11. My Lecturer My Husband

167 22 8
                                    

Selamat Membaca
.
.

Neill POV

Aku sudah berusaha untuk tetap bersikap baik pada Susan, aku juga merasa sedikit bersalah padanya karena sudah acuh tak acuh. Manusiawi jika Susan menaruh hati padaku, tapi hingga detik ini hanya dia yang kini masih bertahan. Entah sampai kapan aku akan bertahan dengan rasa bertepuk sebelah tangan ini, jika kali ini tidak ada pergerakan dari dia. Aku akan melepaskannya dengan ikhlas, walaupun harus menunggu lama untuk menata kembali hati yang patah.

Dua ujung bibirku terangkat, teringat kembali akan kebersamaan kita berdua.

"Kak Rasya, buruan turun. Ayah sama Bunda sudah menunggu terlalu lama."

"Iya, bawel."

Marsha itu memang paling hobi mengacau kalau aku sedang berbahagia, meski begitu aku tetap sayang padanya.

Ternyata sudah jam empat sore, aku lupa kalau hari ini ada jadwal ziarah ke makam Ibu. Ibu yang melahirkan aku ke dunia namun takdir berkata lain, beliau meninggal dunia tak lama setelah aku hadir.

Berhubung nanti malam aku juga ada janji dengan Susan, aku membawa baju cadangan supaya tidak perlu putar balik ke rumah.

"Semua sudah siap?" tanya ku tanpa beban.

"Lama amat sih, Kak. Ngapain juga bawa tas ransel."

Benar-benar cerewet sekali anak satu ini, mirip sekali dengan Ayah sifatnya.

"Sudah jangan bertengkar lagi, sepertinya Ayah juga sudah selesai panasin mobil. Marsha, kamu juga harus lemah lembut kalau berbicara dengan kakak kamu."

"Iya, Bunda."

Aku menjulurkan lidah, meledek Marsha yang baru saja kena omel Bunda dan seperti biasanya Marsha akan merajuk pada Ayah. Tentu saja untuk mencari perlindungan dari omelan Bunda, Ayah hanya tersenyum tipis melihat pertikaian Ibu dan anak tersebut.

"Ayah, mana kunci mobilnya? Biar aku saja yang menyetir."

"Masih belum Ayah cabut, kamu itu paling bisa diandalkan. Ayo, sayang."

"Kamu itu, malu dilihat sama anak-anak."

Ekspresi Bunda begitu lucu.

Ayah dengan penuh kelembutan membantu membukakan pintu mobil untuk Bunda, tak terasa pemandangan itu berhasil membuat diriku terharu. Sudah lebih dari dua puluh tiga tahun mereka menjaga rumah tangga. Aku akan banyak belajar dari mereka untuk bekal ku di masa depan ketika membangun sebuah mahligai pernikahan, dan juga aku secara khusus belajar dari Ayah bagaimana memperlakukan seorang istri dengan baik.

Selama perjalanan menuju TPU tidak satu pun yang berbicara, semuanya sibuk tengah sibuk dengan jalan pikiran masing-masing.

Aku sendiri juga harus mempersiapkan diri baik hati dan juga mental ku, jika malam ini Kiara tidak datang saat aku akan pura-pura melamar Susan Anya padahal hanya makan malam biasa. Aku hanya ingin tahu tentang perasaan Kiara padaku, apabila dia tidak datang. Saat itu juga aku akan benar-benar melupakannya, memang berat karena Kiara adalah wanita pertama dulu hingga saat ini  yang aku suka.

"Akhirnya kita sampai, kalian turun duluan saja di sini. Aku akan cari tempat parkir."

"Baiklah."

Marsha sibuk dengan keranjang bunga, dan Ayah dengan hangat menuntun Bunda ke makam ibu. Aku itu adalah orang paling beruntung, terlahir dari seorang ibu yang luar biasa dan juga seorang Bunda yang penuh kasih sayang tanpa memperdulikan aku anak kandung atau bukan.

Setelah mendapatkan tempat parkir, aku langsung bergabung dengan mereka. Semua tampak khusyuk memberikan doa kepada ibu, keheningan mulai mencair saat tangan  Bunda mengusap batu nisan ibu.

My Lecturer My Husband Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang