20. The night

87 28 216
                                    

“Ikhlas itu bohong, yang benar adalah terpaksa lalu terbiasa.”

#lagunyaenaknihh

🌈

Ikhlas memang tidak pernah mudah selama ada kaitannya dengan perasaan. Seperti Arsyana, ia sulit mengikhlaskan Alvaro. Padahal Arsyana mengakui kalau Alvaro brengsek. Tapi, kenapa masih sulit?

Sudah jelas kalau Alvaro tidak baik, kenapa Arsyana masih memikirkan lelaki brengsek itu?

Oke, Arsyana mangakui kalau ia memang labil. Terkadang ia benci sebenci bencinya kepada Alvaro, kadang juga ia memikirkannya. Disini, Arsyana juga salah. Salah karena sudah memberi segenap hatinya untuk Alvaro. 

Mulut bisa berbohong. Tapi hati selalu jujur.

“Sya, ini cantik banget bajunya. Cocok loh kalau dipake sama lo,” saran Naomi sambil meneliti baju yang ia pegang.

Arsyana menoleh, lamunannya buyar saat Naomi memanggilnya, “Gue lagi gak pengen kemeja.”

Naomi menghembuskan nafasnya gusar, “Tapi lucu Sya. Lo harus coba deh, kalau pake kemeja ini terus dalemnya pake kaos polos lucu loh.”

Arsyana mengambil alih baju yang dipegang Naomi, ia meneliti kemeja berwarna putih itu dengan seksama. “Yaudah, gue beli.” Ujarnya.

Naomi mengangguk, “Mau sekalian sama celana?” tanyanya.

Arsyana mengangguk lagi, lalu mereka berjalan mencari outfit lainnya. Disini, yang paling banyak belanja Arsyana. Padahal Naomi yang mengajak Arsyana belanja. Tangan Arsyana sampai penuh, karena menjinjing kantung belanjaan.

“Nah yang ini cocok buat gue,” gumam Naomi. “Sya cocok 'kan?”

“Iya, bagus. Cepetan Nom, kaki gue pegel.” Arsyana merengek, karena kesal terlalu lama lama didalam kerumunan. Melihat banyak orang, membuat Arsyana pusing. Ia lebih suka ketenangan.

“Iya, iya... sabar dong. Habis bayar ini kita nyari tempat makan deh, gimana?” Naomi, menarik tangan Arsyana menuju kasir. Ia juga tidak mau berlama-lama disini.

“Iya, cepetan. Gue juga mau sekalian bayar,” ujar Arsyana. “Nom, gue kesana ya? Antriannya kosong.”

Naomi mengangguk, tangannya sibuk mengambil barang yang akan ia beli. Arsyana langsung pergi, ke tempat yang dituju.

Arsyana berdiri, mengetuk ngetukan sepatunya ke lantai. Karena tidak tahu harus apa, membosankan kalau terus memperhatikan Mba kasir, yang sibuk itu. Beberapa lama kemudian, Arsyana selesai membayar belajaannya. Begitupula Naomi.

Mereka kembali berjalan. “Sya, gue habis duajuta hari ini. Gila, gue niatnya gak akan habisin uang gue, tapi kenapa gak kerasa ya?” ujarnya, Arsyana hanya mendengarkan Naomi baik-baik. “Kalau lo habis berapa? Pasti lo lebih dari gue 'kan?”

“Gue gak mau pamer. Cukup gue sama Mba kasir aja yang tau,” ucap Arsyana. Ia tidak mau memberi tahu Naomi, karena pasti perempuan itu akan heboh melihat total biaya yang keluar.

Naomi berdesis, “Dasar!” gerutunya. Sesaat kemudian, suara dering telefon berbunyi keras sampai langkah mereka berdua terhenti. Naomi membuka slingbag-nya. Mengambil handponenya, “Sebentar ya Sya, gue angkat telfon dulu. Lo tunggu disana deh,” tunjuknya pada sebuah bangku.

About UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang