10

655 102 10
                                    

Hinata tidak yakin dengan keputusan ini, hatinya bimbang dan ragu akan langkah yang ia ambil. Berkali-kali ia memandang cincin berlian yang tersemat di jari manisnya, dan kembali ia tersenyum lirih.

Jika saja... ia bertemu dengan sasuke terlebih dahulu...

Hinata tahu, ia adalah gadis pengecut, selalu seperti itu. Dari dulu dia tidak pernah mengambil keputusan yang memungkinkan dirinya akan jadi sorotan utama.

Bagaimana bisa menceraikan naruto..? Sedangkan naruto saja tidak menginginkan perceraian karena akan menyenggol nama baik lelaki itu sebagai pahlawan yang dipuja-puja masyarakat.

Apakah hinata dan sasuke mampu melewati semua ini?

Mereka hanya mengenal satu sama lain selama 6 bulan ini, dan memutskan untuk menikah?

Sebenarnya... apa yang ada di pikiran sasuke?

"Ara~"

Hinata tersentak dengan kehadiran sakura yang tiba-tiba di halaman belakangnya.

"Eh, konichiwa sakura-san." Sapa hinata ramah.

Sakura tersenyum, "konichiwa hinata-chan!"

Hinata balas tersenyum namun dia sempat terusik oleh tatapan sakura yang mengarah pada cincin di jari manisnya, hinata merasa agak risih dengan cara sakura menatapnya.

"Ah maaf, habisnya cincin itu indah sekali." Ujar sakura, ia tertawa kecil seakan-akan tidak sengaja memperhatikan cincin yang tersemat di jari manis hinata.

"Oh.. hahaha ini..." karena rasa tidak nyaman itu, hinaya menyembunyikan jarinya di kantung celananya.

Sakura terasa agak menyeramkan hari ini bagi hinata.

"Apa cincin itu dari naruto?" Sakura mengambil inisiatif sendiri untuk duduk di sebalah hinata.

Hinata menggeser posisinya dan duduk dengan perasasn tak nyaman, apa yang harus ia katakan....? Tidak mungkin berterus terang tentang hubungan mendadaknya dengan sasuke, apalagi di hadapan sakura.

"Mm... ya.. seperti itulah." Jawab hinata gugup.

Jujur saja, ekspresinya terlalu transparan dan itu membuat sakura begitu mudah membaca hinata. Apalagi karna sakura sendiri menyaksikan sendiri dengan matanya bagaimana sasuke menyematkan cincin yang indah itu di jari hinata.

Betapa sakura iri akan hal tersebut...bagaimana bisa pada akhirnya sasuke memilih berlabuh pada wanita lemah semacam ini.

Yang bahkan ditolak oleh suaminya sendiri!!

Jujur saja saat ini sakura mati-matian menahan rasa marahnya, ingin mencabik-cabik wanita yang saat ini duduk disebelahnya.

"Aku sering dikasih hadiah sama suamimu lho hinata-chan." Sakura memerkan kalungnya pada hinata, memang sebuah kalung yang bagus dan pastinya tidak murah.

Hinata tersenyum, meskipun saat ini jantungnya serasa dijadikan samsak tinju.

Sebuah rasa sakit yang tak akan pernah dimengerti oleh lawan bicaranya.

"Bukankah itu bagus sakura-san?" Suara hinata sedikit bergetar namun ia memilih untuk terlihat kuat dan tegar.

Meskipun terlihat lemah hinata tidak akan menunjukkan kelemahannya pada siapapun. Apalagi air matanya? Tidak, hinata cukup muak dengan pandangan orang-orang terhadapnya.

"Ya sangat." Sakura tersenyum merendahkan hinata. "Apa kau juga tahu kalau suamimu sering sekali mengajakku bertemu?"

Pahit...

Hinata menggeleng polos, benar, dia tidak tahu apapun tentang kehidupan lain dari naruto.

"Eehh???masakah??" Sakura menutup mulutnya dramatis, tapi ekspresinya yang sedang menahan tawa itu jelas jelas mengejek hinata. "Istri macam apa kau ini hinata-chan?"

"Hahaha..." hinata tertawa lirih, meskipun sakura bilang begitu... tapi hinata sudah melakukan semampunya untuk mempertahankan pernikahan mereka.

Tapi... memang ternyata usahanya sia-sia....

"Heh?? Berarti sakura, kau adalah simpanannya naruto ya?"

Sakura dan hinata menoleh dengan cepat pada asal sumber suara itu, seorang pria pucat bersurai hitam dan dengan pakaian uniknya membuat mereka takjub. Sejak kapan dia ada disana???

"Sai ya?" Sakura tersenyum menahan kejengkelannya. "Simpanan? Entahla... tapi melihat naruto lebih nyaman bersamaku dibandi-"

"Kau bangga jadi wanita semacam itu?" Tanya sai datar, ia tersenyum hambar namun jelas sekali tatapan matanya yang tajam itu menakutkan untuk dilihat.

Sakura terdiam, meremat jari jemarinya kuat. Apa yang sai katakan itu sesungguhnya menusuk-nusuk hati sakura.

"Ano..maaf menyela." Hinata berdiri, membungkuk pada sai. "Tapi kau ini siapa?"

"Aahh sumimasen hinata-san." Sai tersenyum lebar seakan akan tidak pernah ada yang terjadi. "Aku sepupunya sasuke, dan aniki-lah yang mengirim ku untuk menjengukmu sesekali."

Wajah hinata sontak memerah mendengar nama sasuke disebutkan. Sungguh... hinata sebenarnya merindukan sasuke, dan... sakura sebenarnya tidak akan berani berbuat sejauh ini padanya jika ada sasuke.

Hinata jadi ... kalut dan kesepian.

"Hahahaha!" Sakura tertawa, ekspresi wajahnya terlihat bengis, wanita itu terlihat frustasi... dan mungkin sakit. "Sasuke pasti sudah gila!"

"Jangan iri sakura-san, wajar jika sasuke mengkhawatirkan seseorang yang ia sayangi." Sai masih berujar santai, ia memberi hinata buket bunga. "Titipan aniki."

Mata sakura membelak menatap sai dan bunga yang hendak ia berikan pada hinata, namun sebelum hinata sempat meraih bunga itu, sakura merebutnya dengan cepat.

"Kau hanya mengada-ada sai!"

"Are? Enggak kok, aniki yang-"

Bunga itu dilempar sakura ke tanah tampat mereka berpijak dengan ganas, hinata membekap mulutnya,shock, dia tidak menyangka bahwa sakura akan melakukan itu.

Dan tanpa bicara sepatah katapun, sakura berbalik pergi dengan amarah yang mengepul.

"Dasar wanita kasar!" Dengus sai kesal, "pantas saja aniki tidak menyukaimu!"

Hinata menatap miris bunga yang sebenarnya terangkai cantik namun harus tergeletak tidak berdaya di tanah, sayang sekali... hinata memungut buket bunga itu dengan hati-hati, beberapa kelopaknya gugur ke tanah.

Benar-benar sangat disayangkan, begitula pikir hinata.

"Ano ne... terima kasih banyak." Hinata tersenyum tulus.

Dia tentu tidak akan berdaya tadi tanpa sai, sakura yang menyudutnya terus-terusan hanya akan memperburuk keadaannya.

Sai mengangguk balas tersenyum tipis, "jangan tersenyum padaku, nanti aku akan jatuh cinta padamu."

"Eeh?"

"Jika ada yang menganggumu kau bisa katakan padaku, aniki telah menitipkanmu padaku sebagai antipasi si nenek lampir itu."

Hinata tersenyum tak enak hati karena julukan yang sai beri untuk menggambarkan sakura.

"Mohon bantuannya..." selebihnya, pipi hinata memerah tipis, ternyata sasuke begitu memikirkannya sampai mengirim sepupu sendiri untuk menjenguknya.

"Yup, kalau begitu sampai jumpa."

Hinata menghantarkan kepergian sai dengan perasaan yang lebih baik. Setidaknya, untuk saat ini ia merasa aman dan perhatian sasuke membuat dirinya merasa berbahagia. Kabut keraguan di hatinya sedikit demi sedikit terkuak karena kepedulian sasuke padanya.

Sesederhana itu.



....

TWOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang