lirih Akiko yang merasa sulit untuk bicara. Tanpa terasa, air mata menetes begitu saja dari pipi Akiko. Dada–nya semakin sesak, di tambak kepalanya pusing karena jambakan dari Glen.

Sedangkan Glen yang melihatnya, hanya melepaskan genggaman tangannya. Menyisakan Akiko yang langsung terduduk begitu saja di lantai. "Maaf..." lirih–nya lagi.

"Pergi ke kamarmu, dan jangan keluar sebelum aku bicara," titah Glen lalu melenggang pergi begitu saja.

Sedangkan Akiko, memutuskan untuk segera pergi ke kamarnya sambil tertitah. Kemudian langsung mengambil suntikan, yang ada di dalam tas kecilnya. Dengan sembarang, Akiko menancapkan suntikan tersebut ke lengan kurus, yang terdapat beberapa lebam itu.

Gadis Milik Tuan MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang