One

4.8K 268 6
                                    

Setelah melangsungkan pemakaman dengan layak, Jeno mendatangi satu per satu orang yang dihutangi appanya. Appanya adalah penjudi dan memiliki hutang disana sini. Beberapa hari yang lalu, Jeno mendengar kedua orangtuanya bertengkar padahal masih pagi. Tak heran sih, itu sudah jadi santapan bagi Jeno di setiap harinya. Bedanya setelah saling mengucapkan kata kasar, appa Jeno menarik eommanya dan membawanya pergi. Jeno tak tau kemana tujuannya karena dia sedang bersiap untuk berangkat kerja di salah satu cafe sebagai pelayan.

Tapi, baru satu jam Jeno menjalankan pekerjaannya, dia mendapat kabar bahwa kedua orangtuanya terlibat kecelakaan beruntun. Lebih parahnya lagi keduanya tewas di tempat. Setelah melakukan pemakaman, Jeno mendatangi satu persatu orang yang di hutangi appanya. Jeno menjual seluruh barang miliknya bahkan rumahnya sekalipun. Appanya selalu memiliki kertas bermaterai sebagai tanda hutang karena memang nominalnya tidak sedikit.

"Aku bisa mencari pekerjaan yang menampungku nanti" pikir Jeno tentang tempat tinggalnya. Rumah sederhana yang beruntungnya masih layak pakai dan cukup banyak perabotan yang bernilai jual tinggi.

Sayangnya, masih ada satu keluarga yang belum bisa dia lunasi. Hutang yang paling banyak. Tapi saat ini Jeno sudah tak punya apa-apa lagi. Semuanya sudah ludes dan hanya tinggal raganya, pakaiannya yang ia pakai, dan ponsel lama yang masih layak pakai.

Di sinilah Jeno. Di depan gerbang kediaman keluarga Na. Satu-satunya keluarga yang belum dia lunasi hutang appanya. Jeno berniat bernegosiasi. Jeno dengar keluarga ini punya simpati yang tinggi, dan Jeno berniat untuk memanfaatkan keadaannya sekarang.

***
"Keputusan ada di anda tuan sesuai dengan surat perjanjian yang anda dan appa saya buat. Saya sudah tak punya apa-apa saat ini" ucap Jeno sambil menunduk dalam. Di depannya ada sepasang suami istri keluarga Na.

"Aku sebenarnya sudah tak mengharapkan uang itu kembali. Tapi hutang tetaplah hutang" ucap tuan Na

"Saya rela melakukan apapun untuk melunasi itu tuan. Saya mau jika anda berkenan mempekerjakan saya tanpa upah sedikitpun. Saya juga sadar kalau itu tetaplah tanggungjawab saya" ucap Jeno mantap

"Baiklah begini saja. Kau pria yang baik dan bertanggungjawab. Bagaima-" ucapan tuan Na terpotong oleh istrinya

"Kalau begitu jadi menantuku saja. Kau sangat tampan dan umurmu tidak jauh beda dengan putriku" potong nyonya Na

"Huh?!" Jeno mengerjap bingung

"Maaf jika kurang sopan. Tapi, semudah itu anda mempercayakan putri anda kepada saya?" Tanya Jeno setelah berhasil mengontrol keterkejutannya.

"Aku setuju. Kau yang sudah mendatangi semua yang berurusan dengan appamu dan berniat menyelesaikannya termasuk juga padaku itu sudah menunjukkan bahwa kau pria yang bertanggungjawab. Sebenarnya cafe yang kau tempati untuk bekerja itu milik temanku dan aku juga dengar kau bekerja sangat bagus disana. Jadi kenapa tidak?" Ucap tuan Na menjawab

"Bagaimana?" Tanya nyonya Na

"Kau tidak harus menerima kalau mau lepas tanggungjawab. Tak apa jika kau mau menolak, itu artinya kau harus membayarnya dengan uang" ucap tuan Na. Cukup licik memang

Jeno terdiam. Pikirannya melayang. Dia ingin menolak, tapi dia tak punya uang untuk melunasi hutang appanya. Seandainya tuan Na menerimanya untuk dipekerjakan tanpa upah mau berapa tahun lamanya. Bahkan jika di total, harga rumahnya + perabotan di dalamnya masih kurang untuk melunasinya. Jeno memilih keluarga Na sebagai yang terakhir dia datangi karena Jeno benar-benar tak sanggup. Jika seluruh hartanya + tabungannya digunakan untuk melunasi hutang pada keluarga Na, maka Jeno harus berurusan dengan beberapa orang yang juga dihutangi appanya. Jadi Jeno memilih melunasi semuanya dan menyisakan satu yang terberat. Meski begitu, Jeno tak berpikiran bahwa akan begini jadinya. Satu-satunya pikiran Jeno sebelumnya adalah dia akan diperbudak selama bertahun-tahun atau bahkan sampai mati. Tapi ini, menikah?

"Saya akan menerima kalau putri anda juga setuju tuan" putus Jeno

"Baiklah. Tunggu sebentar. Dia bilang sedang dalam perjalanan pulang" ucap tuan Na

Baru juga selesai bicara, pintu utama terbuka dan masuklah orang yang di tunggu.

"Jaeminie~ kemari sayang" panggil eomma Na

"Perkenalkan dia Lee Jeno. Jeno, ini Jaemin. Putriku satu-satunya" ucap tuan Na

Jaemin tersenyum sopan dan menjulurkan tangannya. Jeno membalas, tak lupa dengan senyuman juga.

"Jaemin, ada yang ingin appa bicarakan. Sini duduk dulu" ucap tuan Na

"Ehm. Maaf appa. Boleh aku menaruh tas dan mantelku di kamar lebih dulu?" Tanya Jaemin meminta izin

"Baiklah. Jangan lama-lama. Cepat kesini"

Jaemin mengangguk singkat lalu berjalan cepat menaiki tangga menuju kamarnya.

***

Jaemin dan Jeno sedang ada di teras Jaemin meminta waktu untuk bicara dengan Jeno dan hanya dapur yang dekat serta aman karena tidak ada pelayan disana.

"Kenapa harus menikah? Tidak adakah cara lain?" Tanya Jaemin

"Aku sudah tidak punya apa-apa. Pilihannya, menikah denganmu atau dipekerjakan tanpa upah yang mungkin akan seumur hidup karena hutang appaku sangat banyak" sahut Jeno

"Aku mohon padamu. Meski aku tetap menerima jika seandainya aku harus bekerja seumur hidup, tapi aku rasa itu seperti menyia-nyiakan hidup. Aku bukan orang jahat, aku juga tipe orang yang bertanggungjawab" ucap Jeno

"Tapi aku tidak mencintaimu" ucap Jaemin pelan

"Bukan tidak, tapi mungkin belum. Kita bisa menimbulkannya bersama. Tentu jika kau menerimanya. Meski aku juga belum mencintaimu tapi aku akan berusaha" ucap Jeno yakin

"Kau benar-benar akan menyia-nyiakan hidup jika harus bekerja untuk melunasi hutang itu" gumam Jaemin

Jaemin berbalik, masuk ke dalam rumah. Jeno mengekor dari belakang. Diam-diam memperhatikan Jaemin di depannya. Mencoba menilai orang itu.

"Aku keberatan jika menikah langsung. Setidaknya tunangan dulu untuk saling mengenal" ucap Jaemin begitu sampai di ruang tengah dan menghadap appa dan eommanya.

"Jadi kau menerimanya?" Tanya nyonya Na

"Tunangan dulu tapi. Meski menurut appa dan eomma dia layak, tapi setidaknya aku juga harus memberi penilaian bukan? Terlebih ini pasanganku" Ucap Jaemin

"Bagaimana Jeno?" Tanya tuan Na

"Jika Jaemin-ssi maunya begitu tak apa tuan" jawab Jeno

"Baiklah, kita adakah pertunangannya besok malam" ucap tuan Na

"Aku akan menemani kalian mencari cincin besok. Jeno sementara gunakan kamar tamu dulu ne? Pilih saja yang mana. Semua kamar yang ada di lantai satu adalah kamar tamu" ucap nyonya Na

"Ne. Kamsahamnida" ucap Jeno sambil membungkuk 90°. Jeno bersyukur dia tak jadi budak di sisa hidupnya. Setidaknya menikah dengan Jaemin terlihat lebih baik. Terlebih menurut Jeno, Jaemin cukup baik. Dia pintar, cantik dan manis.

"Aku mau ke kamar dulu dan bersiap, appa, eomma" ucap Jaemin

"Mau kemana sayang? Kan baru sampai?" Tanya nyonya Na

"Ke kantor eomma. Tadinya mau langsung setelah kelas, tapi appa memintaku untuk pulang lebih dulu" jawab Jaemin

"Baiklah. Jeno, apa kau bisa menyetir?" Tanya tuan Na

"Bisa tuan. Saya pernah belajar dulu" jawab Jeno

"Kalau begitu tolong antarkan Jaemin ne! Ah dan juga panggil kami appa dan eomma saja. Kemari ikut aku. Sepertinya kami masih menyimpan pakaian appanya Jaemin yang seukuranmu" nyonya Na menggandeng Jeno menuju kamarnya. Nampaknya nyonya Na bahagia karena punya calon menantu yang tampan itu.















TBC
Mian typo bertebaran
Votement juseyo....

Sweet and sour ~ nomin [[END]]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang