[Oh, apa kau sudah sadar?]
Aku mengerjapkan mata beberapa kali sebelum akhirnya tersadar akan eksistensi kuat di hadapanku. Dia menjulang tinggi, bahkan mataku tak bisa menangkap di mana kepalanya berada.
Aku menatap ke sekeliling. Semuanya serba putih, hanya ada diriku dan sosok yang tak terukur tingginya. Aku mencoba mengingat apa yang terjadi sebelum aku sampai di sini.
Ah, aku kena tembak pak polisi karena dikira perampok pas jalan pulang tadi. Apa aku sudah mati?
[Wahai Jiwa Muda, apa kau bisa mendengarku?]
"Hm ... ya?" Aku menjawabnya sedikit ragu.
Ada banyak pertanyaan yang ingin aku ajukan. Siapa dia sebenarnya? Apa dia yang membawaku kemari? Apa aku benar-benar mati? Di mana ini?
[Wahai Jiwa Muda, aku mendengar suara pikiranmu itu. Aku tidak memiliki banyak waktu untuk menjawabnya] balas sosok itu yang membuatku terhenyak.
[Ah, mungkin aku harus mengubah wujudku terlebih dahulu]
Tak lama setelahnya, eksistensi kuat tadi mulai menciut. Tubuhnya masih sedikit lebih tinggi dariku, tapi ukurannya tak sebesar tadi. Namun wajahnya masih sama, bagian atasnya tertutup tudung, membuatku tak dapat melihat rupanya secara sempurna.
[Aku Dewa Kaerus, dewa kesempatan.]
Sosok yang menyebut dirinya dewa itu menatapku. [Wahai Jiwa Muda, aku akan memberikanmu kesempatan kedua dalam menjalani hidup.]
Huh? Jadi aku akan terlahir kembali?
[Ya, seperti itu. Kenalanku membuat kesalahan yang membuatmu berada di sini. Hah ... aku terpaksa membereskannya.]
Kenapa malah curhat?
[Hahahaha, maafkan aku, Jiwa Muda, aku terlalu banyak bicara. Bagaimanapun, aku harus menanyakan persyaratan apa yang kau inginkan.]
"Jadi ... persyaratan apa? Apa saya akan mengikuti ujian dulu?"
Dewa Kaerus tertawa. Ia menatapku sambil tersenyum. [Wahai Jiwa Muda, kamu memiliki selera humor yang bagus.]
Hah? Terus apa, dong?
[Aku hanya ingin bertanya kamu ingin terlahir kembali seperti apa. Menjadi manusia yang kaya atau biasa? Di dunia yang damai? Atau dunia yang penuh sihir?]
Oh waw ... ada dunia sihir?
[Benar, apa kamu ingin pergi ke sana?]
Aku mengembuskan napas panjang. Tubuhku mendadak lemas. Aku pun merebahkan tubuhku dan melupakan sosok yang menyebut dirinya dewa.
Sejak dulu, aku menginginkan hidup di dunia sihir. Sepertinya akan seru jika ada hal hebat seperti itu. Tapi, kalau sihir bisa digunakan semua orang, pasti ada saja oknum-oknum tertentu yang berbuat kejahatan.
Mungkin saja umurku tak akan sampai angka 20. Tidak, mungkin setelah lahir bisa saja aku mati.
Aku menggelengkan kepalaku. Tanganku yang menganggur pun merayap menuju wajahku. Kepalaku terasa penuh sekarang.
Namun pada akhirnya, aku hanya harus menjawab pertanyaan: Hidup menyenangkan namun kemungkinan mati muda atau hidup panjang tapi akan terasa membosankan?
[Jadi apa pilihanmu, Jiwa Muda? Apa kamu sudah memutuskannya?]
Aku mengangkat tubuhku, menatap eksistensi yang sedang tersenyum lembut ke arahku. Dahiku berkerut. Sebenarnya aku sudah memiliki jawabannya. Tapi aku ragu.
Mengembuskan napas panjang. Aku memejamkan mata seraya menjawab, "Aku ingin terlahir dalam keluarga kaya yang menyayangiku, tanpa masalah rumit, tanpa sihir!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Fragile Fantasy
Fantasy[Bukan Novel Terjemahan] / [Slow Update] Lena mati karena menjadi sasaran tembak perampok bank. Padahal ia hanya ingin pulang ke rumah dengan damai setelah bekerja. Saat ia membuka mata, Lena bertemu dengan sosok yang menyebut dirinya dewa dan menda...