11 | Rindu

580 126 23
                                    

"Jin, kita berhenti di sini."

Miyeon memutuskan untuk berhenti sejenak, sekedar mengistirahatkan diri karena terlalu lelah berlari sejak tadi. Yah, dia yakin seratus persen kalau Jaehyun tidak akan mengejarnya lagi, dilihat jarak berlari mereka sudah cukup jauh juga ternyata.

"Ini minum dulu," Miyeon memberikan sebotol air mineral pada Heejin, ia baru mengutang di warung sebelah by the way. Lalu keduanya duduk di kursi rotan itu sambil mengatur nafas masing-masing.

"Tadi Papa kamu, ya?" tanya Miyeon basa-basi.

"Hm,"

"Oh," sahut Miyeon pendek. Kini ia bingung harus berbicara apa sekarang.

"Miya," panggilan Heejin otomatis membuat Miyeon menoleh, dan mendapati anaknya juga tengah menatapnya.

"Apa kita pernah mengenal?" Pertanyaan yang sukses membuat jantung Miyeon berdegup kencang. Entah, saat ini Heejin sedang curiga atau bagaimana yang jelas Miyeon agak waspada untuk menjawabnya.

"Me-memangnya kenapa, Jin?"

Heejin menyimpulkan senyim tipis, "setiap liat kamu, aku selalu ingat seseorang yang aku sayang."

Miyeon tidak berani untuk sekedar menebak dan memilih untuk diam sembari Heejin melanjutkan ucapannya.

"Sejak awal aku liat kamu, aku langsung teringat dia. Dan bagaimana sikap kamu selama ini, semakin membuat aku tau kalau,"

Heejin menoleh lagi, memberikan tatapan yang sulit Miyeon artikan di sana.

"Kalau orang seperti Mama, gak hanya satu." Lanjut Heejin pelan, meremas tangannya sendiri.

Kemudian gadis itu mengambil tangan Miyeon untuk digenggamnyabl erat. Wajah sendunya tercetak jelas, membuat Miyeon tidak kuasa untuk menumpahkan air matanya.

"Makasih Miya, sudah ada di sini. Makasih karena sudah mau bantu aku dan jadi teman aku."

Tenti Miyeon langsung membalasnya dengan pelukan. Memeluk putrinya itu erat, membiarkan air matanya turun di sana. Sungguh, Miyeon tidak bisa lagi mendeskripsikan bagaimana perasaannya saat ini.

"Makasih karena mau menerima Mama. Mau kasih kesempatan untuk Mama."

Miyeon mengatakan tanpa suara yang tak mungkin terdengar oleh Heejin.

"Miya," ucap Heejin lagi setelah keduanya melepaskan diri bersama. Miyeon masih mengusap air matanya, berusaha tidak terlihat cengeng di depan Heejin.

"Tentang Papa aku, mungkin kamu harus tau." Gadis itu kembali menunduk, "kamu pasti sudah sering dengar tentang berita Papa aku korupsi, bukan?"

Tentu Miyeon mengetahuinya.

"Alasan yang selalu digunakan teman-teman untuk menindas aku. Padahal aku tau sendiri, kalau Papa gak mungkin melakukan hal sekotor itu." Miyeon pun sebenarnya, dalam lubuk hati terdalam, menyangkal bahwa apa yang dilakukan Jaehyun itu benar. Dia tahu benar siapa pria itu.

"Tapi aku gak pernah menyangkal atau membalas perlakuan teman-teman. Aku gak mau jika aku menimbulkan masalah di sekolah, Papa akan semakin terpuruk. Aku gak mau Papa harus menanggung masalah lagi hanya karena aku."

Dari cerita Heejin, perlahan Miyeon mengetahui lika-liku dari permasalahan ini.

"Aku gak masalah jika mereka terus menindas aku. Tapi, aku gak terima jika nama Mama harus dibawa oleh mereka. Aku gak pernah rela,"

"Heejin—"

"Aku menyayangi Mama, lebih dari apapun, Miya." Gadis itu menangis, menumpahkan semuanya di depan Miyeon. "Hanya untuk kembali bersama Mama, aku harus menjadi gadis yang kuat. Aku harus melakukan itu, untuk bertemu Mama lagi."

Hi, Bye! Mama  ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang