Love Is Pain

1.1K 109 81
                                    

"Jinan, Cindy mau ngomong. Sebentaaar aja." pinta gadis manis itu dengan wajah memelas.

Cindy menarik-narik pelan jaket yang Jinan kenakan untuk menahan gadis itu pergi. Ia tak ingin kehilangan momen ini, dimana dirinya hanya berdua dengan Jinan. Ia harus menyelesaikan semua kekacauan ini.

"Aku mau pulang." jawab Jinan sambil menepis tangan Cindy dari jaketnya.

Namanya Cindy bolot, mana mau dia dengerin omongan Jinan. Bukannya melepaskan Jinan, ia malah memeluk gadis itu dari belakang. Menyembunyikan wajahnya di punggung Jinan.

"Aku minta maaf. Aku tau aku egois. Aku selalu mau kamu jadi kayak yang aku mau. Aku minta maaf Jinan, hiks." kata Cindy dibarengi dengan isakan.

"Aku capek. Buka hati setelah disakiti itu ngga gampang, tapi demi kamu aku coba. Tapi apa? Tetep aja sia-sia. Dulu aku ngalah ketika kamu mutusin aku karena alasan yang bahkan ngga aku lakuin sama sekali. Sekarang apa? Apa masih aku yang harus ngerasain sakit lagi?" tanya Jinan, suaranya terdengar pelan. Dan lelah.

"Eng-ngga, maafin aku kalo aku nyakitin kamu. Aku minta maaf. Aku sama Eril sama sekali ngga ada apa-apa. Kita temen, Jinan."

"Dulu kita juga awalnya temen."

"Ngga itu beda!"

"Apa yang beda? Dulu kita teman, lalu nyaman, kemudian jadian, terus tersisihkan dan tergantikan karena ngga sesuai harapan. Gitu kan?"

Cindy tak bisa berkata apa-apa lagi, dia hanya menangis sambil mengeratkan pelukannya pada gadis yang lebih muda darinya itu. Sungguh, Cindy tidak ingin kehilangan untuk kedua kalinya.

Sudah cukup karma selama tiga tahun yang Cindy terima karena menyia-nyiakan Jinan yang selalu ingin memperbaiki hubungannya dulu. Sudah cukup. Dimana Cindy harus merasakan betapa tersiksanya ketika semua orang menginginkannya, tapi hatinya hanya menginginkan orang yang pernah ia sia-siakan.

"Lepasin." ucap Jinan datar.

"Aku sayang kamu." kata Cindy mengabaikan perintah Jinan.

"Aku udah mati rasa."

"Ngga, belum. Kamu masih sayang aku juga. Aku bakal.."

"Cindy!" seru seseorang.

Panggilan tersebut menginterupsi momen langka royal couple jeketi yang tengah renggang tersebut.

Cindy segera melepaskan pelukannya pada Jinan. Menghapus cepat sisa air matanya ketika mengetahui bahwa seseorang yang memanggilnya adalah sang kakak. Tadi memang Cindy meminta sang kakak untuk menjemputnya setelah selesai kegiatan teater.

"Ditungguin malah masih di sini." ucap pemuda itu.

"I-iya Abang, maaf. Ini tadi mau jalan keluar kok." jawab Cindy.

"Kamu nangis?"

"Ha? Eng-engga, ngga kok. Kelilipan kecoa terbang tadi pas latihan."

Jihh udah mah sadgirl, garing pula lawakannya.

Sang kakak tak percaya begitu saja. Ia menatap seseorang yang sedari tadi diam di sampingnya.

"Lo kan yang bikin dia nangis, Meng?" kakak Cindy menatap tajam ke arah Jinan.

"Meng?" Cindy bingung.

"Komeng!"

Hadeeeeeh ngerusak suasana aja. Coba Cindy ngga lagi galau. Udah ngakak pasti dia. Tapi jangan dulu lah, ini rumah tangganya lagi di ujung perpisahan.

Jinan kesal sebenarnya, tapi wajahnya masih saja datar. Ia lelah sehabis latihan tadi, ingin pulang dan segera istirahat malah terlibat dalam drama memuakkan ini.

Lacerta agilisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang