• Ke Rumah Bunda

2.7K 328 92
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


.

Dulu, si kembar itu hobi sekali menjahili bundanya sampai wanita itu naik pitam. Bagi mereka, kemarahan bunda itu terlihat lucu, karena memang pada dasarnya Bunda Maya wanita yang sangat lembut dan tidak bisa marah, pernah sih dia marah, tapi bukan tipikal orang yang kalo marah itu suka membentak atau pun teriak-teriak. Tapi Bunda itu kalo marah melampiaskannya dengan air mata atau diam.

Waktu itu, tepatnya sehari sebelum mereka berlibur ke pantai dan terjadi tsunami, Mas Saga mencuci kaki bundanya, sebagai baktinya seorang anak pada sang bunda. Disaksikan oleh ketiga adik kembarnya.

"Air bekas cucian kaki Bunda nggak diminum sekalian, Mas?" tanya si bontot Marvin.

Sagara menggeleng. "Itu nggak wajar dan nggak dianjurkan dalam Islam, Dek. Kalian harus tau."

"Loh bukannya itu dianjurkan ya Mas? Ayah, emang yang dibilang Mas Saga itu bener?" Samudra kurang puas dengan jawaban mas-nya.

Ayah yang sedang membaca koran di single sofa pun menoleh, lantas mengangguk. "Bener, Dek. Setau Ayah nggak ada ayat dan hadist yang menganjurkan. Tindakan kaya gitu bisa disebut juga Ghulluw, atau sesuatu yang berlebihan yang bisa menyesatkan manusia beragama."

"Lah masa guru agama aku ngajarin kaya gitu Yah, Bund." Marvin mengadu pada kedua orang tuanya.

"Dih, guru lo sesat, Pin."

"Dia guru lo juga, Nesh. Inget, kelas kita sebelahan."

"Oiya maap gue lupa."

"Yaudah guru agama gue doang yang paling bener."

"Bodo amat."

Ayah Basta, Bunda Maya dan Sagara menggelengkan kepala dramatis.

"Kalian nggak nyuci kaki Bunda juga?" Tanya Saga menghentikan perdebatan kecil mereka.

Dengan kompaknya, si kembar menggelengkan kepala sambil cengengesan. "Nggak mau. Kan masih ada hari esok. Sekarang gilirannya Mas Saga dulu yang cuci kaki Bunda, baru besok kita gantian, deh," kata Marvin.

"Nah bener tuh, lagian kaki Bunda kan udah bersih juga, apanya yang mau dibersihin lagi? Ya gak?"

Arnesh dan Marvin mengangguki perkataan Samudra.

Bunda dan Sagara menghembuskan napas. Laki-laki yang sudah berumur 22 tahun itu menyahut, "Kita nggak ada yang tahu sampe mana Allah ngasih kita umur, Dek. Jadi, selagi sempat kenapa harus besok-besok?"

Dan benar saja apa yang dikatakan Sagara. Mereka tidak akan pernah tahu batas umur manusia yang diberikan oleh Sang Pencipta. Hari di mana Saga mencuci kaki Bunda, semua baik-baik saja. Cuaca masih bagus, sama sekali tak ada tanda-tanda akan terjadinya bencana alam. Namun siapa yang sangka, hari itu adalah hari terakhir mereka melihat Bunda mereka bernapas.

Terlalu menyakitkan untuk diingat, tapi setiap saat mereka selalu mengingat kejadian pahit itu jikalau mereka rindu dengan sang ibunda.

ᴛʰᵉ ᴀᶜʰⁱˡˡᵉˢ

The Achilles •Local VerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang