DC-12

64 9 10
                                    

"Ma, Dava mau keluar dulu."

Ros yang sedang menonton film di ruang keluarga menoleh pada Dava yang baru saja tiba dari kamarnya.

"Mau kemana?"

"Nyari bakso, lagi pengen makan yang anget-anget." Dava lanjut bertanya, "Mama mau sekalian nitip, gak?"

Ros menggeleng. "Enggak, mama masih kenyang banget soalnya," jawabnya

Dava mengangguk paham. "Papa mana? Kali aja mau nitip."

"Ada tuh di ruang kerjanya." Ros menggerakkan dagunya guna menunjuk sebuah ruangan yang berada di dekat ruang keluarga.

Dava berjalan menghampiri ruangan Aditya. "Pa, mau nitip bakso gak?" tanya Dava setelah membuka pintu ruangan

"Enggak, masih kenyang," jawab Aditya

Dava kembali mengangguk paham. Setelah pamit dengan kedua orangtuanya, Dava berjalan keluar rumah dan memasuki mobilnya. Kemudian, ia menjalankan mobil itu dengan kecepatan sedang menyusuri jalanan yang lumayan sepi.

Malam ini hawanya sangat dingin, efek dari hujan sore tadi yang baru saja berhenti. Sebelum pergi, Dava sempat bertanya kepada Aldi dimana warung bakso yang paling enak, karena asistennya itu selalu cerita kalau dia salah satu penggemar makanan berbentuk bola pingpong dan dia punya warung langganan yang menyediakan bakso terenak.

Setelah Aldi mengirimkan alamatnya. Baru lah Dava pergi untuk memenuhi keinginan perutnya, yang sedari tadi sangat ingin memakan bakso.

"Akhirnya," gumam Dava saat kedua matanya sudah menemukan nama warung bakso yang direkomendasikan oleh Aldi.

Saat sudah memarkirkan mobilnya dengan sangat rapi, dan tidak mengganggu pengguna jalan yang lain, Dava turun lalu berjalan mendekati penjual bakso yang sedang sibuk menyiapkan pesanan pembeli lain.

"Mang, baksonya satu porsi," ucap Dava

"Bungkus atau makan disini?" tanya penjual itu

"Makan disini aja, Mang." Kemudian, Dava berjalan masuk ke dalam warung yang lumayan ramai.

Dava mendudukkan bokongnya pada kursi plastik yang berada pada meja keempat dari pintu masuk.

Hanya beberapa menit menunggu, akhirnya bakso pesanannya sudah ada di mejanya beserta segelas air putih tidak dingin.

Tangan Dava bergerak untuk menuang sambal, kecap, dan cuka ke dalam mangkuk baksonya. Setelah itu, ia mengaduk agar semua tercampur dengan rata.

"Jago juga gue ngeracik, langsung pas gini," ucap Dava yang merasa puas dengan hasil racikannya saat ia mencoba sedikit kuah baksonya.

Di tengah acara makannya, Dava mengedarkan pandangannya menyapu seisi warung. Di sana, ada beberapa meja yang diisi dengan sepasang kekasih. Masing-masing mereka memiliki cara sendiri untuk menciptakan sebuah candaan agar dapat menikmati tawa bersama.

Dava menarik napas dan menghembuskan secara perlahan. Diam-diam, Dava memanjatkan doa di dalam hatinya untuk cepat dipertemukan dengan jodohnya.

Berhasil menepis pikiran itu. Dava kembali fokus dengan baksonya yang sudah mulai terasa dingin.

"Loh, dokter ganteng?"

Dava mendongak, lalu membelalakkan matanya. Ia yakin, kedua matanya pasti sudah tidak sehat. Karena sangat tidak mungkin, disaat seperti ini dirinya dipertemukan lagi dengan gadis aneh bernama Qila itu.

"Dokter sendiri?"

Suara itu kembali masuk ke dalam telinga Dava. Kali ini, dirinya tidak menyalahkan kedua matanya, tapi beralih menyalahkan kedua telinganya yang dengan tidak sopannya memutar suara gadis aneh itu.

Dokter CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang