Ayo, berikan aku banyak cinta agar semakin semangat.
Selamat Membaca
.
Suasana kafe tampak begitu sepi, hanya ada beberapa orang yang masih betah. Kira-kira di mana ya ruangan VIP nomer satu, apakah aku tanya dulu saja sama pegawainya.
"Selamat malam, apa ada yang bisa saya bantu?"
Rezeki memang tidak akan ke mana, orang yang dibutuhkan akhirnya datang dengan sendirinya.
"Kebetulan sekali," paparku bahagia, "saya datang kemari untuk menemui seseorang. Tolong, bisa antarkan saya ke ruangan VIP."
"Baik, Nona. Tolong, ikuti saya."
Lumayan jauh juga tempat VIP, hanya orang yang memiliki black card bisa makan di sini. Ternyata oh ternyata, Kak Neill diam-diam banyak duitnya.
"Kita sudah sampai, ruangan VIP mana yang hendak Nona tuju."
"VIP nomer satu."
Aku mengikuti sang waitress, begitu pintu dibuka. Betapa tercengangnya aku melihat isi bagian dalamnya, mewah dan berkelas. Hanya ada dua meja yang tersedia itupun ada pembatas antar meja satu dengan yang lain, ini benar-benar mahal sekali untuk ukuran seorang Dosen.
"Jika ada sesuatu, Nona tinggal pencet bel di sebelah sana."
"Baik, terima kasih banyak."
"Sama-sama, selamat menikmati."
Setelah waitress itu pergi, aku melihat-lihat daftar nama tamu meja terlebih dahulu. Ini aku lakukan agar tidak salah tempat untuk bersembunyi, kan nggak lucu sekali kalau aku tiba-tiba ketahuan.
Aku memilih duduk di paling ujung agar tidak kelihatan jika Kak Neill masuk, dan tentu saja dengan begini aku bisa leluasa mendengar percakapan mereka.
Hihi.
Jantungku rasanya mau copot ketika pintu baru saja terbuka.
Hatiku mencelos ketika melihat Kak Neill yang datang dengan pakaian tuxedo, Susan juga tidak kalah cantik. Dengan mini dress hitamnya membuat dirinya semakin cantik. Tanpa terasa air mataku berair, akhirnya aku merasakan apa yang Kak Neill rasakan.
"Rasya, ini terlalu mewah untukku."
"Jangan risau begitu, semua ini aku lakukan demi kelancaran malam ini. Kamu terlihat sangat cocok dengan dress itu, pilihan yang sangat tepat."
Dasar Buaya darat.
Pasti si Susan itu sedang besar kepala.
"Terima kasih atas pujiannya, sebenarnya kamu mengajak aku pergi ada apa? Bahkan tempat yang kamu pilih begitu mewah dan juga pastinya mahal."
"Sebelum aku menjawab semua pertanyaan kamu, lebih baik kita makan saja dulu."
"Baiklah."
Hampir. Hampir saja aku berteriak karena kaget mendengar bunyi bel, enak sekali dua orang itu makan-makan. Sedangkan aku di sini hanya diam duduk bersembunyi, aku akan keluar kalau pembicaraan mereka itu sudah mulai insten dan juga meresahkan.
Kalau tahu begini, aku tadi bawa sandwich.
Bikin ngiler. Aroma wangi bawang putih buat aku tidak kuasa menahan godaan.
"Biar aku saja yang potong steak-nya, kamu diam saja dan perhatikan."
"Baiklah, Bapak Dosen. Ternyata kamu itu bisa romantis juga ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lecturer My Husband
Storie d'amoreHatiku hancur tak kala mendengar kabar berita bahwa dirinya akan dijodohkan dengan wanita lain, bukan salah dirinya jika berpaling. Semua ini karena kesalahanku yang tidak jujur pada perasaan diri sendiri. Aku tidak tahu, apakah ini sebuah aib apab...