Jinan menutup laptopnya, kemudian merapikan berkas-berkas laporan kegiatannya. Ia meregangkan otot-otot tubuhnya yang kaku karena sedari tadi hanya duduk menatap laptop.
Akhirnya ia dan kelompoknya dapat kembali ke Jakarta besok. Tak sampai sepuluh hari urusan mereka selesai. Ini semua berkat kebucinan Jinan.
Ya, Jinan mengerjakan semuanya secepat mungkin bahkan pekerjaan temannya ia cover agar dapat segera pulang ke Jakarta. Kenapa? Kata camer, bidadari bolotnya sakit. Jadi ya Jinan ingin menemaninya.
Pantas saja chat dan telepon Jinan diabaikan, ternyata gadis itu sakit. Tapi kenapa Cindy tidak ngomong ke Jinan, apa takut membuat Jinan khawatir? Atau..
"Arghh selesai. Besok pulang, ketemu bidadari. Gue harus di sana, buktiin kalo gue sayang sama dia. Gue bakal perbaiki kesalahan gue dulu. Tungguin Jinan, Cindy!" monolog si gadis kadal itu.
***
Yashh! Jakarta!
Setelah nyetir berjam-jam akhirnya Jinan sampai juga di kota kelahirannya itu pada pukul 10 pagi. Meskipun Jakarta macet, panas, dan rusuh, tapi ada hal manis dan indah di Jakarta. Seperti Cindy misalnya. Kenangan bersama Devi apalagi, eh gimana?
Jinan langsung menuju ke rumah Cindy tanpa pulang dulu ke rumahnya. Gapapa yang penting Jinan sudah mandi, sudah wangi juga. Sudah siap buat dipeluk sama Cindy. Ehe.
Dengan ransel di punggungnya, kemeja flannel biru dongker yang lengannya digulung sampai siku, celana jeans serta topi dan sneaker berwarna putih membuat Jinan terlihat sangat menjiwai perannya sebagai mahasiswa kota Jakarta.
Selama ini tak pernah-pernahnya ia membawa ransel untuk kuliah. Tapi ya kali ini terpaksa, karena banyak yang harus ia bawa.
Jinan mengetuk pintu rumah sang pacar, dan tak lama seseorang keluar menyambut Jinan.
"Assalamualaikum." kata Jinan.
"Waalaikumsalam." jawab orang itu.
Keduanya diam, cukup lama. Akhirnya Jinan bersuara.
"Suruh masuk napa Bang, saya kan pegel. Mana tasnya berat."
"Yeu ngga sopan lu Bulet! Mau ngapain ke sini?"
"Ngelamar adeknya Abang."
"Haha, yakin banget lu diterima?"
"Bodo. Misi ya Bang, numpang lewat. Saya kangen saudari Cinhap Hapsari."
Jinan nyelonong masuk meninggalkan kakak Cindy yang masih geleng-geleng kepala melihat kelakuannya.
"Yakin gue mah, bentar lagi juga si Bulet balik lagi kesini."
Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Jinan membuka pintu kamar Cindy perlahan.
Damn!
Ia melihat Cindy tengah duduk bersandar pada bagian atas ranjangnya sambil disuapi makanan oleh seseorang. Sesekali seseorang tersebut mengusap lembut puncak kepala Cindy, membuat gadis itu menunjukkan senyum manisnya.
"Kok dada gue sakit? Perasaan tadi baik-baik aja? Badan gue juga ngga panas. Tapi kok hati gue panas ya?"
Jinan yang awalnya ingin masuk kini berbalik. Menutup kembali pintu kamar Cindy secara perlahan karena tak ingin dua manusia di dalam itu menyadari kehadirannya.