• Capek

2K 250 80
                                    

Janji bakalan vote dan komen? 🥺☝🏻

ᴛʰᵉ ᴀᶜʰⁱˡˡᵉˢ

Bentakan dari Samudra begitu membekas di dalam benak wanita bernama Anggun itu. Dengan perasaan kesal; tentu saja, ia pergi meninggalkan si kembar.

Ia memang menutup pintu itu rapat-rapat. Namun ia masih berdiri di dekat pintu sambil menatap ke arah Samudra.

Entah apa yang ada di pikirannya. Yang jelas, senyum tipis dan menusuk itu seolah menjelaskan bahwa ia akan melakukan sedikit pelajaran pada anak remaja itu.

Entahlah.

"Anggun? Kok di luar?"

Wanita itu tersentak. Dengan cepat ia mengubah ekspresi menjadi sedih begitu berhadapan dengan Sebasta yang baru saja datang dengan menenteng 2 cup coffee.

Anggun menyeka ujung matanya, agar terlihat seperti menghapus air mata. Sementara laki-laki di depannya mengernyit bingung.

"Kamu kenapa, Nggun?" Basta mengintip ke dalam ruangan melalui kaca, ada Samudra dan Arnesh. "Loh, kok Samudra sama Arnesh ada di dalam?"

"Mereka baru dateng beberapa menit yang lalu, Mas."

"Yaudah. Ayo masuk aja. Jangan diluar sendirian."

Anggun menggeleng dramatis. Ia memberikan senyum kemudian menyahut. "Aku pulang aja ya, Mas. Kayanya Samudra nggak suka sama kehadiran aku."

Basta menghela napas. "Anak-anak saya memang begitu kalau sama orang baru. Dan sedikit sensitif kalau saya ngajak perempuan lain selain almarhum bundanya," jelasnya.

Anggun mengangguk. "Iya, Mas. Aku paham. Gapapa. Jangan dipaksa. Aku takut anak-anak malah semakin benci sama aku kalau dipaksa."

Dari sorot matanya, Sebasta merasa tidak enak dengan wanita di depannya ini. Ia memang tidak tahu apa yang dikatakan anak-anaknya pada Anggun. Terlebih Samudra. Dari awal pertemuan, Samudra dan Anggun memang tidak terlihat baik.

"Sekarang aku mau pulang aja, Mas. Udah sore juga. Besok kalau nggak keberatan, aku ke sini lagi ngasih sarapan buat Marvin."

"Sekali lagi maaf ya, Anggun. Oh iya, ini kopinya. Mau saya antar?"

"Nggak usah. Aku udah pesan taksi, kok." Anggun menerima kopi itu dengan senyuman. "Makasih atas traktirannya, Mas Basta. Aku permisi dulu."

ᴛʰᵉ ᴀᶜʰⁱˡˡᵉˢ

Anggun menggerutu kesal selama perjalanan menuju lobby utama. Siapa lagi yang membuatnya kesal selain Samudra? Ia bahkan sudah hampir mendapatkan hati si bungsu keluarga Achilles.

Karena terlalu cepat dan terlalu terburu-buru berjalan, ia tidak sengaja menabrak orang di koridor yang sepertinya sedang terburu-buru juga.

Kopinya tumpah ke scrub suits; seragam yang biasa digunakan dokter untuk operasi, milik seorang dokter di rumah sakit itu.

"Ssh panas banget," lirih dokter itu. Yang ternyata adalah Sagara.

"Astaga, maaf maaf! Maaf saya—" ucapannya terhenti begitu melihat name tag di dada kiri Sagara.

Sementara Sagara sibuk dengan bajunya nya, Anggun tersenyum sinis sebelum akhirnya ia menormalkan ekspresi wajahnya lagi. "Aduh, maaf banget. Saya beneran nggak sengaja. Sini biar saya bersihkan."

"O-oh gausah, Bu!" Sagara mencegah perempuan itu memegang scrub-nya. "Gapapa gausah repot-repot, salah saya juga yang buru-buru tadi. Maaf sekali lagi."

The Achilles •Local VerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang