Bagian 08

3.8K 565 94
                                    

Jul memang tipekal Pria romantis. Bahkan Pria itu slalu mengabari Riri bahwa dirinya sudah sampai di rumah se-usai mengantar Riri pulang. Meskipun tidak mendapatkan balasan dari Riri, tapi Jul tidak marah sama sekali.

"AKU UDAH BILANG, KALAU BAYI INI LEBIH PENTING DARI MEREKA!" Teriak Prilly di lantai dasar.

Riri yang semula baru selesai berganti baju, ia langsung buru-buru menyisir rambutnya hendak menghampiri keributan di bawah sana. Ali juga sepertinya sudah tak terkontrol, hingga terdengar jelas suara benda yang ia jatuhkan ke lantai akibat emosional-nya yang meledak-ledak.

"JADI MAKSUD KAMU, ANAK-ANAK KITA YANG LAIN ITU GAK PENTING? MEREKA JUGA ANAK KITA PRILL!!!!"

"BUKAN MEREKA BUKAN ANAK AKU! MEREKA ANAK KAMU! BERHENTI MENGATAKAN BAHWA ANAK-ANAK NAKAL ITU ADALAH ANAKKU"

Tak tahan dengan itu, Riri menghampiri keduanya lalu dengan berani Riri menampar sang Kakak.

PLAK!

Prilly memegang pipi bekas tamparan Riri. "Sebenernya lo siapa?" Riri menatap tajam mata Prilly. Terlihat jelas disana wujud asli yang masuk ke dalam tubuh Prilly, sementara Ali sedang mengamati apa yang Riri lakukan terhadap Kakak-nya.

"Kalau niat lo cuman ngancurin keluarga Kakak gue, sebenernya apa yang lo mau? Lo suruhan atau emang lo penghuni rumah ini? Lo butuh sesuatu semacam janin atau tumbal misalnya? Gue bisa usir lo jauh dari sini!"

Seketika tubuh Prilly melayang di atas udara, ia tertawa cekikikan lalu kemudian mendorong tubuh Riri dan Ali.

Ali memegang kuat tangan Riri seraya saling menguatkan. "Ada apa Ri? Kenapa kamu gak cerita sama Kakak kalau ternyata itu bukan Prilly?"

"Riri gak tau waktu yang tepat Kak!"

Sosok yang berwujud Iblis kejam itu kini mengangkat tubuh Ali sampai atas.

"HATI SESEORANG BISA TERLUKA KARNA MASALALUNYA. DAN SAAT TERLUKA, PIKIRAN MENGENDALIKANNYA. MENGENDALIKAN UNTUK MEMBALAS SEGALA BENTUK RASA KECEWA YANG TELAH DI BERIKAN DI MASALALU"














"Omahhh bangunnnn udah siang..." Akbar menggoyang-goyangkan pundak Riri seraya membangunkannya.

Riri membuka matanya lalu langsung mengganti posisi menjadi duduk. Ia mengusap keringat yang membasahi sekitaran wajahnya.

Jadi yang tadi hanya mimpi?

Tapi mengapa terlihat seperti kenyataan? Apakah mimpi tadi adalah jawaban?

"Tumben bangunin gue. Emang gak sekolah?" Tanya Riri.

"Omah lupa? Kalau hali sabtu sekolah Akbal libul. Kan Omah sekalang udah kelja, jadi Akbal mau bangunin Omah. Omah gak kelja?"

Riri melirik ke arah jam dinding yang menempel di tembok. "ASTAGA UDAH JAM 8. KESIANGAN NIH GUE!" Buru-buru saja Riri turun dari tempat tidur. "Heh bocil, keluar lo dari kamar gue. Jangan berani-beraninya ngintip nanti mata lo bintilan" Ancam Riri.

Dengan segera, Akbar keluar dari kamar Riri.

Akbar melihat sang Mamah sedang menyisir sambil seolah mengajak anak yang berada di kandungan-nya bicara.

"Kalau sudah lahir, aku akan membawa kamu pergi sejauh mungkin. Kamu adalah milik-ku"

Mendengar itu membuat mata Akbar membulat sempurna. Apa maksud dari yang Mamah-nya katakan? Bahkan Akbar merasa bahwa sang Mamah semakin hari, semakin tidak jelas arah ucapan-nya. Karna diam-diam Akbar memperhatikan Mamah-nya walaupun dari kejauhan. Ia tak berani mendekat, karna ia merasa tak nyaman.

