Show 2 setlist RKJ baru saja selesai sekitar setengah jam yang lalu. Setelah mendengar evaluasi dari para sensei, para member yang masuk dalam line up show 2 pun akhirnya bubar dan kembali pada kegiatan pribadinya.
Eve dan Azizi yang tengah membuat konten, Muthe yang tengah nge-vlog, serta member-member lain dengan kesibukannya sendiri-sendiri.
Tak terkecuali Jinan, gadis itu baru saja selesai mengganti pakaiannya. Kini ia tengah mencuci tangannya di wastafel, hingga tanpa ia sadari seseorang lain berada di sampingnya.
"Ah elah, ngga bertanggungjawab banget lo jadi orang." ucapnya, Jinan yakin itu ditujukan untuk dirinya. Karena saat itu memang hanya dirinya dan orang tersebut yang ada di sana.
"Maksud lo?" tanya Jinan sambil menatap orang di sampingnya.
"Lo punya pacar kan? Lo ngga kasian ngebiarin dia pulang sendirian pake ojek setelah capek kegiatan? Lo kan bisa anterin dia dulu sebelum show. Eh iya lupa, lo kan suka ngedumel kalo dimintain tolong nganterin pulang dia ke Depok."
Jinan diam sebentar, mencoba meredam emosinya setelah mencerna dan menebak arah pembicaraan gadis asli Betawi itu.
"Kalo aja gue ngga nunggu si Alay selesai show, gue yang bakal anter dia pulang." katanya lagi.
"Pertama, ngga akan cukup perjalanan Sudirman-Depok bolak-balik dalam waktu satu jam sebelum gue show. Kedua, Cindy ngerti kalo emang kondisinya ngga memungkinkan buat gue nganter dia. Ketiga, apapun keluhan gue tiap nganter dia pulang itu semua ada tujuannya yang pastinya lo ngga perlu tau. Dan yang terakhir, Cindy itu punya gue." kata Jinan sambil menatap kakak kandung dari si badgirl alias anak pungut ya alias Eve.
"Kak Cindy punya lo? Punya nyali juga ya ngakuin dia sebagai milik lo setelah berkali-kali nyakitin dia? Haha, lawak lu!" ya, dia Ariella yang kini tengah tertawa remeh di hadapan Jinan.
"Maksud lo apa sat?!" Jinan kehilangan kesabarannya dan mencengkeram kerah kemeja yang dikenakan Eril.
"Yah kasar lo. Gini juga lo ke Kak Cindy? Kasian, cewek baik, perhatian dan lembut kayak dia dapet orang kasar dan nggak peka kayak lo gini." Eril menggelengkan kepalanya, kemudian menepis tangan Jinan yang mencengkramnya.
"Lo ada masalah apa si sama gue?" tanya Jinan lagi.
"Masalahnya adalah lo goblok. Lo ngga bisa ngelindungin Kak Cindy ketika dia diserang netijen. Apa mungkin lo malah gatau? Lo kan bodoamatan. Dan lo ngga ada waktu Kak Cindy nangis karena masalah yang lagi dia hadapin. Lo masih berani nyebut dia punya lo? Kagak waras!"
"LO ANJ..."
"CI ERILLLLLL BURUAN NAPA!" suara teriakan tak asing membuat Jinan tak dapat melanjutkan kalimatnya.
"Minggir lo! Dasar lemah!" Eril mendorong kasar bahu Jinan kemudian berlalu dari sana.
Jinan mengatur nafasnya dan mencoba tenang. Semakin dia emosi, semakin ingin dia membakar Ariella.
"Astaghfirullah Jinan, sabar."
Akhirnya ia memutuskan pulang karena malam juga sudah semakin larut. Sepanjang perjalanan yang Jinan lakukan adalah overthinking.
Sesampainya di rumah, Jinan segera naik ke lantai dua dimana kamarnya berada. Lampu kamar di sampingnya masih menyala dan terdengar alunan-alunan musik mellow pengantar tidur. Yah udah biasa sih, memang ini sad hour nya si Najwa.
Jinan masuk ke dalam kamarnya. Ia langsung mengganti kaosnya dengan piyama, kemudian menyikat gigi dan membasuh wajahnya.
Setelah selesai dengan ritual malamnya, ia duduk di tepi kasurnya sambil melamun. Entahlah mengapa ucapan-ucapan Eril masih saja nyangkut di kepalanya.