DC-11

80 9 1
                                    

Aqila Zahra Suardi, putri bungsu atau anak kedua dari Suardi dan Dyah. Gadis yang berumur dua puluh satu tahun itu memiliki paras cantik, ditambah lesung pipi di sebelah kanan membuat wajahnya menjadi sangat enak dipandang. Di usianya yang sekarang, Qila tengah menjalani pendidikan di salah satu kampus ternama yang ada di Jakarta, ia mengambil jurusan Ahli Gizi.

Di setiap ia selesai melaksanakan sholat, ia pasti memanjatkan doa yang terbaik untuk kehidupannya juga keluarganya, dan tak lupa sebuah impiannya agar dapat ia raih di hari kelak.

Selesai mengerjakan sholat tiga rakaat, Qila bangkit sembari menaruh alat sholatnya di sebuah meja samping meja belajarnya, yang dibuatkan khusus oleh Suardi agar alat sholat Qila juga Al-Qur'an dapat tersimpan rapi.

Kini, gadis berambut sebahu itu duduk di meja belajarnya. Tangannya bergerak membuka laptop. Malam ini, Qila mau melanjutkan tugasnya yang sempat tertunda sore tadi, karena ia harus belanja buah-buahan.

Membahas masalah buah, mengingatkan Qila dengan pria tampan berbadan tegap yang ia temui beberapa hari yang lalu. Pertemuan tidak sengaja itu membuat jantung Qila berdebar tidak karuan.

"Dokter genteng ...." Qila bergumam sembari memandangi layar laptop dengan tatapan kosong. Seberapa detik kemudian, kedua sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman.

"Kok bisa, sih, ada cowok ganteng banget kayak dokter Dava."

"Kira-kira dia udah punya pacar belum, ya?"

"Atau jangan-jangan, udah punya istri?" Qila tersentak di tempatnya memikirkan hal itu.

Entah mengapa, perasaannya jadi gelisah. Ia merasa hatinya sesak, membayangkan Dava yang sudah berkeluarga. Tapi, ini Qila, bukan gadis kaleng-kaleng yang langsung menyerah begitu saja. Dengan tekad yang menggebu, dirinya akan mencari tau tentang Dava, dan akan membuat Dava masuk ke dalam hidupnya. Mungkin terdengar sangat mustahil, tapi Qila akan berusaha. Masalah ia berhasil atau tidak itu urusan belakang.

Setelah berhasil menepis pikiran tentang Dava. Ia pun kembali fokus dengan tugas-tugas yang sudah menunggu untuk diselesaikan.

Qila mendengus di tempatnya kala mendengar pintu kamarnya di ketuk berulang kali oleh seseorang. Tadi, Qila memang menguncinya karena ia tidak mau diganggu. Tapi, belum seberapa ia fokus, seseorang sudah mengacaukannya.

Dengan langkah malas dirinya mendekati pintu dan membukanya.

"Ngapain aja sih di dalam? Lama banget," gerutu Bayu setelah pintu kamar terbuka

"Kepo banget idup, lo. Mau ngapain, sih?"

"Di suruh mama manggil lo makan. Mama sama papa udah nungguin dari tadi."

"Oh." Qila menutup pintu kamarnya dan berjalan lebih dulu menuruni anak tangga.

Sementara Bayu mengatur emosinya, agar tidak meledak. Kemudian, ia mengikuti Qila dari belakang menuruni anak tangga untuk menuju ruang makan.

"Ngapain aja di kamar?" tanya Suardi saat Qila dan Bayu sudah duduk di kursi masing-masing

"Ngerjain tugas. Hari ini, tugas Qila banyak, untung tadi sore udah ngerjain sebagian."

"Kok sebagian?" tanya Suardi lagi

"Karena di suruh abang belanja buah, katanya mama yang nyuruh."

Dyah yang sedang menuang air minum terhenti, lalu memandangi Qila dengan kerutan di keningnya menandakan ia sedang kebingungan.

"Loh, mama gak pernah nyuruh. Malahan mama nyuruhnya ke abang, karena tadi mama tau kamu lagi ngerjain tugas." Dyah menoleh ke Bayu yang sudah salah tingkah di tempatnya. "Jadi, bukan abang yang belanja? Terus, kenapa tadi mama nanya abang bilang kalau abang yang pergi?" tanya Dyah

Qila langsung memukul pundak Bayu. "Enak banget, ya. Udah nyuruh, bukannya terimakasih atau ngasih tau mama, malah sok iye," kata Qila

"Ya maap," gumam Bayu

"Kalau lo mau gue maafin, traktir gue makan."

Bayu mengangguk. "Oke, kapan?"

"Malam ini."

"Gak! Gue gak bisa kalau malam ini," tolak Bayu

"Lah, kenapa?"

"Kerjaan kantor masih ada. Tugas lo juga belum selesai, kan?"

"Pokoknya, gue mau malam ini."

"Enggak ada acara keluar rumah malam ini!"

Qila dan Bayu menoleh ke arah Suardi yang sudah menatap mereka dengan melipat kedua tangan di depan dadanya.

Kalau Bayu, jelas menerima dengan hati yang gembira larangan Suardi. Tapi tidak dengan Qila, gadis itu mendengus sebal, ia sangat ingin makan mie ayam malam ini, dan harus di warungnya. Tapi, keinginannya tertahan karena ayahnya sudah melarang dengan tegas.

Hanya suara sendok yang beradu dengan piring menyelimuti ruang makan. Setelah tadi, Bayu memimpin doa, mereka pun mulai menyantap makan malam yang dibuatkan oleh asisten rumah tangga mereka, Bi Jaenab.

Setelahnya, mereka semua beranjak dari duduk masing-masing, lalu berjalan untuk pergi dari ruang makan. Suardi yang berjalan ke ruang keluarga bersama Dyah, sementara Bayu ke ruang kerjanya yang berada di lantai tiga dan Qila ke kamarnya yang berada di lantai dua, tepatnya di dekat tangga samping kamar Bayu.

Saat hendak melanjutkan tugasnya, lagi dan lagi niat itu tidak dapat terlaksana karena dirinya yang masih mengidamkan mie ayam membuatnya tidak bisa fokus pada hal lain. Walaupun sudah makan, tapi tetap saja keinginannya itu harus tuntas malam ini. Mau tidak mau, Qila memilih untuk turun kembali dan menemui ayahnya di ruang keluarga.

"Pa ..." Panggil Qila saat dirinya sudah duduk di sofa single

Suardi mengalihkan pandangannya dari layar televisi ke arah Qila. "Kenapa?" tanyanya

"Mau minta izin."

"Kemana? Kan, papa tadi udah bilang kalau gak boleh keluar, mending kamu lanjut kerja tugas!"

"Sebentar doang, kok. Qila cuma mau beli mie ayam di depan, habis itu pulang. Janji."

Dyah mengerutkan keningnya. "Tadi kan udah makan, Qil? Emang gak kenyang?"

Qila menggeleng polos. "Mama kan tau sendiri kalau Qila udah ngidam kayak orang hamil. Harus terlaksana pokoknya," jawabnya

"Ya udah, tapi hati-hati!" kata Suardi

Qila mengangguk dengan sumringah dan langsung beranjak dari duduknya. Niatnya yang ingin berjalan keluar rumah diurungkan saat mendengar Dyah bertanya. "Loh, gak sama Abang?"

"Enggak, Ma. Qila gak enak gangguin dia," jawab Qila

"Terus kamu mau jalan kaki sendiri?"

Qila mengangguk mantap. "Kan, cuma di depan komplek, Ma. Tenang aja! Qila pastikan Qila pulang dengan selamat dan semua yang ada di badan Qila utuh."

Setelah kedua orangtuanya mengizinkan, Qila melanjutkan langkahnya untuk keluar rumah. Di keluarganya memang tidak mengambil supir pribadi, dan satpam rumah. Hanya ada dua orang ART yang saling bantu membersihkan rumah mereka.

Malam ini, langit nampak berwarna hitam pekat. Tidak ada bulan, atau bintang. Mungkin efek hujan sore tadi. Sebenarnya ini sangat menyeramkan, ditambah jalanan perumahannya yang sepi, hanya ada Qila yang berjalan seorang diri.

Kalau situasinya sudah tegang seperti saat ini, yang bisa Qila lakukan yaitu berlari sekencang-kencangnya. Qila membawa sepasang kakinya berlari bagaikan seseorang yang dikejar binatang buas.

Akhirnya, ia sampai di depan warung bakso yang berada di samping lorong masuk perumahannya. Dengan napas yang masih ngos-ngosan, Qila menyebutkan pesanannya.

"Mang, mie ayam satu porsi. Makan disini." Qila berjalan masuk ke warung dan mendudukkan bokongnya di salah satu kursi plastik.

Sembari menunggu mie ayam miliknya jadi. Qila mengedarkan pandangannya melihat satu persatu orang yang sedang makan di dalam warung itu. Sampai pandangannya terhenti pada seseorang yang tengah asik menikmati bakso di hadapannya.

"Loh, dokter ganteng?"

Dava mendongak, lalu membelalakkan matanya ....

°°°°----°°°°

Dokter CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang