Fourteen

1.2K 130 2
                                    

Matahari sudah muncul. Cuacanya pagi ini sangat bagus. Tidak terlalu panas juga tak terlalu dingin. Tapi sepertinya tidak dengan suasana hati Jeno. Padahal baru jam 8 pagi, tapi wajahnya sudah kusut. Pegawai lainnya memandangnya heran.

"Baru juga buka sudah butuh setrika"

Jeno mengalihkan pandangan ke sumber suara. Renjun dan Haechan datang sebagai pelanggan pertama.

"Bibi tidak menyetrika pagi ini" jawab Jeno

"Jaemin kan ada" sahut Haechan

"Mana sempat? Keburu telat. Dia saja sudah berangkat sejak pagi buta" ucap Jeno kesal

"Untuk apa ke kantor pagi-pagi?" Tanya Haechan

"Aku juga tak tau. Beberapa hari terakhir dia jadi super sibuk. Berangkat pagi-pagi sekali dan pulang hampir tengah malam. Aku bahkan jarang sekali bisa bicara dengannya" keluh Jeno

"Oke-oke. Kita lanjut nanti. Sekarang kita pesan dan buatkan pesanan kami dulu. Baru nanti kau bercerita" ucap Haechan

"Baiklah. Mau pesan apa?"

***

"Jadi?"

"Aku tidak tau apa ini hanya perasaanku saja atau memang begitu. Aku merasa Jaemin berubah. Aku tidak tau apa yang terjadi di kantornya. Dia seakan-akan sangat betah disana daripada di rumah. Dia berangkat pagi dan pulang larut malam. Tidak ikut sarapan dan makan malam. Dia juga jarang menghubungiku. Pernah dua hari lalu aku menelponnya karena dia tak menghubungi sama sekali di hari sebelumnya. Kami juga tak bertemu sebelumnya. Dan jawabannya dia bilang dia sedang sibuk dan memintaku jangan menghubunginya dulu" ucap Jeno mulai bercerita

"Sejak kapan?" Tanya Renjun

"Aku baru merasa sejak itu... Ehmm... Aku pernah sengaja menguping saat appa bilang mau berbicara dengannya setelah kejadian rumahsakit itu. Aku melihatnya diminta menandatangani beberapa kertas. Juga dia diberi tumpukan kertas lain. Aku tidak terlalu mendengar ucapan mereka. Aku hanya mendengar beberapa kata salahsatunya hukuman. Aku juga mendengar appa bilang kesalahan kedua. Apa maksudnya?"

"Astaga aku baru ingat. Renjun!" Ucap Haechan heboh

"Ap- AH! Hukuman. Jeno kita harus pergi sekarang!" Ucap Renjun panik

Jeno yang tak tau mengapa keduanya panik hanya menurut saja. Pasti ada yang tidak beres. Renjun mengemudi kesetanan. Sedikit beruntung karena lampu yang mereka lewati jarang ada yang merah.

"Hati-hati bodoh! Kalau kita mati siapa yang menyelamatkan Jaemin!" Seru Haechan takut

"Menyelamatkan? Apa maksudnya? Kalian pasti tau sesuatu. Jaemin kenapa?" Ucap Jeno menuntut

"Lihat saja nanti. Intinya hukuman yang dimaksud appanya bukan hukuman kecil Jeno. Jaemin bisa saja mati karenanya. Bahkan dihukuman pertama dulu Jaemin harus dirawat selama sebulan" jawab Haechan cepat

"Bodoh! Kenapa kau tidak pernah mau melawan! Jaemin bodoh! Kenapa menerimanya begitu saja" Renjun terus mengatai Jaemin bodoh.

"Haechan, hubungi polisi dan suruh mereka kesana secepatnya. Kalau bisa lebih cepat dari kita" suruh Renjun

"Ne"

Haechan sibuk dengan ponselnya. Jeno yang duduk di belakang hanya menatap bingung. Dia tak tau apa yang terjadi.

***

Brak~

"Jangan bergerak!"

Polisi masuk sambil menodongkan senjata. Jeno, Renjun dan Haechan datang bersamaan dengan polisi. Sebuah bangunan yang sudah tidak terpakai di pinggiran kota. Bangunan itu jaraknya cukup jauh dari rumah warga dan sudah di penuhi ilalang

"Jaemin!" Seru Renjun, Jeno dan Haechan begitu mereka berhasil masuk setelah polisi mengizinkan.

Air mata Jeno menetes melihat tunangannya tergeletak dengan punggung penuh luka. Sepertinya luka sabetan melihat adanya pecut disana. Baju belakangnya juga sudah tak berbentuk. Beruntung lengannya masih utuh sehingga bajunya tidak terlepas dan memperlihatkan bagian depannya. Ada memar di pipinya juga luka di sudut bibir. Sepertinya bekas tamparan. Jeno memangku kepala Jaemin membuat punggungnya tidak menempel lantai. Ditatapnya wajah pucat yang menatapnya dengan tatapan sayu.

"Jaemin" panggil Jeno pelan. Air matanya menetes semakin deras. Tak tega melihat tunangannya dalam kondisi seperti itu terlebih oleh appanya sendiri

"Uljima" ucap Jaemin lemas tangannya terangkat dan Jeno menggenggamnya erat

"Ambulance akan segera tiba. Pelaku akan kami bawa ke kantor polisi. Mohon salah satu dari kalian ikut kami dan sisanya bisa menemaninya ke rumah sakit" ucap salah satu polisi

"Aku saja. Kalian berdua temani Jaemin ke rumah sakit. Jangan lupa kabari aku keadaannya nanti. Aku pergi dulu" ucap Renjun

"Kenapa kau tidak pernah cerita padaku? Hmm? Sudah berapa hari hukumanmu berlangsung?" Tanya Jeno parau.

"Jangan ajak dia bicara dulu. Dia harus menyimpan tenaganya" ucap Haechan

Begitu ambulance tiba. Jeno ikut ke ambulance dan Haechan membawa mobil Renjun lalu mengikuti ke rumah sakit. Haechan juga menghubungi nyonya Na. Tapi sepertinya polisi bergerak cepat. Mereka juga menangkapnya.

***

Jeno berjalan mondar-mandir di depan UGD. Haechan duduk di kursi tunggu bersama Mark, pacarnya.

Pintu terbuka. Haechan dan Mark sontak berdiri.

"Kondisi lukanya cukup parah. Beberapa luka juga bukan luka baru, seperti sudah beberapa hari. Meski luka sebelumnya sudah dibersihkan seharusnya tidak dibiarkan begitu. Beruntung tidak sampai infeksi. Kami akan memindahkan ke ruang inap. Sebelum lukanya benar-benar sembuh, tidurnya harus terus menyamping. Selanjutnya kami akan terus memantaunya dan memberitau kan perkembangannya" ucap dokter yang menangani Jaemin.

Jeno, Haechan dan Mark menghela nafas lega. Meski lukanya parah, setidaknya tidak sampai infeksi. Jeno jadi berpikir, apa Jaemin sengaja pulang malam dan berangkat pagi untuk menutupi lukanya agar Jeno tak tau.

***

Hari sudah berganti dan matahari sudah menjulang tinggi. Jeno masih disana, menemani Jaemin sendirian. Kemarin dia pulang dan mengambil beberapa pakaian untuknya dan Jaemin. Selagi ada Haechan dan Mark yang mau menjaga. Jaemin terbaring tanpa pakaian atas, tapi ada selimut yang menutupinya dan diatur sedemikian rupa agar tidak menyentuh lukanya.

"Jen..." Panggilan lemah itu mengalihkan pandangan Jeno pada langit siang yang begitu cerah.

"Syukurlah kau sudah bangun. Jangan banyak bergerak dulu ne?" Ucapnya lembut sambil membelai pipi Jaemin

"Tunggu sebentar. Aku panggilkan dokter dulu. Tadi dokter bilang kalau kau sadar aku harus memanggilnya. Tunggu sebentar ne?" Jeno hendak pergi tapi dicegah Jaemin. Tangannya di genggam Jaemin, meski bukan genggaman erat.

"Jangan pergi"

Jeno menghapus air mata yang menetes dari mata cantik itu. Padahal hanya kedepan dan mengabari perawat atau resepsionis, tapi melihat Jaemin yang menangis tidak mau ditinggal, Jeno tak tega.

"Arraseo"

Akhirnya Jeno memilih menggunakan  panggilan. Tak lama dokter datang dan memeriksa Jaemin. Dokter bilang kondisinya membaik tapi meminta Jeno untuk tidak meninggalkannya sendiri. Jeno jadi teringat obrolannya dengan dokter semalam. Dokter bilang ini bisa menimbulkan trauma ringan atau parahnya berimbas ke kesehatan mentalnya. Jeno menghela nafas pelan. Duduk di depan Jaemin dan saling memandang dalam diam dengan tangan yang bertautan.

















TBC
Mian typo bertebaran
Votement juseyo....


Waaaaa..... Seneng banget liat video "Cafe 7 Dream" :)))

Akhirnya muncul 7 dream lagi TT, miss Mark banyak-banyak

Tambah seneng karena Jaemin digabung sama Jeno, sama-sama jadi barista, mana ganteng semua lagi...

Sayang kalian semua banyak-banyak!

Sweet and sour ~ nomin [[END]]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang