Seventeen

1.3K 124 1
                                    

Mobil hitam melaju. Bukan Jeno yang menyetirnya, tapi Jaemin sendiri. Jeno berhasil mengejar Jaemin tapi Jaemin sudah duduk meski pintu mobilnya belum sempat di tutup.

"Biar aku yang menyetir. Aku akan mengantarmu kemanapun kau mau" ucap Jeno mencegah pintu itu tertutup.

Jaemin tak menjawab. Jaemin bergerak ke samping. Jeno pikir dia mau berpindah langsung tanpa keluar lebih dulu. Tapi dia salah. Jaemin hanya membuka pintu, lalu kembali duduk di kursi kemudi dan memakai sabuknya. Dia mengode Jeno dengan gerakan matanya. Merasa paham dan tak mau membantah, Jeno menurut. Bergegas masuk dan memakai sabuk.

Jeno mengamati jalan sekitar. Mereka sudah mengemudi selama 4 jam. Hanya berhenti saat mengisi bahan bakar. Jeno tidak tau daerah ini. Jeno belum pernah kesini.

"Ini dimana?" Tanya Jeno pelan

Jaemin masih tak bersuara. Jaemin yang sedang marah adalah Jaemin yang sangat irit suara. Jeno menyimpulkan begitu.

Jaemin turun ketika mobilnya berhenti. Sebuah villa cukup besar. Jeno ikut turun. Melangkah di belakang Jaemin.

"Selamat datang nona Jaemin" ucap beberapa orang yang menyambut mereka disana

"Tolong siapkan satu kamar tamu untuknya" ucap Jaemin datar.

Jeno membungkuk sedikit guna menyapa mereka. Lalu ikut masuk bersama Jaemin. Dia mengikuti Jaemin memasuki salah satu kamar.

"Keluarlah. Tanya mereka kamar mana yang di siapkan untukmu. Kalau kau keberatan, kunci mobil ada di meja itu" ucap Jaemin datar

Jeno menatap Jaemin yang melempar tas dan ponselnya dengan asal di ranjang. Lalu masuk ke kamar mandi. Merasa sudah di usir, Jeno akhirnya keluar. Dibawah dia kembali menjumpai pelayan yang menyambut Jaemin.

"Kamar anda sebelah sini tuan Jeno" ucap salah satu pelayan

"Kalian mengenalku?" Tanya Jeno terkejut

"Tentu saja tuan. Anda tunangan nona Jaemin. Tidak mungkin kami tidak mengenali anda" jawab pelayan tadi

"Ah begitu. Ngomong-ngomong jangan ganggu Jaemin dulu. Suasana hatinya sedang tidak baik" ucap Jeno

"Ne tuan. Kami sudah hafal. Nona Jaemin biasanya baru kesini kalau sudah benar-benar marah atau ada masalah dengan orangtuanya"

"Ah begitu. Majja, kalian sudah mengenalnya lebih lama dariku. Pasti lebih tau Jaemin daripada aku" ucap Jeno

"Ne. Tuan sudah makan?" Tanya pelayan

"Nanti saja. Aku mau istirahat dulu"

***

Jeno dan Jaemin sudah menginap di villa itu bersama. Jaemin tak masalah dengan pakaian karena disana banyak pakaian miliknya. Tapi untuk Jeno, dia harus membeli baju dulu meski lokasinya cukup jauh.

Jaemin mematikan ponselnya. Sekertarisnya beberapa kali menghubungi lewat Jeno. Dia juga berpesan pada Jeno untuk terus menemani Jaemin dan biarkan dia yang urus perusahaan.

Sore ini, Jaemin mengajak Jeno berbicara di taman belakang villa. Menampilkan langit oranye yang indah. Duduk berdua di ayunan. Tak lupa dengan coklat hangat di tangan keduanya. Satu selimut besar yang mereka pakai bersama.

"Jen?"

"Hmm?"

"Aku..."

"Katakan saja. Tidak perlu ragu" ucap Jeno menenangkan. Salah satu lengannya merangkul pundak Jaemin dan mengelusnya lembut.

"Apa kau benar-benar akan menikah denganku?"

"Tentu saja. Aku sudah berkomitmen. Meskipun mungkin belum ada cinta di antara kita, menurutku cinta itu bisa ditumbuhkan. Aku sudah mengatakan pada orangtuamu kalau aku akan menikahimu. Meski mungkin orangtuamu tak berlaku baik padamu, janji tetaplah janji" ucap Jeno mantap. Mata keduanya saling bertatapan. Jaemin mencoba melihat keseriusan melalui mata itu. Merasa tidak ada keraguan, Jaemin menghela nafas pelan

"Aku butuh bantuan mu"

"Apa?"

"Belajarlah managemen bisnis dan bantu aku mengelola perusahaan. Jujur saja, aku sudah muak dengan semua ini. Terlalu banyak cabang membuatku pusing. Setidaknya jika kau bisa membantuku kita bisa bagi tugas. Itu pun kalau kau mau" ucap Jaemin sedikit tak enak

"Aku akan membantumu. Jujur saja aku sudah ingin membantu sejak awal, tapi kau tidak mengizinkan. Juga karena aku tidak ada uang untuk belajar" ucap Jeno jujur

"Aku sudah punya rekomendasi. Dia seniorku saat aku kuliah dulu. Tidak lama, kau hanya perlu kurang lebih 3 bulan untuk menyelesaikan pendidikan itu. Tidak perlu yang sangat handal, setidaknya beberapa dasarnya saja sudah cukup. Kau juga sudah punya dasar di SHS juga mengelola cafe kemarin. Aku mengamatimu dan kau banyak berkembang. Jadi, kau mau?" ucap Jaemin

"Tentu"

"Kau bisa berangkat lusa"

"Hah? Memangnya dimana? Ku pikir di Korea"

"Jepang. Dia mengajar disana"

"Kau yakin? Maksudku, kau disini sendirian"

"Kwencana. Aku sudah menyiapkan semuanya jadi jangan khawatir. Bagaimana?"

"Arraseo" ucap Jeno pasrah. Jaemin tersenyum manis. Bahagia karena Jeno menerima tawarannya

"Gumawo" Jeno mengangguk. Jaemin memeluk Jeno erat. 

***

Jeno sudah berangkat ke Jepang. Jeno berkomitmen akan menyelesaikannya sebisa mungkin. Jaemin mengantar di bandara bersama sekertarisnya.

"Jangan melirik orang lain disana. Kalau aku tau kau selingkuh, kupastikan kau tidak bisa kembali kesini. Biar saja menjadi gelandangan disana" ucap Jaemin posesif. Jeno yang mendengarnya menjadi gemas sendiri. Dia peluk tunangannya itu.

"Arraseo. Kau juga jangan mencari namja lain disini" ucap jeno tak kalah posesif

"Mana sempat pacaran. Paling pacaran dengan berkas" sahut sekertaris jaemin

"YAK?!" Jaemin berseru. Mengundang pandangan dari orang-orang disana

"Itu pesawatku. Aku berangkat dulu" 

Jeno melepaskan pelukannya begitu dia sudah akan pergi. Melambaikan tangannya dan berangkat. Jaemin juga membalas lambaian tangan itu. Sampai akhirnya Jeno tak terlihat. Jaemin bergegas ke mobil bersama dengan sekertarisnya.

"Mau melakukannya sekarang?" tanya sekertaris

"Ne. Ini mungkin satu-satunya kesempatan kita. Tidak ada Jeno ataupun orangtuaku yang menghalangiku. Sudah saatnya mereka yang kotor berhenti bersenang-senang. Hany dalam tiga bulan, kita harus menyelesaikan semuanya"

"Mau mulai dari mana dulu? Semua bukti kita sudah sangat kuat untuk melawan lewat jalur hukum"

"Kita mulai dari perusahaan lawan dulu. Begitu selesai, kita akhiri dengan memberantas semua yang ada di perusahaan. Secara internal saja"

"Kau sudah siap dengan resikonya? Kemungkinan saham perusahaan turun drastis. Mungkin lebih buruk di banding skandal orangtuamu kemarin"

"Kwencana, kita bisa membangkitkannya kembali. Itulah mengapa aku meminta Jeno untuk membantuku"

"Ne"

Sekertaris itu mulai sibuk. Menghubungi beberapa orang yang bersangkutan.

"Sudah ku katakan. Kalian salah lawan" gumam Jaemin dengan seringai tajam














TBC

Mian typo bertebaran

Votement juseyo.....

Sweet and sour ~ nomin [[END]]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang