“Perjuanganmu, akan di hargai. Saat orang yang kamu perjuangkan, merasa kehilangan. Karena, karma itu memang benar adanya.”
🌈
Mau tidak mau, Arsyana harus kembali bersekolah. Meskipun, ia kini sangat malas karena harus bertemu dengan mantannya. Arsyana hanya khawatir, kalau perasaannya masih sama kepada Alvaro.
Ia harus yakin, harus bisa menerima kenyataan kalau sekarang ia bukan siapa siapanya Alvaro. Arsyana sudah tidak ada urusannya lagi dengan Alvaro. Meskipun ia harus berusaha mati-mati an menepis, kenangan bersama Alvaro yang terkadang selalu datang lewat bayangannya.
Arsyana menghela napasnya, pasrah. Niatnya kesini untuk sekolah. Bukan untuk mendengarkan segala kebacotan Alvaro.
Gue harus, biasa aja. Jangan heboh, jangan nangis, jangan cengeng. Pokoknya gue harus Move On!
Dengan senyuman dibibirnya, Arsyana melangkahkan kakinya ke dalam koridor. Yang ia tuju saat ini adalah kelasnya. Namun, baru saja beberapa langkah berjalan, seseorang meneriaki namanya dengan suara cemprengnya.
“Arsyana!”
Arsyana menoleh, saar mendengar suara cempreng khas Chaca meneriaki namanya dengan penuh antusias.
Grep
Chaca memeluk, Arsyana erat. “Lo kenapa, gue cariin lo kemana-mana, tapi lo gak ada disekolah.” Chaca mengeratkan pelukannya, “Kata Naomi, lo sakit Sya? Bener?” tanya Chaca seraya melepas pelukan.
Arsyana menghembuskan nafasnya lega. “Gila lo, gue baru sembuh. Lo mau nambah penyakit gue? Mau bikin gue sesak napas?” gerutu Arsyana sambil menetralkan napasnya.
Chaca cengengesan, “Gue cari 'in lo, kemana mana Sya. Tapi, lo gak ada. Ada yang pengen gue ceritain.” Chaca menggandeng tangan Arsyana, lalu berjalan dengan tangan yang dicekal oleh Chaca.
Sepanjang, perjalanan banyak yang menatap Arsyana dengan tatapan yang berbeda-beda. Ada yang menatapnya sinis juga, tapi lebih dominan yang tersenyum kearahnya.
Sepanjang jalan, itu juga ia berharap tidak bertemu dengan Alvaro. Hatinya sangat tidak siap harus bertatap muka, dengan Alvaro.
“Gue kesel banget, tauk sama si botak lenang, Pak Yanto. Gue kan gak salah apa-apa, tapi kena omel juga, gara-gara gue ngetawain Anna pas Vano ngejailin Anna.” Ujar Chaca.
“Heh, jangan gitu. Nanti, lo kena dosanya mau? Lo mau botak kayak Pak Yanto?” hardik Arsyana.
“Ya... enggak mau sih. Ta-tapi kan Sya, yang namanya lagi emosi itu, pasti sumpah serapah keluar, terus ucapan apapun bisa keluar gitu aja, tanpa takut penyesalan.” Kata Chaca.
Arsyana terdiam sejenak, benar perkataan Chaca. Seperti kepada Alvaro, ia sering mengucapkan hal yang tidak terduga saat sedang marah kepada Alvaro. Entah itu cacian, makian, niat untuk balas dendam, dan masih banyak lagi. Dan setelahnya Arsyana selalu menyesal karena terlalu larut dalam emosinya.
“Iya, nanti jangan gitu ya Cha. Belajar mengontrol emosi, jangan sampai bamblas. Untung aja lo gak kena hukum, kalau sampai iya, gimana?”
Chaca mengangguk, paham. “Iya 'ya, Sya. Umm, kalau gitu gue ke kelas duluan ya,” pamit Chaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Us
أدب المراهقينWARNING! (Cerita ini banyak mengandung bawang.) Fast update! "About Us." Semua nya, tentang "Us." Tentang bagaimana kita sedekat langit dan bintang. Yang kini sejauh, bumi dan matahari. Kisah, seorang perempuan cantik bernama Arsyana Jingga Arun...