Sakit

1.7K 124 166
                                    

Ia terduduk lemas di samping ranjangnya sembari matanya tak lepas menatap sebuah foto polaroid figur dua orang gadis. Keduanya tersenyum kala itu.

Dua puluh satu hari menurut hitungan Jinan. Selama itulah kiranya seseorang yang dulunya hangat berubah menjadi sedingin cuaca kota Bandung. Entah apa penyebabnya, karena hingga saat ini otaknya pun masih buntu untuk menemukan jawabannya.

Cindy, gadis manis itu kini semakin menjauh dari Jinan. Bahkan lebih parah, gadis itu tak pernah menganggap Jinan ada. Meskipun Jinan ada tepat di depan matanya. Bagi Jinan, Cindy yang sekarang terlalu jauh dari jangkauan untuk dapat ia raih. Bahkan hanya untuk menggenggam tangannya seperti dulu.

"Cindy, Jinan kangen."

"Pengen peluk kamu."

Jinan bergumam sambil mengucek matanya yang selalu saja ingin mengeluarkan air mata setiap mengingat sosok bidadari bolot itu.

Ia menatap ponsel yang tergeletak di lantai karena tiba-tiba ponsel tersebut berdering. Sebuah panggilan masuk dari..

"Halo, Tante." sapa Jinan.

"Iya Jinan. Kamu dimana?"

"Di rumah aja. Ada apa Tante? Tumben nelpon Jinan."

"Cindy sakit."

"Eh? Beneran?"

"Tumben kamu ngga tau? Kamu juga jarang main ke rumah sekarang. Kalian lagi berantem ya?"

"Engga kok, Tante. Lagi agak sibuk aja. Emm, Jinan boleh ke sana ngga?"

"Ya boleh. Tujuan Tante nelfon kamu juga biar kamu kesini. Orang anaknya dari kemarin manggil-manggil kamu terus."

"Iya? Yaudah Jinan kesana."

"Yaudah kamu hati-hati ya. Makasih lho udah mau direpotkan."

"Engga. Kan buat calon istri, masa repot. Hehe."

"Iya deh aamiin. Yaudah Tante tutup ya, Nan? Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, Tante."

Jinan bergegas mengganti pakaiannya ke kamar mandi. Setelah rapi, ia turun untuk ijin pada orangtuanya.

Ah sebenarnya diijinkan atau tidak juga Jinan bakal gas aja. Tapi untungnya sang ayah dan bunda baik, jadi dia diijinkan untuk ke rumah Cindy meskipun sebenarnya sudah cukup larut malam.

Demi Cindy. Jangankan ke Depok, ke Bojong Gede juga Jinan ayo aja!

"Tadi katanya Cindy manggil-manggil gue? Emm, dia tuh sebenernya kenapa sih"

Jinan mengehentikan mobilnya di halaman rumah sang kekasih. Em, entah masih kekasih atau bukan tapi intinya yaudah gapapa.

Ia mengetuk pintu dan disambut oleh sang camer. Setelah sedikit berbasa-basi, Jinan langsung saja naik ke lantai dua menuju kamar Cindy.

"Bismillah. Semoga ngga diusir."

Perlahan pintu kamar Cindy diketuk. Hingga beberapa menit tak ada jawaban, Jinan mencoba membuka pintu itu sendiri. Dan yashh! Ngga dikunci.

Setelah melangkahkan kaki ke dalam kamar tersebut, hal pertama yang ia lihat adalah seorang gadis dengan selimut tebal tengah tertidur dengan gelisah sambil memeluk guling.

Jinan mendekat dan duduk di tepi ranjang Cindy. Ia memegang dahi Cindy yang kini terasa panas. Panas banget kayak liat gebetan jalan sama yg lain. Ngga!

Tadi sebelum ke rumah Cindy, Jinan mampir sebentar ke apotek untuk membeli plester penurunan demam. Iya memang untuk anak-anak, tapi ya coba aja. Lagian kan Cindy masih esempe, masih bisa lah yaa.

Lacerta agilisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang