Eleven

1.3K 133 1
                                    

Jeno dan Jaemin sedang menuju ke suatu tempat. Jeno masih kukuh tidak mau memberitahu Jaemin tujuannya. Beruntung tadi Jeno dan Jaemin bawa mobil sendiri. Memang sudah di rencanakan Jeno sebenarnya.

"Sebenarnya kita mau kemana?" Tanya Jaemin

"Ra! Ha! Si! A!" Ucap Jeno tegas

"Ish?!"

Begitu mobil berhenti karena lampu merah, Jaemin mengambil laptopnya di belakang. Jeno hanya mengawasi saja.

"Mau apa?" Tanya Jeno

"Kerja" jawab Jaemin singkat

"Ngomong-ngomong bagaimana dengan pernikahan kita?" Tanya Jeno sambil melajukan mobilnya.

"Kita sudah membahasnya kemarin" ucap Jaemin tanpa menatap Jeno

"Tidak bisakah di percepat?" Tanya Jeno

"Tidak. Kau juga sudah setuju kemarin" ucap Jaemin tegas. Jeno menghela nafas berat. Kemarin dia setuju karena terpaksa. Jaemin yang memaksa.

Tapi 1 tahun lagi? Bukankah itu terlalu lama?
Sepertinya Jeno harus mencoba bernegosiasi lain hari.

"Aku setuju juga karena kau memaksa" gumam Jeno

"Siapa yang memaksa? Aku tidak memaksamu"

"Ya memang tidak mengatakan memaksa. Tapi pilihannya hanya 1 tahun atau batal. Mana bisa di batalkan begitu saja" gerutu Jeno kesal

Jaemin tidak menanggapi. Dia sudah fokus dengan laptopnya. Jeno juga fokus dengan kemudi. Jaemin jika sudah masuk ke mode serius tidak akan main-main. Percuma mengajak bicara, tak akan di jawab juga. Setelah cukup lama mengemudi, akhirnya mobil itu berhenti.

Sebuah restauran bernuansa alam yang mereka tuju. Daerah ini ada di perbukitan membuat suasananya sejuk dan pemandangan cukup bagus.

"Kajja"

Jeno menggandeng tangan Jaemin kedalam. Dia sudah memesan tempat sebelumnya. Bukan hanya satu atau dua meja saja. Jeno memesan rooftop, tak lupa dengan hiasan juga menambahkan tempat bakaran dan berbagai bahan makanan termasuk daging di salah satu meja. Di ujung ada meja cukup besar dan dua kursi bersebalahan menghadap pemandangan. Pas sekali mereka tiba sore hari, membuatnya semakin terasa romantis.

"Woahh!!" Jaemin menganga takjub

"Kau suka?" Tanya Jeno

Jaemin mengangguk semangat membuat Jeno mengusap kepalanya gemas dan terkekeh ringan.

"Aku menyewa pelayan dan koki khusus hari ini" ucap Jeno lagi

"Benarkah? Mana? Tidak ada orang selain kita disini" ucap Jaemin menengok ke kanan kiri.

"Sebentar" Jeno mengambil ponselnya. Sepertinya dia mengirim pesan ke seseorang. Lalu tak lama, pintu rooftop terbuka. Begitu melihat siapa yang datang Jaemin menampakkan wajah datarnya.

"Apanya yang spesial? Tidak spesial sama sekali" ucap Jaemin datar

Jeno menggaruk tengkuknya yang tam gatal. Meringis menatap Jaemin

"Aku belum punya banyak uang jadi aku sewa mereka" ucap Jeno cengingisan

"Sewa?" Jaemin bingung. Kenapa harus menyewa padahal mereka adalah pegawai cafenya

"Ne. Aku menyewa mereka dengan segelas latte dan boba" ucap Jeno polos

Jaemin sontak tertawa terbahak-bahak.

"Dia yang memaksa nona. Padahal kami bilang tidak perlu imbalan apa-apa karena ini juga untuk bos kami" ucap salah satu pegawai

"Tak apa. Sekali-kali. Kalau kurang kalian bisa minta lebih pada Jeno nanti" jawab Jaemin

"Yak?!" Jeno menyeru tak terima menimbulkan tawa kembali dari Jaemin juga orang-orang disana.

Acara yang Jeno persiapkan itu berjalan dengan lancar. Sesuai dengan rencana Jeno, bahkan melampauinya karena para pegawai itu membantu membuat suasana jauh lebih romantis. Jeno merasa puas untuk itu.

Namun, sepertinya kepuasannya tak berlangsung lama. Paginya Jeno mendapati Jaemin pergi dengan koper kecilnya. Jeno tak tau pasti kemana dia pergi. Jaemin hanya berkata, "maaf aku lupa memberitahumu kemarin. Aku ada urusan di luar kota untuk beberapa hari kedepan".

Jaemin terlihat buru-buru kala itu dan Jeno belum sempat bertanya kemana tujuannya. Tapi yang membuat Jeno percaya adalah Jaemin pergi di jemput mobil perusahaannya bersama beberapa pegawainya termasuk Sohyun.

"Jangan sedih begitu. Ini sudah biasa untuk orang yang bekerja di perusahaan. Kedepannya Jaemin juga akan sering pergi ke luar kota. Kau harus percaya padanya" ucap nyonya Na.

Jeno hanya mengangguk kecil. Dirinya lalu berangkat ke cafe setelah sarapan. Di cafe Jeno tidak terlalu fokus. Lebih sering memeriksa ponselnya dan berharap Jaemin menghubunginya. Jeno takut untuk menghubungi duluan, takut mengganggu Jaemin kerja.

***

Satu minggu berlalu. Jeno tidak bekerja hari ini. Dia datang ke cafe, tapi hanya berdiam di ruangannya. Sesekali menengok melalui jendela untuk mengawasi cafenya. Teringat di hari ketiga Jaemin pergi, Jeno kena semprot salah satu pengunjung. Alasannya dirinya yang tidak fokus dan sering melakukan kesalahan saat memberi kembalian. Akhirnya pegawai disana memutuskan untuk mengambil alih. Tidak mau rugi dan berakibat mereka tidak digaji nanti.

Tepat seminggu ini pula Jeno tidak berhubungan dengan Jaemin. Dia hanya pernah mendengar sekali tepatnya di hari kelima saat Jaemin bertelepon dengan appanya. Itu pun mereka membahas pekerjaan. Jeno akui dia memang penakut. Menghubungi Jaemin saja tidak berani.

"Masih tidak mau menghubungi Jaemin?" Tanya Renjun dan Haechan yang baru tiba dan masuk ke ruangan itu

"Tidak mau. Takut mengganggu" jawab Jeno lesu

"Kalau begitu terus masalah tidak akan selesai. Kau tau, kau terlihat seperti mayat hidup sekarang. Padahal hubungan juga masih tunangan belum resmi suami istri. Bagaimana kalau sudah resmi nanti" ucap Haechan mencibir

"Aku hanya tak mau mengganggunya. Yah, meski aku benar-benar merindukannya" ucap Jeno lesu sambil menatap kedua sahabat tunangannya itu

"Haish! Haruskah aku yang turun tangan langsung" ucap Renjun kesal

Renjun mengambil ponsel Jeno yang ada di meja depan mereka. Membukanya dan menelpon Jaemin dengan ponsel itu.

"Yak! Jangan mengganggunya" ucap Jeno melotot

"Diam!" Sahut Renjun kesal

Tut~ tut~ tut~

Deringan panggilan masih belum di jawab. Renjun sudah mencoba untuk yang ketiga kalinya dan masih tidak ada jawaban. Akhirnya dia duduk lesu dan melemparkan ponsel ke arah Jeno asal.

"Hah..."

Helaan nafas Renjun terdengar keras. Membuat Jeno menatapnya.

"Satu hal yang kurang aku sukai dari dia adalah... Terlalu fokus dengan pekerjaan dan melupakan hal lainnya" ucap Renjun jengah

"Dia memang selalu perfeksionis. Terlalu ditekan dan dituntut membuatnya selalu ingin melakukan apapun dengan maksimal" ucap Haechan menambahi

Drt~ drt~ drt~

Ketiganya sontak melihat ke ponsel Jeno yang diletakkan di meja. Begitu mengetahui siapa yang menelpon, mereka langsung menegakkan badan dan mendekat ke meja. Jeno mengangkat panggilan tersebut dengan mode loud speaker.

"Yeoboseyo? Jaemin-ah?" Jawab Jeno cepat

"..."

"Jaem?" Panggilnya lagi

"Jeno-ssi"












TBC
Mian typo bertebaran
Votement juseyo...

Sweet and sour ~ nomin [[END]]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang