Tangan itu mengusap air mata di pipi Hana, senyumnya begitu damai, dan Hana belum pernah melihat senyum seindah itu sebelumnya dari Tae Hyung. Ketika lelaki itu menarik tubuh Hana untuk di dekap, Hana yakin ini adalah mimpi terindahnya. Lelaki itu terasa lebih hangat dari sebelumnya. Dan sialnya tidak ada alasan untuk dirinya tidak menangis.
"Kenapa terus menangis? Apa kau sangat merindukanku?"
Suara bariton itu lekas menyadarkan Hana, tubuhnya tegang seketika, aroma Tae Hyung tak pernah berubah dan kini sumbernya sedang mendekapnya erat. Beberapa detik berlalu, dia sadar, ini bukan bayangan atau mimpi.
"Tae?"
"Maaf tidak mengabarimu, dan pergi terlalu lama."
Saat itu pula, Hana melepas pelukan Tae Hyung, dia melihat Tae Hyung, mengecek seluruh tubuh Tae Hyung, terlebih pada mata lelaki itu. Tae Hyung tak cacat sedikitpun, hanya rambut yang mulai memanjang dan kumis yang mulai tampak mendominasi.
Jemari Hana membingkai wajah itu, wajah tampan yang sangat dia rindukan.
"Kau kembali? Hiks." tentu saja tangis kembali terdengar. Dan Kim Tae Hyung terkekeh kecil, Hana menangis seperti anak kecil. Tanpa menunggu lagi, lelaki itu memberikan dekapan tanpa harus Hana minta. Mengusap punggung Hana pelan, sebelum memberi wanita itu hadiah kecupan kecil di puncak kepalanya.
***
"Kau dengar yang dikatakan dokter kan?"
Hana mengangguk, semakin erat menggenggam jemari Tae Hyung enggan melepasnya. Hari ini mereka datang ke Rumah Sakit untuk mengontrol kembali mata Hana. Syukurnya tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan. Bahkan sepanjang berjalan menuju lobi rumah sakit, banyak orang-orang yang menatap pada mereka, itu tak membuat Hana pusing, dia tidak peduli sama sekali. Dia akan tetap mengenggam tangan Tae Hyung, dia hanya tidak ingin lelaki itu pergi lagi dari hidupnya.
"Donor mata itu hanya boleh dilakukan pada orang yang sudah meninggal, orang yang masih hidup dan sehat tidak boleh memberikan matanya. Jika pun ada di dunia ini, mungkin persyaratannya rumit. Kenapa kau berpikir aku memberikan mataku padamu?" Tae Hyung bersuara begitu sampai di parkiran mobil, dia membukakan pintu mobil untuk Hana. Wanita itu hanya mengerucutkan bibirnya. Lucu.
Tubuh Tae Hyung berlari kecil, mengitari sisi mobil dan ikut masuk ke dalam mobil hitamnya. Bahkan tak menunggu lama mobil itu sudah beranjak meninggalkan gedung rumah sakit yang besar. Mulai menggerus jalanan hitam kota.
"Kau mau jalan-jalan?"
Hana menggeleng, menarik lagi tangan Tae Hyung dan menyimpannya tepat di pangkuannya. Genggaman yang erat lagi-lagi membuat Tae Hyung hanya tersenyum kecil.
"Aku sudah operasi, tapi aku tidak bisa melihatmu berhari-hari. Tidak ada yang membicarakanmu atau memberitahuku dimana kau berada. Aku kira kau mati."
"Hahaha, benar begitu?" tanya Tae Hyung dengan tawa beratnya. Hana sangat lucu dengan ekspresi menahan tangis.
"Tae."
Tawa yang meledak tiba-tiba itu justru membuat Hana kesal, dia mengembalikan tangan lelaki itu dan mengalihkan pandangannya. Menatap jalanan yang lumayan ramai. Sampai usapan halus di rambutnya membuat air matanya terjatuh sekilas.
Melihat Hana mengusap air matanya, mobil yang tadinya berjalan di tepikan Tae Hyung. Musim dingin sudah tiba, harusnya udara yang berembus tidak sedingin itu bukan? Wooyoung sudah menjalani hukuman. Itu membuat Tae Hyung lega setidaknya sedikit. Jika dia bisa membalas dengan tangannya sendiri, dan jika saja Jung Kook tidak menahannya, Tae Hyung bisa memastikan lelaki itu sudah mati atau dia akan menguburnya hidup-hidup. Pamannya juga mengundurkan diri dari perusahaan, club-clubnya otomatis dia sendiri yang mengetuai. Dengan wakil sahabatnya. Jeon Jung Kook.
![](https://img.wattpad.com/cover/95713155-288-k607063.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Body Paid ✓
Fanfic"Kau milikku mulai saat ini. Karena aku sudah membelimu, jadi turuti semua apa yang ku mau. Jangan pernah menolakku, jangan pernah membuatku marah, jangan ikut campur dalam kehidupanku, dan jangan pernah menyukaiku." Ryu Hana hidup selama 20 tahun t...