01. Suasana Baru

153 25 0
                                    

Kakinya melangkah masuk kedalam sebuah gedung apartemen. Berjalan tenang sembari membawa koper yang terseret seiring langkah kakinya. Gadis berponi itu melihat ke sekelilingnya, banyak orang. Ia merasa sedikit risih dengan keberadaannya karena ia kurang suka dengan yang namanya keramaian.

Beberapa orang yang berpapasan terus memperhatikannya, mungkin karena pertama kali melihatnya, namun ia tidak peduli. Ia terus melangkah dan berhenti di depan lift, menekan tombol dan tak lama pintu lift terbuka.

Kosong.

Itu artinya dia akan sendiri di dalam lift. Masuk ke dalam dan menekan tombol 6, seketika pintu tertutup otomatis. Di dalam ia diam memandangi lantai yang dipijaknya, seperti ... tengah memikirkan sesuatu.

Bosan.

Dia melirik jam tangan yang terpasang di tangan kirinya. Pukul 4 sore. Melelahkan, batinnya berkata. 

Dia mengangkat kepalanya dan sedikit memijat belakang lehernya yang terasa pegal. Sembari menunggu, dia mengambil handphone di tas selempangnya dan mengeceknya. Tidak ada satu pun notifikasi. Dia berniat memasukkan kembali handphone nya, namun..

Ting!

Ah, ada satu notifikasi yang masuk. Dia mengecek.

Hhh ...
Helaan nafas keluar dari mulutnya. Ternyata itu hanya notifikasi pesan yang memberitahukan jika pulsanya sudah habis. Dengan sedikit rasa kesal ia menyimpan kembali handphone nya.

Tak lama, lift berhenti di lantai 6. Pintu terbuka dan dia langsung bergegas keluar menuju apartemen yang akan ditempatinya.

Ada beberapa orang yang berlalu lalang di sana, juga ... memperhatikannya. Merasa diperhatikan dia pun menundukkan kepalanya, sesekali melirik ke kanan dan kiri untuk melihat nomor di setiap pintu.

Bruk!

"Ah, s-saya minta maaf. Apa anda baik-baik saja?"

Seseorang tak sengaja menabrak bahu kirinya, membuatnya sedikit terdorong kebelakang, karena kaget ia refleks melepaskan pegangan pada koper yang dibawanya membuat kopernya terjatuh. Sempat terdiam, akhirnya ia sadar dan berjongkok untuk membawa kopernya.

"Apa anda baik-baik saja? Maaf kan saya, saya sangat terburu-buru tadi." Orang yang menabrak tadi kembali berucap.

Dia sedikit menggerakkan kepalanya ke arah kiri untuk melihat si penabrak. Seorang wanita paruh baya yang kira-kira umurnya sudah menginjak kepala tiga. Sepertinya wanita itu memang sedang terburu-buru, terlihat dari raut wajahnya yang terlihat sedikit kelelahan. Sepertinya tadi dia berlari.

Yang menjadi korban tersenyum kaku. "Saya tidak apa, lagipula saya juga salah karena tidak memperhatikan jalan, maaf saya harus segera pergi."

Tanpa menunggu jawaban dari wanita paruh baya itu, dia kembali melangkahkan kakinya seolah tak terjadi apa-apa, padahal ia sempat menjadi pusat perhatian.

Dia berhenti di depan pintu apartemen nomor 356. Jarinya bergerak menekan tombol angka password-nya, padahal ada kartu akses tapi dia terlalu malas untuk mengambil dompet yang berada di tas selempang yang dipakainya, toh dia juga tau password apartemennya .

Cklek!

Pintu terbuka, dia masuk dan langsung menutup pintunya. Terdiam sesaat untuk memandangi isi apartemennya. Ada dua kamar disana, dan sudah ada beberapa barang miliknya, karena orang suruhan ayahnya yang membawa barang-barang itu sebelum dia datang.

Dia melepaskan sepatu kets putih yang dipakainya, kemudian menyimpannya pada rak sepatu. Berjalan ke arah sofa dengan koper nya yang ia seret.

Ia mendudukkan tubuhnya pada sofa dan menyandarkan punggung dan kepalanya.

Hhh, helaan nafas keluar melewati bibir mungilnya. Ia memejamkan mata, sangat lelah hari ini. Bahkan rasanya dia sudah tidak mau bergerak karena sudah nyaman dengan duduknya. Kalo bahasa gaulnya itu 'pw'.

Matanya terbuka, dia melirik ke arah tas selempang warna hitam. Tanganya bergerak meraih tas itu. Membukanya dan mengambil sebuah buku berukuran novel.

Buku bersampul putih dengan kata yang di tulis indah di tengah-tengahnya. Diary.

Dia membuka diary nya.

Pluk

"Uh?" Ada selembar kertas yang terlipat, jatuh kepangkuannya yang awalnya terselip diantara lembaran buku.

Dia membuka lipatan kertas itu. Dan sedikit terkekeh melihat tulisannya.
Tulisannya saat dulu, saat ia berumur 5 tahun. Ia membaca 1 kalimat yang ada di kertas itu. Wajahnya berubah datar namun menyimpan kesedihan dimatanya.

Ya, hanya satu kalinat

Yerin sayang Appa dan Eomma

Yerin sayang Appa dan Eomma

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





Jung Yerin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jung Yerin

My Happiness [Back July]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang