Seorang gadis melangkah dengan terburu-buru di lorong sebuah rumah sakit besar di daerah Jakarta. Sambil sesekali mengecek ponselnya, mata gadis itu kesana-kemari melihat tulisan yang ada di atas setiap pintu ruangan.
Ia berhenti tepat di sebuah ruang rawat inap VIP. Ruang Kamboja nomor 7. Ia menghela nafas sebelum akhirnya membuka pintu ruangan tersebut.
"Aku janji Dev, ini terakhir kalinya." gadis itu bermonolog.
Ia perlahan membuka pintunya, nampaklah empat orang di ruangan tersebut. Pria dan wanita paruh baya, serta dua gadis remaja dimana salah satunya terbaring lemah di ranjang rumah sakit.
Gadis itu berjalan mendekat, lalu tersenyum. Ia kemudian menyalami kedua tangan pria dan wanita paruh baya tadi.
"Emm dia siapa?" tanya gadis yang tengah sakit itu sambil memegangi kepalanya.
"Ha? Ka-kamu ngga inget a-aku? Jinaaaaan, ini Cindy." kata gadis satunya, matanya mulai berkaca-kaca.
"Cindy siapa, Bunda?" gadis bergigi kelinci itu menoleh pada perempuan paruh baya di sampingnya yang tak lain adalah sang bunda.
Sang bunda tak menjawab, terdiam sebentar. Cindy sudah hampir menangis. Namun tak lama telinga gadis yang sakit tadi dijewer oleh bundanya.
"Jangan nakal heh! Kamu baru aja sadar udah jail aja!" kata sang bunda.
"Aaaaaa sakiiiit." rengek gadis itu. Jinan.
"Hahahaha. Liat deh Wa, dia nangis." Jinan tertawa.
Cindy? Dia bengong sambil nangis. Barulah ketika semua orang di ruangan itu tertawa, ia sadar jika dirinya tengah dikerjai.
"Huaaa Bundaaaa. Jinan jahat." Cindy menghambur ke pelukan bunda Jinan.
"Dasar Kakak Bolot, bucin." kata adik Jinan. Najwa.
"Heh, ngga boleh gitu sama Kakaknya. Minta maaf." tegur ayah Jinan.
"Hehe iya. Maaf ya Kak cinhep."
"Kamu juga!" tatapan sang ayah kini beralih ke putri sulungnya.
"Hehe, maafin Jinan ya Cindy. Becanda kok. Masa aku lupa sama kamu." kata Jinan.
Cindy masih manyun. Deg-degan dia tuh, yakali kadal amnesia. Cindy harus ngulang dari awal dong. Menangin hatinya si kadal tuh susah pake banget.
Jinan sudah sadar dua hari yang lalu. Tapi Cindy belum sempat menjenguknya karena jadwal yang padat. Barulah hari ini sepulang latihan, ia menyempatkan diri menjenguk si pacar.
"Cindy, Bunda nitip ya. Ini soalnya Ayah sama Najwa belum pada makan." ucap bunda Jinan.
"Iya, Bunda." jawab Cindy.
"Kamu udah makan belum, Nak?" tanya Ayah Jinan.
"Udah kok, Om."
"Tadi manggilnya Bunda bukan Tante. Kok sekarang panggilnya Om? Bukan Ayah?"
"Ha? Eh-hehe.."
Gatau, Cindy nyengir aja. Yakali manggil Ayah. Kan belum jadi. Hehe.
"Becanda, Cindy. Yaudah nitip Jinan ya. Kita keluar dulu." ayah Jinan tersenyum.
"Okee, Om."
Selepas orangtua dan adik Jinan pergi, Cindy mendekat ke Jinan. Duduk di sebuah kursi di samping ranjang Jinan. Tau ngga Jinan lagi apa? Push rank! Dakjal emang, yang lain panik dia malah santuy.
"Jinan, kamu kan lagi sakit. Jangan main game dulu." kata Cindy.
"Ya daripada mainin hati kamu." jawab Jinan, tapi masih fokus dengan ponselnya.