Akbar, anak Laki-laki pertama yang saat ini sudah mulai mengerti soal jati dirinya. Bahkan sering kali ia mempertanyakan keberadaan Lala pada Riri, dan rupanya anak Laki-laki itu juga merasakan hal yang serupa seperti Riri, hanya saja pikirannya belum sejauh ingin menguak.

....

"Ah iya enak. Atasan dikit baby" Perintahnya.

"Ck! Udah ah Jul, pegel tangan gue"

Akibat terlambat, Riri di hukum harus memijit pundak Jul. Sepertinya hanya Riri yang di jatuhkan hukuman se-aneh itu.

Jul segera menarik tangan Riri hingga kini Gadis itu berada di atas pangkuan-nya. "Makasih baby, enak banget pijitan-nya. Cocok jadi calon bini"

Jika Gadis lain yang berada di posisi Riri pasti langsung baper dan tak ingin melepaskan diri dari pangkuan Jul. Namun berbeda dengan Riri yang malah dengan sengaja memukul perut Jul hingga Pria itu meringis kesakitan.

"LO PIKIR GUE ANAK TK APA YANG SUKA DI PANGKU APALAGI KALAU DI ANGKOT! MAAP YA, GUE DAH GEDE DAN GAK SUKA DI PANGKU BEGITU!" Pekik Riri.

"Gila lu ya main pukul aja. Sakit ni perut gua sialan. Jadi cewek galak amat sih?"

"Gue gak galak. Gue mempertahankan hargadiri gue sebagai seorang Perempuan! Dahlah gue mau kerja lagi. Oiya Pak Jul yang terhormat mau di bikinin kopi tydak?"

"Kaga" Sepertinya Jul sedang marah. Tapi Riri tak peduli, ia tetap pergi keluar ruangan Jul.

Sontak Jul merasa frustasi karna tak di pedulikan. Rupanya betina satu itu sulit sekali di luluhkan.

"Padahal gua ganteng, tajir, dan serius sama dia. Tapi kenapa dia masih nolak gua si? Lama kelamaan gua paksa kawin juga tu betina!" Kesalnya.

Riri kembali bekerja, ia sedang menyapu tangga. Tapi tiba-tiba aktifitasnya terhenti sejenak saat sebuah kaki melayang berada di hadapan matanya.

Saat Riri mengangkat kepalanya, rupanya itu Ofi. Si hantu berjenis Kuntilanak yang tidak sama sekali menyeramkan.

"Lo ngapain disini Mariyam?" Tanya Riri sewot.

"Aku mau membantu kamu menyapu. Sebagai teman yang baik, kita harus saling tolong menolong bukan? Sini biar aku bantu"

"Kaga! Kalau lo bantuin gue, orang-orang bak----"

Tak sengaja salah satu karyawan lewat di hadapan Riri. Lama menatap Riri seperti orang yang seolah mengatakan Riri gila walaupun secara tidak langsung, tapi dari ekspresi-nya dapat Riri gambarkan seperti mengejeknya.

"Apa lo liat-liat?" Pekik Riri.

"Cantik-cantik kok sedeng? Masa sapu di ajak ngobrol. Aneh!" Setelah mengatakan itu, Pria yang notabe-nya sebagai Karyawan itu segera pergi dari hadapan Riri.

Sialan! Ini semua gara-gara Ofi.

Hantu itu malah sengaja menarik sapu dari tangan Riri, lalu ia menyapu lantai dengan cepat kilat.

"HAH? KE-KENAPA SAP-SAPUNYA MELAYANG?" Gofar selaku Office Boy nampak terkejut melihat pemandangan yang ada di hadapannya. Lalu sedetik kemudian....





DIA PINGSAN!

Yang lebih memprihatin-kan lagi, sebelum pingsan Gofar masih sempat-sempatnya membersihkan lantai tersebut. Katanya agar baju-nya tak kotor saat ia sedang pingsan.

Ckck... Kalau begitu, Riri juga ikut pingsan. Hingga kini hanya tinggal Ofi sendiri.

"Kenapa semua pada tertidur di lantai seperti itu? Kalau begitu aku juga!" Ofi ikut berbaring di atas lantai, meskipun tubuhnya tidak menempel pada lantai.

Cukup lama ketiganya dalam posisi seperti itu sampai merasa nyaman dan tertidur pulas bersama.

Sungguh konyol tapi nyata!

MATA BATIN 2 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang