✿༽༽༽ ✿༽ ✿༽
Berjalanlah dengan penuh harapan walau hidup ini tak selalu bahagia, sedekahkan lah satu senyuman walau di hatimu tak lagi mampu bertahan, belajarlah memaafkan walau dirimu terluka, hiduplah dengan iman walau hari dipenuhi dugaan.
__________________✿__________________
Malam semakin larut, angin yang datang cukup menggelitik kulit halusnya yang hanya tertutup piyama tipis. Kakinya mengayun ke kanan dan ke kiri, tangan mulusnya dengan senantiasa membalik lembar demi lembar kertas putih yang dipenuhi kata-kata beralur itu.
Tak ada alasan untuk membenci hidupnya, lagi pula sang ibu tak membenci kekurangannya kan. Itulah yang membuatnya tetap bertahan sampai detik ini.
Tok..Tok..
Suara ketukan pintu mengalihkan pandangan dari novel kesayangannya. Melihat sang ibu yang sudah masuk kedalam dengan segelas susu hangat di tangannya. Hanya hal sepele namun berkesan untuk hatinya.
“Bunda” serunya melihat netra teduh yang selalu ia rindukan
“Kenapa belum tidur?” ucap winwin dengan lembut
“Belum mengantuk, apa itu untukku?” sahutnya sembari menunjuk segelas susu ditangan sang ibu.
“ohh bukan, ini untuk Renjun. Lampu kamarmu masih menyala jadi bunda memastikan saja”
Namun nyatanya pahit yang ia dapat. Hal sepele yang ia harapkan hanya ada dalam angannya saat ini.
“Aa~..baik aku akan segera mematikan lampu kamarku” mengangguk dan menampilkan seyum manisnya pada sang malaikat “jika perlu hidupku juga” tapi lain dengan pikirannya.
“jika kau mau, buat sendiri di dapur ya, Bunda ke kamar Renjun dulu” melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Xiaojun yang masih diam, menatap punggung Malaikat nya yang semakin hari semakin susah untuk ia genggam.
Beralih menuruti perkataan sang ibu, ia memilih memasukkan tubuh nya dalam selimut hangat. Hentah kenapa akhir-akhir ini telinganya sering berdengung dan itu membuatnya kesakitan.
“Tuhan terima kasih untuk hari ini, lindungi keluarga Tuhan, berikan mereka kesehatan dan dijauhkan dari bahaya. Amin” merapalkan doa kepada sang pencipta, disusul dengan mata nya yang terpejam.
__________________✿__________________
Sang Surya mulai gencar menyembulkan sinar emasnya, menerpa wajah manis yang masih terlelap dengan nyaman. Mengedipkan matanya berulang kali meraih kesadaran, nyawanya masih setengah terkumpul tapi tubuhnya sudah berdiri. Mengambil handuk dan menuju kamar mandi, membersihkan tubuhnya dan siap untuk berangkat kuliah.
Siap dengan urusannya, waktunya untuk menyiapkan sarapan pagi. Tidak..bukan untuk keluarganya lebih tepatnya untuk dirinya sendiri. Sepertinya dia agak kesiangan kali ini, keluarga nya sudah berkumpul untuk sarapan dan tentunya tanpa memanggil Xiaojun.
Dengan ragu tubuhnya mendekat, niat hati ingin mengambil roti dan selai cokelat. Namun melihat wajah sang ayah yang terlihat tidak suka ia mengurungkan niatnya. Sepertinya ia harus makan di kantin nanti, dari pada membuat selera makan sang ayah hilang.
“Bunda aku berangkat dulu” pamitnya
“Kau tak sarapan?” tanya sang ibu
“Apa bunda membuatkan aku sarapan?”
“Emm tidak, lagi pula kau suka membuatnya sendiri bukan”
“Jangan manja, kau sudah dewasa”
Bukan sang ibu yang berucap melainkan sang ayah, tanpa melihat ke arah Xiaojun.“Tapi Renjun, dia juga sudah dewasa” hentah apa yang terjadi pada mulutnya hingga berani berkata seperti itu.
Prang..
Sendok aluminium terlempar dari tangan Yuta, membuat kegaduhan yang memekakkan telinga Xiaojun. Tak ingin memperkeruh suasana, Xiaojun dengan sesak di dadanya memilih untuk mengalah dan pergi.
“apa salahku?” batinnya
__________________✿__________________
Langkahnya memburu saat ini menuju halte bis, sebenernya kampus Xiaojun dan Renjun sama tapi dia tidak pernah mau untuk menumpang. Ya, Renjun menaiki mobil yang dibelikan sang ayah saat tahun pertama masuk university. Sedangkan Xiaojun, ya bisa dilihat sendiri bukan. Tak tak masalah bagi dirinya, selama kakinya masih sanggup untuk berlari menuju halte kenapa tidak.
Brukk...
Tubuhnya tersungkur menyapa aspal yang kasar. Meringis ketika telapak tangannya tergores.
“Maaf aku tak sengaja, mari ku bantu berdiri” ucap pria yang menabraknya, mengulurkan tangan dan membantu sang manis untuk berdiri.
“Iya tak apa” sahut Xiaojun yang masih sibuk membersihkan pakaiannya
“Mari ku obati lukamu” sekali lagi tangannya telurur, tapi kali ini ditepis halus oleh Xiaojun
“Ohh tidak usah, ini tidak parah kok” jawabnya.
“Tapi nanti bisa infeksi”
“Nanti aku bersihkan sendiri, aku harus cepat-cepat ke kampus”
“Dimana kampusmu?”
“Seoul National University”
“Benarkah? Berarti kita satu tujuan. Aku antar sebagai tanda maaf ku, OK?
Kali ini ia harus menuruti perkataan pria itu, bis nya mungkin sudah lewat daripada ia akan terlambat.
Tak ada percakapan di dalam mobil, Xiaojun yang masih sibuk mengoleskan obat merah yang di berikan oleh lelaki itu. Sedangkan satunya sibuk dengan setir mobilnya.
“Hemm..siapa namamu?” Suaranya mengalihkan fokus Xiaojun untuk melihat kearah pembicara
“Xiaojun” seketika ia ragu untuk mengucapkan marga ayahnya.
“Nama yang manis. Perkenalan namaku Mark lee” ucapnya memberikan senyuman tulusnya.
Xiaojun hanya mengangguk lucu.
Manis, seperti namamu. Tapi sayang ada cacat di dirimu, tapi tak apa.
__________________✿__________________
Selamat pagi para lubi-lubi yang cantik.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝕻 𝖆 𝖎 𝖓༽ °ᴴᵉⁿˣⁱᵃᵒ° (End)
Romance[Complete] ✿ [Kepada raga yang tak bisa direngkuh. Temui aku, walau sebatas mimpi, Kan ku ceritakan betapa perihnya luka yang kau torehkan] ° ° ° ___________________✿__________________ bxb Boy x Boy Angst ___________________✿___________________