• Wanita Ular

1.4K 228 82
                                    

Hai, apa kabar? Chapter ini ada 5k+ word loh. Semoga ga bosen ya nungguin cerita ini update 😭

Bayarnya pake vote aja ya? Kan mumpung masih gratis, belum aku kenain harga per chapter nya wkwkwk. Yuk tekan dulu bintangnya sebelum scroll ke ceritanya.

ᴛʰᵉ ᴀᶜʰⁱˡˡᵉˢ

Samudra menolak prosedur torakosentesis yang disarankan Dokter Rian. Membayangkannya saja sudah membuat bulu kuduknya berdiri.

Ayah sudah membujuk, namun tak meluluhkan hati Samudra. Semua saudaranya dan Dokter Rian pun sama. Bahkan remaja itu menjadi lebih emosional saat ini. Ia bahkan membentak Marvin dan sempat terjadi adu mulut selama beberapa menit karena sesi pembujukan itu.

Ayah Basta beserta anak dan keponakannya sedang berkumpul di depan ruang tunggu. Mas Sagara yang dikenal sangat-sangat dekat dengan Samudra saja ditolak mentah-mentah untuk masuk ke sana, baru juga ia sampai ambang pintu tapi Samudra menyuruhnya keluar.

Basta memandang nanar siluet Samudra dari jendela yang berada di pintu. Tatapan anaknya sangat kosong, ia bahkan tidak berkedip sama sekali saat memandang luar jendela.

"Icy coba ngomong sama Kak Sam, ya?"

"Jangan!"

Gadis cantik yang mengenakan outfit kemeja kotak oversize dan celana jeans itu terkejut mendengar semuanya melarang. Matanya membulat, menatap satu per satu kakak-kakaknya.

"Kenapa?"

"Emosinya Samudra lagi nggak stabil, Dek. Nanti kamu kena marah," jelas Sena. Ia mencoba meyakinkan adik paling kecilnya untuk tidak turun tangan pada masalah ini.

"Yaaa kalo belom dicoba kan nggak tau, Kak. Icy masuk, ya? Percayain aja semuanya sama Icy." Gadis itu menepuk-nepuk dadanya.

"Dek—"

Ceklek!

Ia memutar kenop pintu kemudian tersenyum pada semua saudaranya. "Icy bisa, Kok. Tenang."

Gadis itu melenggang masuk tak lupa menutup pintu kembali, sementara mereka langsung berbondong-bondong mengintip dari jendela. Di perhatikannya Icy melangkah santai menuju ranjang pesakitan Samudra, dan hanya di lirik sekilas oleh pemilik senyum kotak itu.

"Kak Samudra!" sapanya kelewat ceria.

Samudra berdeham pelan. Ia akui, ia sedang malas bertemu keluarganya sekarang. Karena yang mereka bahas yang tak lain dan tak bukan adalah torakosentesis itu.

"Kakak!"

Gadis itu berdiri di hadapan Samudra yang sedari tadi asik menghadap jendela.

Samudra memejamkan mata, terlihat dari mata Icy bahwa kakaknya ini sedang menetralkan emosinya karena Samudra menarik napas panjang dan dihembuskannya perlahan.

Tentu dalam hatinya gadis itu merasa takut. Jika dimarahi Reizo saja dia langsung menangis.

"Kenapa, Dek?"

Oh, ternyata Icy salah sangka. Samudra tidak memarahinya. Ia tetap berbicara santai walaupun terdengar dipaksakan.

"Icy boleh duduk, nggak?"

Samudra mengangguk. "Duduk aja, kan nggak bayar," sahutnya seraya terkekeh kecil.

Gadis itu langsung tersenyum senang, langsung saja ia duduk di tepi ranjang pesakitan sambil mengayunkan kedua kakinya yang menggantung. Samudra yang posisi awalnya duduk bersandar di kepala ranjang dengan kaki dibiarkan lurus kini merubah posisi seperti Icy. Kini mereka duduk bersebelahan.

The Achilles •Local VerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang